Sekolah untuk Menjadi Ibu

Saya rasa semua wanita normal pasti menginginkan untuk menjadi seorang ibu. Belum lengkap rasanya jika seorang wanita belum pernah menimang anak dan mencurahkan semua kasih sayangnya pada buah hatinya itu.

Yah, saya yakin pasti semua wanita ingin menjadi seorang ibu.

Namun apakan semua wanita telah siap menjadi seorang ibu?

 

Realita saat ini

Beberapa berita, baik di media cetak maupun elektronik pernah memaparkan fakta pada kita tentang kelalaian ibu dalam menjaga anaknya yang berujung pada kematian sang anak.

Oke oke, itu mungkin salah satu contoh ekstrim. Saya akan beri contoh yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita.

Pasti kita pernah melihat seorang anak yang menangis sampai meraung-raung di pusat perbelanjaan karena keinginannya tidak dituruti oleh sang ibu, atau kita sering melihat seorang ibu yang sangat ”ringan tangan” pada anaknya, atau kita juga sering melihat seorang anak yang sangat sulit sekali diatur, atau juga remaja yang kurang menghormati orang tuanya terutama ibunya.

Fiuuhhh, ternyata susah sekali ya mendidik anak sesuai dengan yang kita inginkan? Continue reading →

Ta’in Jilid II

Dear All, masih inget khan sama Ta’in yang pernah kuceritain dulu?

Nah, aku punya cerita lanjutan tentang dia. Agak merasa bersalah juga sih baru sempat nulisinnya sekarang. Dan itu juga baru keinget barusan waktu aku ngecek list ide tulisan yang akan kubuat. Jadi waktu libur lebaran kemaren, dia sempat silaturrahmi ke rumahku dan aku akhirnya ketemu langsung dengan dia. Di pertemuan itu, aku cerita-cerita sama dia… mmhh, jadi terharu lagi aku…

Ok, kita mulai ya ceritanya…

***

Sosok Ta’in

Ta’in, akhirnya saya bisa bertemu dengan dia. Berkesempatan untuk mengenalnya secara langsung. Dan, sekali lagi, terharu akan kegigihannya.

Ta’in yang saat itu saya temui, hampir sama dengan yang diceritakan oleh mama saya. Kenapa saya bilang hampir sama? Karena ternyata Ta’in anaknya agak pemalu.

Saat bertemu dengan saya, saya memergokinya beberapa kali curi-curi pandang di awal perbincangan kami. Tapi lama-lama, ia berani juga natap mata saya J. Terus, Ta’in sepertinya juga agak grogi, tapi lama-lama, suasana perbincangan kami lebih cair setelah saya bercerita tentang pengalaman-pengalaman saya dan memberinya beberapa masukan.

Ta’in perlu jam terbang aja kali ya untuk ngatasin sikap pemalunya? Atau karena saya lebih tua lima tahun dari dia, jadi dia merasa sedikit sungkan?

Anyway, Ta’in sama persis seperti cerita mama saya dalam hal kegigihannya. Dengan semua keterbatasan yang membelenggunya, dia memiliki semangat yang luar biasa.

Continue reading →

Musafir dan Keringanan untuk Tidak Berpuasa

Seminggu yang lalu saya mudik. Saya mudik menggunakan sarana transportasi kereta api. Saya sangat berharap tidak ada orang yang duduk di sebelah saya di kereta api. Saya berani berharap demikian karena saya mudik 10 hari sebelum lebaran dan jumlah pemudik masih belum padat.

Harapan saya tidak terkabulkan, saya harus mendapati seorang laki-laki setengah baya duduk di sebelah saya dalam perjalanan kereta Jakarta-Surabaya. Namun saya, tak berhenti berharap, saya berharap laki-laki ini tidak bawel dan mengajak saya mengobrol, karena saya saat itu sedang letih sekali dan tidak ingin mengobrol dengan orang yang tidak saya kenal. Alhamdulillah, harapan saya yang kedua dikabulkan Yang Maha Kuasa. Laki-laki itu tidak bawel, dia menghabiskan perjalanan dengan membaca buku dan tidur. Dia tidak mengajak saya untuk ngobrol kecuali saat menanyakan saya turun dimana. Saya jawab ”di Surabaya” dan saya balik bertanya padanya, dia menjawab dia turun di Semarang. Alhamdulillah, saya mendapat ”bonus”! Saya sudah mendapatkan teman duduk yang tidak bawel dan setengah perjalanan Jakarta-Surabaya (Semarang-Surabaya) saya tempuh dengan tidak memikili teman duduk di sebelah saya (kecuali kalau ada orang yang nanti naik kereta ini di Semarang danmenggantikan posisinya, saya berharap tidak ada dan memang tidak ada orang yang menggantikannya, senangnya… 🙂 ).

Continue reading →

Karena atau Walaupun??

Cinta,, satu kata yang rasanya tak kan pernah habis untuk selalu menjadi topik pembicaraan. Dari zaman Plato hingga Shakespeare, dari zaman Megalitikum hingga Millenium, dan dari zaman Majapahit hingga Reformasi, cinta selalu memenuhi kehidupan kita sehari-hari.

Sepasang anak manusia saling mengenal, lalu mereka menjalin hubungan yang lebih dekat, menjadi sepasang kekasih, lalu memutuskan untuk menikah. Semua itu terjadi karena cinta. Cintalah yang menjadikan sepasang kekasih menjadi sepasang suami istri yang diikat dalam suatu hubungan sakral bernama pernikahan. Akan tetapi mengapa setelah beberapa tahun menikah, banyak dari pasangan suami istri tersebut yang memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dan memilih kata ”cerai” sebagai solusi terbaik bagi mereka? angka perceraian di Indonasia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Negara-negara Islam lainnya. Ironis sekali kenyataan itu…

Jika kita tinjau ulang apa yang mendasari orang memutuskan untuk membina rumah tangga dengan lawan jenisnya, jawabannya mungkin sebagian besar adalah “karena aku mencintainya”. Namun, begitu cepatkan cinta itu hilang, hingga sebagian pasangan suami istri memutuskan untuk bercerai sebagai solusi terbaik setelah beberapa tahun mereka hidup bersama???

Cinta memang salah satu hal yang mendasari suatu hubungan (apapun bentuknya: pertemanan, persahabatan, pacaran, pernikahan). Namun menurut saya hubungan itu akan cepat rusak jika kita mendefinisikan cinta disandingkan dengan kata “karena”. Continue reading →

Ta’in

Ta’in, saya belum pernah bertemu sebelumnya dengan anak ini. Tapi saya mengenal Ta’in melalui cerita dari mama saya. Seperti biasa, ritual yang selalu saya lakukan jika pulang ke rumah atau jika mama saya ke Bogor adalah tidur bersama mama yang sebelumnya diisi dengan saling cerita dan saling curhat. Beberapa minggu yang lalu, mama ke Bogor karena ada saudara saya yang menikah di Bandung. Dan momen tersebut tidak saya sia-siakan untuk melakukan ritual sebelum tidur bersama mama saya. Continue reading →