You’re Priceless, Mom

“Cuma ibu rumah tangga”, saya ngerasa banyak wanita yang minder dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Saya bisa menyimpulkan seperti itu karena sebagian diantara mereka menambahkan kata “cuma” sebelum mereka menyebutkan “ibu rumah tangga”.

Profesi saya saat ini juga ibu rumah tangga. Tapi saya nggak malu tuh walau tiap hari hanya di rumah, ngurus rumah, ngurus anak dan juga ngurus suami. Justru disitu saya sangat merasa kalau keluarga saya sangat membutuhkan saya. Perasaan dibutuhkan ini yang tak ternilai banget rasanya.

Mungkin ini hanya pembelaan saya yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang tidak bisa menghasilkan materi untuk keluarga saya, namun perasaan selalu dibutuhkan yang saya rasakan itu, mengalahkan semua keinginan saya untuk kembali bekerja di luar rumah dan mengaktualisasikan diri saya lagi. Melihat anak saya yang sering banget panggil-panggil saya “ibu… ibu…” kalau dia ingin ditemani main, atau merasakan suami saya yang pasti butuh bantuan saya untuk menyelesaikan urusan usaha kami, membuat saya merasa jadi orang paling penting di dunia.

Entah, apa yang dirasakan wanita lain yang profesinya sama seperti saya. Tapi bagi saya profesi ini penting. Sama pentingnya seperti profesi presiden untuk suatu negara, pilot untuk suatu pesawat dan driver untuk suatu mobil. Kita yang jadi pengendali jalannya rumah tangga kita. Kita dibutuhkan. Kita berharga. Yes, we’re priceless. You’re priceless mom!

Miss World 2013 di Indonesia: Tolak atau Dukung?

Sebenarnya saya beberapa tahun terakhir ini udah males banget mau nulis isyu-isyu yang sedang hot dibicarakan baik di dalam negeri maupun di dunia luar. Nggak ngerti kenapa, saya lebih suka menuliskan tentang kehidupan dan pemikiran saya sebagai full time mother and housewife. Tapi karena isyu ini menyangkut tempat dimana saya tinggal sekarang ini. Maka saya tergelitik untuk membahasnya. Ya apalagi kalau bukan tentang perhelatan Miss World yang kebetulan tahun ini Indonesia menjadi tuan rumahnya dan pembukaannya diadakan di Bali.

Beberapa minggu belakangan ini santer sekali diberitakan di berbagai media, termasuk media sosial tentang beberapa pihak yang menolak Miss World 2013 diadakan di Indonesia. Karena sepertinya heboh banget penolakan Miss World ini sampai-sampai ada demo (pastinya tidak terjadi di Bali) ibu-ibu yang bawa anaknya ikutan demo siang hari bolong (nggak kasian apa bu sama anaknya?).

Anyway, saya mau menyampaikan opini saya tentang Miss World 2013 yang diselenggarakan di negeri kita tercinta ini.

Jujur saya katakan tuliskan bahwa saya mendukung Miss World 2013 diadakan di Indonesia. Waahh, saya pasti akan dicecar nih sama orang-orang yang mendukung #TolakMissWorld atau #BatalkanMissWorld. Hehehe… beda pendapat sah-sah aja kan?

Pertimbangan saya mengapa saya mendukung Miss World 2013 di Bali adalah tidak lain dan tidak bukan karena profesi (sampingan) saya saat ini yang berkecimpung di dunia pariwisata. Miss World itu suatu event yang bertaraf internasional. Nah, ini bisa dijadikan salah satu sarana untuk promosi pariwisata Indonesia kan? Bisa dibayangkan berapa pasang mata di seluruh penjuru dunia yang menonton Miss World 2013, so berapa banyak rupiah yang bisa dihemat untuk promosi pariwisata tersebut? Saya nggak bisa sebutin angkanya karena takut salah. I mean, nggak punya data yang sahih tentang hal ini. Nah, promosi pariwisata udah kena, hal ini pasti akan memicu datangnya wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Artinya apa? akan ada pergerakan ekonomi disana, apalagi di masa sekarang ini saat rupiah sedang anjlok. Kalau sudah gitu siapa yang untung? Masyarakat Indonesia juga kan?

