NEVER GIVE UP!!

Berawal dari serial Oshin

Sewaktu saya masih kecil, di televisi sedang diputar serial Jepang yang pemeran utamanya bernama Oshin. Dan saya salah satu penggemar serial itu. Walaupun saat itu saya kurang mengerti dengan jalan ceritanya (maklum, masih kecil), namun saya begitu menyukai serial Oshin karena settingnya di Jepang.

Jepang, Jepang dan Jepang. Hanya ada satu kata itu yang terngiang dalam benak saya.

Waktu itu ibu saya pernah bertanya pada saya, ”kalau udah gede, mau sekolah dimana?”

”Jepang”, jawab saya spontan, tanpa tahu Jepang ada di belahan bumi mana, tapi yang jelas, Jepang ada di luar negeri dah pokoknya, dan saya ingin ke luar negeri… tanpa tahu juga bagaimana cara untuk mewujudkannya. (dasar pikiran anak kecil! J).

Seiring waktu yang terus bergulir, tentunya usia saya juga bertambah dong… Bayangan tentang Jepang sedikit-demi sedikit hilang dari pikiran saya. Terlebih lagi, dengan kesibukan saya sebagai seorang siswa (ceileh, sok sibuk banget sih… tapi bener kok, emang sibuk…) yang berusaha menjalani kehidupan sesuai realita yang ada (duh, bahasanya… hehehe…).

Semenjak Sekolah Dasar saya termasuk siswa yang aktif baik dalam kegiatan akademis maupun ekstrakurikuler. Selain les-les beberapa mata pelajaran yang harus saya jalani saya juga menjabat posisi penting di beberapa organisasi di sekolah, contohnya: ketua koperasi dan ketua pramuka kelompok mawar (SD), sekretaris OSIS, ketua MPK (SMP), pengurus KIR (SMP&SMA), Kadiv. Kepribadian dan Budi Pekerti Luhur OSIS (SMA), pengurus Paskibra (SMA). Konsentrasi saya habis untuk mikirin pelajaran disela-sela kegiatan ekstrakurikuler yang saya jalani (eh, kebalik ya? Tapi kenyatannya kayak gitu, gimana dong?? Hehehe…).

Saat SMA sempet denger sih beberapa kakak kelas atau temen yang ikutan AFS dan tinggal satu tahun di luar negeri, tapi program ini kurang menarik minat saya karena bahasa inggris dan nilai akademik saya yang pas-pasan. So, Jepang udah bener-bener hilang dari pikiran saya karena konsentrasi saya sudah habis untuk kegiatan yang lebih riil.

Dunia Baru di Bangku Kuliah

IPB, salah satu top five university di Indonesia. Mottonya mencari dan memberi yang terbaik. Dan saya termasuk yang terbaik (nggak bermaksud sombong lho ya…) yang bisa masuk IPB dengan jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) atau bahasa yang lebih populer dengan jalur PMDK. Kota baru, sekolah baru, kehidupan baru, aktivitas baru dan tentunya teman-teman baru.

”Vinaaa, akhirnya aku minggu depan berangkat juga ke Jerman and Swiss. Ada World Congress disana…”

“Eh, tahu gak sih bo, si anu kan ikutan Agria Swara, dia sekarang lagi di Hungary buat jadi salah satu participant di International Choir Contest di sana”

“Udah tau kabar terbaru belom? Si ini lolos seleksi student exchange ke Jepang lho!”

“Alhamdulillah, paperku diterima untuk jadi salah satu speaker di International Student Conference di OHIO University, sebulan lagi aku kesana”

OMG!! Pada makan apa sih mereka kok kayaknya gampang banget dapet kesempatan ke luar negeri?? Saya nggak mau kalah, saya juga harus bisa ke luar negeri saat kuliah!! (dengan semangat 45 nih ceritanya…) Continue reading →

Ini Dia Rahasia Sukses Korea Selatan Menjadi Macan Asia

Korea Selatan, salah satu Negara yang berada di kawasan Asia Timur. Negara yang mendapat julukan macan Asia ini memperoleh kemerdekaannya dan terbebas dari jajahan Jepang pada tahun 1945, tahun yang sama dengan kemerdekaan Negara kita, Indonesia.

Pantas kiranya jika Korea Selatan disebut sebagai macan Asia. Mengapa demikian? Korea Selatan hanya memiliki luas wilayah yang tak lebih besar dari separuh pulau Sumatera, tetapi dalam jangka waktu 64 tahun ini, telah banyak kemajuan, terutama dalam bidang teknologi, yang telah diraih oleh Negara yang menganut paham demokrasi ini.

Jangka waktu 64 tahun yang dimanfaatkan oleh Korea Selatan untuk membangun negerinya sama dengan jangka waktu yang dimiliki oleh Indonesia untuk membangun negeri ini setelah terlepas dari kungkungan penjajah. Namun, mengapa Indonesia tertinggal jauh dengan Korea Selatan? Continue reading →

Sekolah untuk Menjadi Ibu

Saya rasa semua wanita normal pasti menginginkan untuk menjadi seorang ibu. Belum lengkap rasanya jika seorang wanita belum pernah menimang anak dan mencurahkan semua kasih sayangnya pada buah hatinya itu.

Yah, saya yakin pasti semua wanita ingin menjadi seorang ibu.

Namun apakan semua wanita telah siap menjadi seorang ibu?

 

Realita saat ini

Beberapa berita, baik di media cetak maupun elektronik pernah memaparkan fakta pada kita tentang kelalaian ibu dalam menjaga anaknya yang berujung pada kematian sang anak.

Oke oke, itu mungkin salah satu contoh ekstrim. Saya akan beri contoh yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita.

