Ta’in Jilid II

Dear All, masih inget khan sama Ta’in yang pernah kuceritain dulu?

Nah, aku punya cerita lanjutan tentang dia. Agak merasa bersalah juga sih baru sempat nulisinnya sekarang. Dan itu juga baru keinget barusan waktu aku ngecek list ide tulisan yang akan kubuat. Jadi waktu libur lebaran kemaren, dia sempat silaturrahmi ke rumahku dan aku akhirnya ketemu langsung dengan dia. Di pertemuan itu, aku cerita-cerita sama dia… mmhh, jadi terharu lagi aku…

Ok, kita mulai ya ceritanya…

***

Sosok Ta’in

Ta’in, akhirnya saya bisa bertemu dengan dia. Berkesempatan untuk mengenalnya secara langsung. Dan, sekali lagi, terharu akan kegigihannya.

Ta’in yang saat itu saya temui, hampir sama dengan yang diceritakan oleh mama saya. Kenapa saya bilang hampir sama? Karena ternyata Ta’in anaknya agak pemalu.

Saat bertemu dengan saya, saya memergokinya beberapa kali curi-curi pandang di awal perbincangan kami. Tapi lama-lama, ia berani juga natap mata saya J. Terus, Ta’in sepertinya juga agak grogi, tapi lama-lama, suasana perbincangan kami lebih cair setelah saya bercerita tentang pengalaman-pengalaman saya dan memberinya beberapa masukan.

Ta’in perlu jam terbang aja kali ya untuk ngatasin sikap pemalunya? Atau karena saya lebih tua lima tahun dari dia, jadi dia merasa sedikit sungkan?

Anyway, Ta’in sama persis seperti cerita mama saya dalam hal kegigihannya. Dengan semua keterbatasan yang membelenggunya, dia memiliki semangat yang luar biasa.

Agribisnis, Universitas Jember

Ta’in tidak lolos ujian masuk ITB. Tapi dia lolos SMPTN. Dia diterima di Agribisnis, Universitas Jember. Not bad.

Dua setengah juta, sebanyak itu ia dan ibunya harus membayar uang masuk kuliah. Itupun sudah dikurangi beberapa kali karena mereka membuat keterangan tidak mampu.

Dua setengah juta mungkin sangat kecil nilainya bagi kita. Bahkan teman satu fakultas saya ada yang uang saku per bulannya tiga juta. Namun bagi Ta’in dan ibunya, angka itu pasti sangatlah tinggi. Tapi untungnya pihak Universitas memberikan keringanan bagi Ta’in dan ibunya untuk mencicil uang masuk itu.

Tempat Tinggal Baru

Terlepas dari dua setengah juta, ada permasalahan lain yang muncul. Tempat tinggal. Ta’in yang memiliki keinginan yang kuat, pernah bilang pada mama saya kalau ia rela jika harus tinggal di masjid sekalipun, demi bisa tetap kuliah.

Tapi pertolongan dari Allah selalu ada.

Ibu Ta’in punya majikan. Majikannya punya saudara. Saudara dari majikan ibu Ta’in (sebut saja ibu X, maaf saya lupa namanya) tinggal sendiri di Jember karena anak-anaknya sudah memiliki rumah sendiri semua. Supaya rumahnya nggak sepi, ia mau berbagi rumahnya dengan beberapa mahasiswa yang kurang mampu. Ta’in tinggal bersama ibu X itu dan beberapa mahasiswa lain.

Akan selalu ada orang-orang yang berhati malaikat. Ibu X salah satunya. Ia tidak mengharuskan mahasiswa-mahasiswa itu membayar sewa kamar yang ditempati. Bahkan, ia juga menyediakan makan untuk mereka. Alhamdulillah, Ta’in memperoleh tempat tinggal yang cukup layak, walaupun disela-sela kuliahnya ia harus membantu pekerjaan rumah tangga ibu X. Yah, better lah… daripada harus tidur di Masjid.