Selain untuk urusan pariwisata, dengan adanya ajang Miss World di Indonesia kita juga bisa memperbaiki atau memperbagus lagi citra Indonesia di mata dunia bahwa Indonesia itu negara yang aman bagi para investor untuk menanamkan modalnya disini. Kalau sudah gitu siapa yang untung? Masyarakat Indonesia juga kan?

Miss World 2013

Miss World 2013

Continue reading →

Bosan dengan Perilaku Istri by Arga

Saya seorang suami. Pegawai yang mapan walau tidak kaya. Usia saya 50 tahun, sedangkan istri 45 tahun.

Sudah 4 tahunan istri tidak mau mencuci piring atau pakaian, menyapu lantai rumah juga tidak mau dengan alasan capai. Saya yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga itu, padahal kami sama-sama bekerja. Saya guru SLTA istri saya  guru PAUD. Kalau saya suruh mengerjakan alasan capai terus disuruh cari pembantu. Akhirnya semua saya yang kerjakan. Kalau disuruh, istri saya malah marah dan selalu bilang cari pembantu saja.

Bagaimana solusinya? Istri saya hanya sibuk dengan organisasi dan facebook.

Perselingkuhan Mereka

Selingkuh, kenapa ya kok saya sering banget melihat perselingkuhan terjadi di sekitar saya. Karyawan saya, teman (suami) saya, tamu saya, beberapa diantaranya selingkuh. Nah, akan saya ceritakan beberapa modus mereka yang berselingkuh.

  • Cerita pertama, sebut saja namanya Budi. Salah satu driver di kantor saya. Kalau pas lagi di kantor seringnya dia telepon-teleponan sama entah siapa. Tapi yang pasti perempuan. Sebagai driver jam kerjanya tidak jelas, bisa dari pagi buta sampai tengah malam, bisa juga dari jam 1 siang sampai jam 3 sore aja. Nah, di waktu-waktu senggangnya sebagai driver, dia manfaatkan untuk telepon-teleponan dengan orang yang saya yakin itu adalah selingkuhannya. Kadang saya mencuri dengar pembicaraannya ditelepon (kalo pas lagi di kantor), seringkali dia merencanakan untuk ketemu orang itu atau dia menyatakan kekesalannya karena semalam janji untuk ketemu tidak dipenuhi oleh si selingkuhannya. Fiuuuhh… Kasihan ya istrinya…
  • Cerita kedua, sebut saja namanya Andi. Salah satu teman suami saya yang bekerja sebagai driver di salah satu perusahaan jasa rental mobil-mobil bagus (Camry, Alphard, dll). Modus perselingkuhannya adalah dia sengaja ke spa plus-plus. Setelah mengantar tamu pulang ke hotel, dia tidak langsung pulang ke rumah. Tapi masih mampir dulu ke tempat spa plus-plus itu. Ondeh mandeh… Kasihan ya istrinya…
  • Cerita ketiga, sebut saja namanya Aryo. Tamu saya. Dia sudah berulang kali ke Bali. Menginap di hotel / villa bagus-bagus, dan tentunya mahal. Tapi tiap kali dia datang ke Bali, perempuan yang menemaninya bukan istrinya dan selalu ganti-ganti. Saking seringnya dia menggunakan jasa kami kalau lagi berlibur ke Bali, hubungan dia dengan suami saya sudah seperti teman, bukan lagi customer-penyedia jasa. So, suami saya akrab banget sama Aryo. Menurut suami saya, belum pernah dia tau si Aryo berlibur ke Bali dengan istri dan anaknya. Ampuuunnn… Kasihan ya istrinya…
  • Cerita keempat, sebut saja namanya Roy. Tamu saya yang akhirnya jadi seperti teman karena dia tujuh bulan tinggal di Bali (dimutasi oleh kantornya ke Bali), dan selama di Bali dia selalu menggunakan jasa kami untuk membeli tiket pesawat, rental mobil dan paket wisata untuk entertain bos-bosnya dari Jakarta. Singkat kata, dia sengaja “nge-push” istrinya untuk pulang kampung ke Medan dan liburan ke luar negeri (Malaysia dan Singapore) bersama anaknya yang masih berumur satu setengah tahun. Sekitar 3 minggu istrinya tidak di Bali dan selama itu juga dia melaksanakan rencana terpendamnya. Hari pertama istrinya tidak di rumah dia sudah ribut nyari-nyari cewek panggilan. Dan itu berlangsung sampai sehari sebelum istrinya balik ke Bali. Haduuhhh… Kasihan ya istrinya…
  • Cerita kelima, sebut saja namanya Made. Teman suami saya, orang Bali asli. Modus perselingkuhannya adalah, dia sengaja menyewa kamar kosan untuk menghemat biaya “check in hotel”. Jadi, dia bilang sama istrinya kalau dia tidak bisa fokus kerja di rumah karena terganggu dengan anaknya yang masih kecil (sekitar 7 tahun mungkin umurnya), makanya dia butuh tempat di luar rumah (kost) supaya dia bisa lebih giat lagi dalam bekerja (dia seorang internet marketer). Tapi itu cuma modus aja. Yang benar adalah, dia menyewa kamar kost untuk mempermudah perselingkuhannya dengan wanita lain. Astagaaa… Kasihan ya istrinya…