Pasti kita pernah melihat seorang anak yang menangis sampai meraung-raung di pusat perbelanjaan karena keinginannya tidak dituruti oleh sang ibu, atau kita sering melihat seorang ibu yang sangat ”ringan tangan” pada anaknya, atau kita juga sering melihat seorang anak yang sangat sulit sekali diatur, atau juga remaja yang kurang menghormati orang tuanya terutama ibunya.

Fiuuhhh, ternyata susah sekali ya mendidik anak sesuai dengan yang kita inginkan? Continue reading →

Ta’in Jilid II

Dear All, masih inget khan sama Ta’in yang pernah kuceritain dulu?

Nah, aku punya cerita lanjutan tentang dia. Agak merasa bersalah juga sih baru sempat nulisinnya sekarang. Dan itu juga baru keinget barusan waktu aku ngecek list ide tulisan yang akan kubuat. Jadi waktu libur lebaran kemaren, dia sempat silaturrahmi ke rumahku dan aku akhirnya ketemu langsung dengan dia. Di pertemuan itu, aku cerita-cerita sama dia… mmhh, jadi terharu lagi aku…

Ok, kita mulai ya ceritanya…

***

Sosok Ta’in

Ta’in, akhirnya saya bisa bertemu dengan dia. Berkesempatan untuk mengenalnya secara langsung. Dan, sekali lagi, terharu akan kegigihannya.

Ta’in yang saat itu saya temui, hampir sama dengan yang diceritakan oleh mama saya. Kenapa saya bilang hampir sama? Karena ternyata Ta’in anaknya agak pemalu.

Saat bertemu dengan saya, saya memergokinya beberapa kali curi-curi pandang di awal perbincangan kami. Tapi lama-lama, ia berani juga natap mata saya J. Terus, Ta’in sepertinya juga agak grogi, tapi lama-lama, suasana perbincangan kami lebih cair setelah saya bercerita tentang pengalaman-pengalaman saya dan memberinya beberapa masukan.

Ta’in perlu jam terbang aja kali ya untuk ngatasin sikap pemalunya? Atau karena saya lebih tua lima tahun dari dia, jadi dia merasa sedikit sungkan?

Anyway, Ta’in sama persis seperti cerita mama saya dalam hal kegigihannya. Dengan semua keterbatasan yang membelenggunya, dia memiliki semangat yang luar biasa.

Continue reading →

Musafir dan Keringanan untuk Tidak Berpuasa

Seminggu yang lalu saya mudik. Saya mudik menggunakan sarana transportasi kereta api. Saya sangat berharap tidak ada orang yang duduk di sebelah saya di kereta api. Saya berani berharap demikian karena saya mudik 10 hari sebelum lebaran dan jumlah pemudik masih belum padat.

Harapan saya tidak terkabulkan, saya harus mendapati seorang laki-laki setengah baya duduk di sebelah saya dalam perjalanan kereta Jakarta-Surabaya. Namun saya, tak berhenti berharap, saya berharap laki-laki ini tidak bawel dan mengajak saya mengobrol, karena saya saat itu sedang letih sekali dan tidak ingin mengobrol dengan orang yang tidak saya kenal. Alhamdulillah, harapan saya yang kedua dikabulkan Yang Maha Kuasa. Laki-laki itu tidak bawel, dia menghabiskan perjalanan dengan membaca buku dan tidur. Dia tidak mengajak saya untuk ngobrol kecuali saat menanyakan saya turun dimana. Saya jawab ”di Surabaya” dan saya balik bertanya padanya, dia menjawab dia turun di Semarang. Alhamdulillah, saya mendapat ”bonus”! Saya sudah mendapatkan teman duduk yang tidak bawel dan setengah perjalanan Jakarta-Surabaya (Semarang-Surabaya) saya tempuh dengan tidak memikili teman duduk di sebelah saya (kecuali kalau ada orang yang nanti naik kereta ini di Semarang danmenggantikan posisinya, saya berharap tidak ada dan memang tidak ada orang yang menggantikannya, senangnya… 🙂 ).

Continue reading →

Karena atau Walaupun??

Cinta,, satu kata yang rasanya tak kan pernah habis untuk selalu menjadi topik pembicaraan. Dari zaman Plato hingga Shakespeare, dari zaman Megalitikum hingga Millenium, dan dari zaman Majapahit hingga Reformasi, cinta selalu memenuhi kehidupan kita sehari-hari.

Sepasang anak manusia saling mengenal, lalu mereka menjalin hubungan yang lebih dekat, menjadi sepasang kekasih, lalu memutuskan untuk menikah. Semua itu terjadi karena cinta. Cintalah yang menjadikan sepasang kekasih menjadi sepasang suami istri yang diikat dalam suatu hubungan sakral bernama pernikahan. Akan tetapi mengapa setelah beberapa tahun menikah, banyak dari pasangan suami istri tersebut yang memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dan memilih kata ”cerai” sebagai solusi terbaik bagi mereka? angka perceraian di Indonasia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Negara-negara Islam lainnya. Ironis sekali kenyataan itu…

Jika kita tinjau ulang apa yang mendasari orang memutuskan untuk membina rumah tangga dengan lawan jenisnya, jawabannya mungkin sebagian besar adalah “karena aku mencintainya”. Namun, begitu cepatkan cinta itu hilang, hingga sebagian pasangan suami istri memutuskan untuk bercerai sebagai solusi terbaik setelah beberapa tahun mereka hidup bersama???

Cinta memang salah satu hal yang mendasari suatu hubungan (apapun bentuknya: pertemanan, persahabatan, pacaran, pernikahan). Namun menurut saya hubungan itu akan cepat rusak jika kita mendefinisikan cinta disandingkan dengan kata “karena”. Continue reading →