Karena atau Walaupun??

Cinta,, satu kata yang rasanya tak kan pernah habis untuk selalu menjadi topik pembicaraan. Dari zaman Plato hingga Shakespeare, dari zaman Megalitikum hingga Millenium, dan dari zaman Majapahit hingga Reformasi, cinta selalu memenuhi kehidupan kita sehari-hari.

Sepasang anak manusia saling mengenal, lalu mereka menjalin hubungan yang lebih dekat, menjadi sepasang kekasih, lalu memutuskan untuk menikah. Semua itu terjadi karena cinta. Cintalah yang menjadikan sepasang kekasih menjadi sepasang suami istri yang diikat dalam suatu hubungan sakral bernama pernikahan. Akan tetapi mengapa setelah beberapa tahun menikah, banyak dari pasangan suami istri tersebut yang memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dan memilih kata ”cerai” sebagai solusi terbaik bagi mereka? angka perceraian di Indonasia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Negara-negara Islam lainnya. Ironis sekali kenyataan itu…

Jika kita tinjau ulang apa yang mendasari orang memutuskan untuk membina rumah tangga dengan lawan jenisnya, jawabannya mungkin sebagian besar adalah “karena aku mencintainya”. Namun, begitu cepatkan cinta itu hilang, hingga sebagian pasangan suami istri memutuskan untuk bercerai sebagai solusi terbaik setelah beberapa tahun mereka hidup bersama???

Cinta memang salah satu hal yang mendasari suatu hubungan (apapun bentuknya: pertemanan, persahabatan, pacaran, pernikahan). Namun menurut saya hubungan itu akan cepat rusak jika kita mendefinisikan cinta disandingkan dengan kata “karena”.

”Aku mencintaimu karena kamu cakep”, berarti jika suatu saat orang itu berubah jadi jelek, sudah nggak cinta lagi donk?

”Aku mencintaimu karena kamu kaya”, berarti jika suatu saat orang itu berubah jadi miskin, sudah nggak cinta lagi donk?

”Aku mencitaimu karena kamu pengertian”, berarti jika suatu saat orang itu berubah jadi nyebelin, sudah nggak cinta lagi donk?

”Aku mencintaimu karena kamu bisa menerima aku apa adanya”, berarti jika suatu saat orang itu berubah jadi orang yang selalu menuntut, sudah nggak cinta lagi donk?

”Aku mencintaimu karena kamu romantis”, berarti jika suatu saat orang itu berubah jadi nggak romantis, sudah nggak cinta lagi donk?

Dan coba perhatikan jika cinta didefinisikan dengan menyandingkannya dengan kata ”walaupun”.

”Aku mencintaimu walaupun kamu jelek”

”Aku mencintaimu walaupun kamu miskin”

”Aku mencintaimu walaupun kamu nyebelin”

“Aku mencitaimu walaupun kamu selalu menuntut aku”

“Aku mencintaimu walaupun kamu cemburuan”

“Aku mencintaimu walaupun suatu saat kamu berubah…”

Mengapa banyak perceraian terjadi? Menurut saya, salah satunya adalah kesalahan orang dalam mendefinisikan cinta. Sebagian besar mendefinisikan cinta dengan menyandingkannya dengan kata karena, bukan walaupun. Maka tak heran melihat tingginya angka perceraian yang terjadi saat ini. Namun jika cinta didefinisikan dengan menyandingkannya dengan kata ”walaupun” maka menurut saya, angka perceraian itu tentunya tak akan sebesar itu.

Jika kita mencitai seseorang dan suatu saat orang itu berubah, maka kita akan tetap bisa bertahan, jika definisi cinta dalam diri kita disandingkan dengan kata walaupun. Kita akan tetap bisa bertahan untuk tetap mencintainya dan juga mempertahankan keluarga yang telah dibina. Pasti kita akan lebih mampu untuk memahaminya, mencoba untuk lebih mengerti, mencari akar permasalahan yang menyebabkan orang yang kita cintai berubah, mencoba untuk mengkomunikasikan dengan baik dan bersama-sama mencari solusi terbaik, yang tentunya bukan perceraian…

Itulah pandangan sederhana saya tentang cinta. Semoga saya tetap bisa menjaga cinta yang ”walaupun” untuk orang yang mendampingi hidup saya nanti… J

Leave a Reply