Itu lima cerita perselingkuhan beberapa laki-laki yang saya tahu. Tentu di luar sana ada lebih banyak lagi laki-laki yang berselingkuh. Kalau ditanya mengapa mereka selingkuh, mostly jawabannya karena si istri sudah tidak menarik lagi dan tidak mampu melayani mereka dengan baik.

Fine, di satu sisi meman mereka salah, salah karena telah berselingkuh dan mengkhianati pasangan hidupnya. Tapi sebagai istri memang sepatutnya kita juga harus berbenah.

Saya tahu bagaimana capeknya mengurus anak, rumah, suami dan juga kerjaan kantor. Sampai-sampai memang kita nggak ada waktu untuk diri sendiri, untuk merawat dan mendandani diri. Tapi ya, yang namanya suami juga harus dijaga, ya tho? jangan nanti jerit-jerit kalau suaminya sudah hilang “digondol” orang. Karena gini ya, nggak semua suami bilang apa yang sebenarnya mereka inginkan dari istrinya. Di depan istrinya si suami nerima aja apa yang ada, di depan istrinya mereka seperti suami baik-baik. Tapi tahukan para istri apa yang sebenarnya terjadi di belakangnya? Si suami ngelaba sama perempuan lain! Fiuuhh… Apa nggak sakit hati tuh?

Selingkuh, sudah pasti salah. Tapi coba cari alasan mendasar kenapa suami sampai selingkuh. Jangan hanya nyalahin orang lain. Tapi harus sama-sama introspeksi diri.

Filosofi Gerobak Nasi Goreng

Gerobak Nasi Goreng, saya tentu nggak akan ngebahas tentang pembuatan gerobak nasi goreng atau seluk beluk gerobak nasi goreng. Soalnya bikin sesuatu bentuk dari mainan blog anak saya Avi saja, saya suka bingung, gimana mau bikin gerobak nasi goreng?? Ya kan??

Anyway, saya akan ngebahas filosofi di balik gerobak nasi goreng. Waduh, kok kesannya jadi serius banget gini ya? Filosofi. Serasa balik lagi ke jaman kuliah dulu. Oke, sekarang buka chapter delapan. Nah loh! Yuk ah, mulai pembahasannya.

Filosofi Gerobak Nasi Goreng

Filosofi Gerobak Nasi Goreng (image from: www.dewanatha.com)

Beberapa penjual nasi goreng atau penjual makanan kaki lima jenis lain kadangkala personilnya sepasang suami istri. Sebagian besar orang mungkin tidak memperhatikan sisi lain dari penjual makanan kaki lima yang personilnya sepasang suami istri. Saat mereka beli nasi goreng, mereka cuman pesen, makan, bayar, pulang. Atau pesen, bungkus, bayar, pulang. Coba deh kita perhatiin di luar prosesi jual beli nasi gorengnya, tapi gimana sepasang suami istri saling bahu-membahu dan mendukung untuk mencapai tujuan mereka. Memang sih mungkin banyak yang melihat hal itu simple, hanya saling membantu jualan nasi goreng. Tapi suami saya tercinta, tersayang, tapi (bukan) yang terganteng (ups, sorry honey… ), melihat sisi lain dari gerobak nasi goreng yang sama dia saya akhirnya dibikin judul tulisan ini “Filosofi Gerobak Nasi Goreng”. Dibali gerobak nasi goreng ada suami bertugas ngegoreng nasi sedangkan istrinya bertugas menggoreng telur dan menyiapkan bahan-bahan nasi goreng (atau sebaliknya). Mereka bekerja sama dengan kompak, saling berbagi tugas dengan baik. Dan saat berangkat ataupun pulang  suami istri tersebut sama-sama mendorong gerobak nasi goreng mereka.

