Sekolah untuk Menjadi Ibu

Saya rasa semua wanita normal pasti menginginkan untuk menjadi seorang ibu. Belum lengkap rasanya jika seorang wanita belum pernah menimang anak dan mencurahkan semua kasih sayangnya pada buah hatinya itu.

Yah, saya yakin pasti semua wanita ingin menjadi seorang ibu.

Namun apakan semua wanita telah siap menjadi seorang ibu?

 

Realita saat ini

Beberapa berita, baik di media cetak maupun elektronik pernah memaparkan fakta pada kita tentang kelalaian ibu dalam menjaga anaknya yang berujung pada kematian sang anak.

Oke oke, itu mungkin salah satu contoh ekstrim. Saya akan beri contoh yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita.

Pasti kita pernah melihat seorang anak yang menangis sampai meraung-raung di pusat perbelanjaan karena keinginannya tidak dituruti oleh sang ibu, atau kita sering melihat seorang ibu yang sangat ”ringan tangan” pada anaknya, atau kita juga sering melihat seorang anak yang sangat sulit sekali diatur, atau juga remaja yang kurang menghormati orang tuanya terutama ibunya.

Fiuuhhh, ternyata susah sekali ya mendidik anak sesuai dengan yang kita inginkan?

Memang, mendidik anak bukan hanya tugas seorang ibu. Ayah juga memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengasuhan anak. Namun, kita tidak bisa memungkiri bahwa sesuai dengan tugas domestiknya, wanita sebagai ibu adalah orang yang paling dekat dengan anak dan memegang peranan utama dalam mengasuh anak.

Banyak ibu, terutama ibu-ibu muda yang baru memiliki seorang anak mengeluh akan perilaku anaknya yang sulit dikendalikan.

Saya pernah baca tentang seorang ibu yang sangat desperate karena ia tidak berdaya mengendalikan anaknya. Ditambah lagi dengan campur tangan dari orang tuanya yang selalu merasa lebih tahu darinya tentang mendidik anak. Sampai-sampai ia berpikir, kalau ada sekolah yang khusus diperuntukkan bagi calon ibu, ia pasti akan jadi murid yang pertama.

 

Sekolah menjadi seorang ibu…

Tidak ada sekolahan atau tempat kursus yang dengan khusus menyediakan program untuk menjadi seorang ibu. Padahal menurut saya hal ini sangat penting.

Ibu-ibu jaman dulu sampai ibu-ibu jaman sekarang, kebanyakan melakukan praktik pengasuhan sama seperti apa yang pernah diterimanya. Jadi, bagaimana pengalaman yang pernah diperoleh ketika ia masih menjadi anak, akan dipraktikkan ulang saat ia menjadi seorang ibu. Nah, terkadang ada beberapa praktik pengasuhan yang sudah tidak sesuai dengan konteks zaman sekarang ini. Selain itu, ada beberapa praktik pengasuhan yang sebenarnya kurang baik, tapi banyak dari kita kurang menyadarinya.

Saya kasih contoh ya biar lebih jelas. Misalnya gini: orang tua selalu berpikir bahwa anak yang pintar adalah anak yang prestasi akademiknya bagus. Padahal, kecerdasan seseorang kan nggak melulu ada di segi akademik. Atau kalau pake teori multiple intelligences-nya Gardner, kecerdasan akademik itu termasuk daam kecerdasan logical-mathematic. Sedangkan manusia kan punya aspek kecerdasan yang lain. Siapa tahu kecerdasan anak itu yang menonjol bukan di aspek logic-mathematicnya. Mungkin di kecerdasan linguisticnya, atau kinestetik, atau bahkan music? Kita tidak tahu kalau treatment yang kita beri ke anak kita hanya untuk kecerdasan logic-mathematic aja. Terus kalau anak kita tidak menunjukkan prestasi yang bagus atau pemahaman yang cepat di bidang itu, kita dengan semena-menanya mencap anak kita bodoh. Padahal mungkin kecerdasannya yang utama bukan di bidang itu. Anak yang dicap bodoh akan jadi minder dan merasa bahwa semua yang dilakukannya pasti nggak berguna. Terus ia melakukan hal-hal yang ”aneh-aneh” hanya untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Nah, kalo udah kayak gini salah siapa?