35 kilometer

Ta’in sudah mendapatkan tempat tinggal yang layak selama kuliah. Tapi sayangnya, jarak antara kampus Universitas Jember dengan rumah ibu X tidak dekat. Sekitar empat kilo-an.

Nggak mungkin donk jalan tiap hari, apalagi kalo udah mepet dengan jadwal kuliah. So, Ta’in membawa sepeda kumbangnya dari rumah. Tiap hari Ta’in ke kampus dengan mengendarai sepeda.

Ternyata nggak cuman ke kampus Ta’in naik sepeda. Kalau ia pulang ke rumahnya di kampung (kampung saya juga sih… J), ia juga bersepeda.

35 km, hampir sama dengan jarak Jakarta-Bogor.

Ya, Ta’in harus menempuh jarak 35km itu jika ia ingin pulang ke rumahnya.

”Sayang uang ongkosnya mbak, trus biar bisa sekalian olah raga. Hehehe…”, jawab Ta’in ketika saya tanya alasannya bersepeda.

Trenyuh saya mendengarnya, tapi saya kuatkan hati supaya air mata ini tidak jatuh.

Selalu, Ekonomi

Lagi-lagi, selalu masalah ekonomi. Keterbatasan ekonomi membuat seseorang menjadi tidak berdaya. Ketidakberdayaan menimbulkan masalah ekonomi. Dua kondisi ini seperti lingkaran setan. Ta’in termasuk di dalamnya. Tapi ia ingin memutus lingkaran itu.

Menurut Ta’in, hanya dengan satu kata lingkaran setan itu bisa diputus, Pendidikan.

Memang, dalam Undang-Undang Dasar ’45 disebutkan bahwa negara menjamin warganya untuk memperoleh pendidikan. Tapi yang dimaksudkan disitu mungkin hanya pendidikan dasar atau wajib belajar 9 tahun. Yang pastinya sudah tidak layak lagi untuk konteks sekarang ini.

Hanya bermodal wajib belajar 9 tahun jelas-jelas tidak cukup untuk mengubah nasib. Nasib Ta’in salah satunya. Ta’in berharap ia dapat mengubah nasibnya dan nasib ibunya dengan pendidikan.

Mimpi itu…

Ta’in ingin mengejar pendidikannya. Ia ingin pendidikan yang terbaik bagi dirinya. Agribisnis Universitas Jember belum cukup bagi Ta’in. Ia masih bersikeras untuk bisa kuliah di ITB. Apalagi setelah saya menceritakan bagaimana bedanya kuliah di daerah Jawa Barat dengan Jawa Timur. Ta’in semakin mantap untuk mencoba lagi ujian masuk ITB.

Terlebih lagi dengan dukungan dari kakak kelas Ta’in waktu SMA yang saat ini kuliah di ITB, Ta’in semakin mantap untuk kuliah di ITB. Selain itu, salah satu tetangga Ta’in ada yang dosen ITB. Bapak ini yang menyarankan Ta’in untuk ikut ujian masuk ITB untuk yang kedua kalinya. Dan Ta’in saat ini sedang mengerahkan segala usaha (maksudnya belajar) supaya bisa lolos seleksi masuk ITB. Ta’in tidak menyerah…

***

Ta’in, salah satu potret dari sekian banyak penduduk Indonesia yang tidak berdaya. Apalagi alasan ketidakberdayaan di Indonesia selain karena masalah ekonomi?

Tapi Ta’in tidak mau menyerah dengan ketakberdayaannya. Dengan semua keterbatasannya, ia masih gigih mengejar salah satu mimpinya. Kuliah di ITB. Semoga Ta’in bisa mengejar mimpinya itu…

***

Mbak yakin kamu bisa Ta’in… Jangan pernah menyerah sayang… Karena cuman pengecut dan pecundang yang boleh menyerah… Dan mbak percaya kamu nggak punya mental seperti itu. Dua kata itu nggak ada dalam kamus diri kamu… Terus berjuang ya… Yakinlah kalo pertolongan dari Allah pasti selalu ada…

–Okvina Nur Alvita

Leave a Reply