Dari “ritual” di balik gerobak nasi goreng oleh pasangan suami istri itu apa yang bisa kita petik? Mereka saling bahu membahu untuk mencapai tujuan mereka, itulah “Filosofi Gerobak Nasi Goreng” versi suami saya. Nah, pertanyaannya sekarang adalah apakah kita sudah menerapkan filosofi tersebut dalam kehidupan rumah tangga kita? Atau kita terlampau egois dengan tujuan/pencapaian diri sendiri?? Silahkan dijawab dalam hati masing-masing, tapi kalau ada yang mau jawab dengan semangat 45 juga monggo. Hehehe…

Filosofi gerobak nasi goreng serasa menampar saya. Bukan hanya sekali saya ingin kembali bekerja di luar rumah. Mengembangkan karir. Beraktualisasi diri. Mewujudkan mimpi pribadi. Apalagi kalau melihat teman-teman saya udah begini-begitu, wuiihh… makin mendidih rasanya pengen kembali aktif di dunia saya yang dulu. Tapi lalu saya merenung, berpikir, untuk apa saya bekerja di luar rumah hanya untuk mengejar upah yang nggak lebih dari lima juta sebulan dan harus mengorbankan waktu bersama keluarga saya (terutama anak). Lebih baik saya di rumah, mengurus anak dan rumah sambil membantu suami mengurus usaha kami, ya kan?

Ya, saya saat ini bersama-sama suami mendorong gerobak dan jualan nasi goreng berdua. Jangan dibayangkan saya ibu-ibu gendut yang jualan nasi goreng di pinggir jalan lho ya (karena aslinya kan sekseh abis cyin!), itu cuma kiasan aja, yang diambil kan filosofinya. Kami bersama-sama sedang membangun, sama-sama berdarah-darah mempertahankan usaha yang saat ini dijalani, sama-sama berbagi tugas untuk mencapai tujuan bersama. Kami sedang menerapkan filosofi gerobak nasi goreng.

Filosofi Gerobak Nasi Goreng oleh suami saya (Marvin Sitorus), simple tapi dalem banget untuk kehidupan rumah tangga.

Antara Orangtua dan Suami by Dhinnie Cute

Sekarang ini saya sedang menghadapi masalah dengan suami saya. Di awal bulan Juni 2013 kami ribut besar yang sebenarnya hanya masalah sepele, lantaran saya tidak mengikuti kemauan suami saya dan di sisi lain saya harus menghormati kedua orang tua saya. Akhirnya kami pisah kurang lebih 1 bulan dan sekarang kami sudah rujuk kembali karena kami memikirkan anak kami yang baru berusia 2 tahun.

Pada intinya suami saya menaruh benci yang teramat dalam kepada orang tua saya. Saya kira setelah kami rujuk suami saya tidak menaruh dendam lagi pada orang tua saya. Ternyata dia masih menaruh dendam.

Di bulan suci Ramadhan ini jujur saya ingin sekali berbuka bersama dengan keluarga saya. Lalu saya sampaikan kepada suami saya. Namun ternyata suami saya tidak berkomentar apa-apa. Dia hanya diam dan membahas yang lain. Akhirnya saya tidak datang ke acara keluarga saya. Saya hanya bisa diam, mengikuti kemauan suami saya.

Pada suatu hari suami saya bilang akan pergi ke rumah orang tuanya buat berbuka disana. Saya pun ikut tanpa ada rasa ingin membalas perbuatan suami saya kepada keluarga saya.

Saya harus bagaimana? Keluarga saya sekarang ini sudah tidak simpati lagi dengan suami saya. Pada awal keributan kemarin keluarga saya menyarankan untuk berpisah (cerai) dengan suami saya. Namun saat itu saya berpikir setiap manusia pasti bisa berubah dan bisa saling memaafkan. Tapi nyatanya suami saya sampai sekarang masih menaruh dendam kepada keluarga saya.

Pertanyaan saya:

  1. Apakah saya harus terus mengikuti kemauan suami saya?
  2. Apakah saya harus berpisah dgn suami saya? (karena saya tidak sanggup jika hidup saya jauh dari keluarga besar saya)

Terimakasih sebelumnya