 

Balik lagi ke masalah sekolah untuk ibu-ibu, eh salah. Sekolah untuk menjadi ibu maksudnya :D.

 

Menjadi seorang ibu tidak hanya sekedar trial and error. Astaughfirullah, jangan sampe ya… masa ke anak sendiri kok pake coba-coba sih?

Sebagai calon ibu, kita harus menyiapkan diri menjadi seorang ibu yang “bertanggung jawab”.

Menjadi ibu bukan sekedar melahirkan anak, menyusui, mengganti popok dan menyediakan semua keperluan anak. Tapi kita juga berkewajiban untuk mendidik dan mengarahkan anak untuk bisa menjalani kehidupannya nanti dengan benar. Brooks bilang kalo tugas utama orang tua itu protecting, nourishing and guiding for life.

Yah, guiding for life.

Jangan dikira kalau tugas yang satu ini mudah untuk dikerjakan. Kalau kita salah menerapkan metode pengasuhan, bisa-bisa kita meng-guiding anak kita ke arah yang salah.

Metode pengasuhan yang terbaik menurut Baumrind adalah yang demokratis. Sedangkan menurut Rohner, pengasuhan yang terbaik adalah yang menerima anak dan bisa menjadi emotional coach bagi anaknya. Kalau menurut saya, dua-duanya harus kita terapkan. Dalam pengasuhan demokratis orang tua dituntut untuk memberikan kasih sayang dan disiplin yang seimbang, sekaligus menghargai dengan sepenuhnya diri si anak. Dalam pengasuhan yang menerima dan pelatih emosi, orang tua dituntut untuk bisa ”mengaduk” emosi si anak sehingga membuat si anak sangat dekat dengan orang tuanya dan secara nggak sadar, patuh pada orang tuanya.

Nah, dari metode ini, kita harus menerapkannya dalam praktik pengasuhan sehari-hari. Tayangan Nanny 911 atau Supernanny bisa jadi salah satu referensi bagaimana praktik pengasuhan yang baik.

 

Menjadi ibu yang berkualitas

Untuk para calon ibu, mumpung masih ada waktu, ayo memperkaya diri sejak saat ini. Sebagian besar anak-anak berkualitas, ibunya pasti berkualitas. Kita dulu yang harus berkualitas kalau menginginkan anak kita berkualitas.

Caranya, banyak-banyak baca buku tentang pengasuhan, nonton Nanny 911 atau Supernanny, latih emosi diri sendiri, perdalam ilmu agama. Dan yang terpenting, bapaknya anak-anak juga harus berkualitas juga dooonk… hehehe… 😛

Terlepas dari sekolah menjadi seorang ibu. Menurut saya, menjadi ibu lebih dari hanya sekedar keterampilan. Menjadi ibu lebih dari hanya sekedar pengalaman.  Menjadi ibu juga lebih dari hanya sekedar teori-teori.

Menjadi ibu, kita harus siap lahir dan bathin.

Hanya seorang ibu yang mengasuh dengan hati, yang bisa mendidik anaknya menjadi pribadi yang berkualitas.

Semoga semua ibu senantiasa mencoba untuk mengasuh dengan hati.

 

Yah, hanya ini yang bisa saya bagi dari salah satu mata kuliah yang pernah saya dapatkan di bangku kuliah. Mata kuliah Parenting. 3 SKS lho!  Fyi, saya dapat A di mata kuliah itu. So, saya calon ibu bersertifikat A. Hehehe… gak penting ya?

 

–Okvina Nur Alvita

One comment

  1. dindin says:

    Love it. Ringan tapi mendidik. Pas buat saya yg new Mom, pas lagi didekat2 hari ibu (eh masih jauh ya :p)
    Trims. Please ad more.

Leave a Reply