Menikmati Jadi “Perempuan Biasa”

Well, setelah memutuskan untuk tidak lagi single, saya melepaskansemua embel-embel yang ada dalam diri saya. Karier, usaha pribadi, keaktifan di beberapa organisasi, dan kesibukan saya yang lain. Bukan hal yang mudah untuk melepaskan semua itu. Saya sempat mengalami yang namanya post power sindrome. Saya merasa nggak berguna dan bingung harus berbuat apa. Tapi, untungnya perlahan tapi pasti saya bisa menerima keadaan saya saat ini. Saya mulai menjalani hidup saya dan mendukung usaha suami.

Perempuan Biasa

Sekarang pekerjaan utama saya adalah “happy house wife”. Yup, seperti kebanyakan perempuan lainnya, saya berprofesi sebagai ibu rumah tangga full time. Kebanyakan orang tidak menganggap ini sebagai pekerjaan atau profesi. Mungkin di dalam pikiran mereka seperti ini “Ah, semua perempuan juga pasti bisa melakukan hal itu”. Atau mungkin begini “Perempuan biasa juga bisa kok jadi ibu rumah tangga, nggak perlu ijazah S1, apalagi sampai S2 atau S3”.

Dengan semua yang pernah saya lalui sebelum menikah, mungkin bisa dibilang saat ini saya hanyalah perempuan biasa yang melakukan beberapa hal yang sebagian besar perempuan pasti bisa melakukannya. Ya, saat ini saya memang perempuan biasa, tapi saya menikmati jadi perempuan biasa. 🙂

SABAR

Written by: Ninda Fitrinia

Sekali lagi…SABAR…
Untuk semua pasangan yang sedang berusaha memiliki buah hati….

Sabar

Sabar, sabar dan sabar, itulah kata yang sering saya ucapkan pada diri saya sendiri ketika melihat seorang wanita sedang menimang-nimang bayinya, saat melihat ibu hamil sedang dipapah oleh suaminya untuk menuruni tangga, saat tidak sengaja melihat seorang ibu sedang menyusui anak yang baru saja dilahirkannya di sebuah rumah bersalin, saat melihat foto-foto keluarga muda lengkap dengan si buah hati di profil picture beberapa teman.
Hmmmm…. Sekali lagi, SABAR…..

Saya diberikan waktu untuk menikmati indah dan pahitnya tahun-tahun awal pernikahan kami, dan mempunyai waktu lebih banyak untuk mempersiapkan segalanya yang terbaik untuk buah hati kelak.JAwalnya saya cukup cuek, belum dikaruniai keturunan sampai usia pernikahan saya menginjak 2 tahun. Bahkan saya bisa dengan enteng menanggapi guruan beberapa teman mengenai infertilitas pernikahan saya, dengan menyampaikan sisi positif yang saya dapatkan dari keadaan ini. Dalam hal ini saya menanamkan dalam otak saya bahwa memang belum waktunya saya untuk menjadi seorang ibu, saat ini saya masih muda, saya masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk ber”pacaran” dengan suami saya

Tapi, setelah pernikahan saya melewati usia 2 tahun, saya mulai terusik dengan kesepian saya. Mungkin karena sejak pertengahan bulan Januari 2011 saya tidak lagi bekerja dan belum mempunyai kesibukan apapun sampai saat ini. Apalagi setelah mendengar kabar gembira dari adik saya dan beberapa teman yang baru menikah kalau mereka sudah hamil. Mulai deh muncul pertanyaan aneh di kepala saya, “giliran saya kapan Ya Rabb????”

Sekali lagi, SABAR….

Tidak Hanya Menikahi Satu Orang

Saat saya memutuskan untuk menikahi seseorang, saya tentu saja berkomitmen untuk berbagi segalanya dengan dia. Ya, saya akan berbagi hidup dengannya. Semuanya yang ada dalam diri saya akan saya bagi dengan pasangan hidup saya. Begitupun juga dengan dia, semua yang dia punya harus direlakannya untuk berbagi dengan saya. Konsep inilah yang akhirnya menyadarkan saya bahwa ternyata saat kita memutuskan untuk menikah dengan seseorang, berarti kita tidak hanya menikahi satu orang saja. Tetapi kita juga menikahi keluarganya. Ya, seluruh keluarganya juga kita “nikahi”.

Sekarang, saat saya telah menjalani hidup dengan orang lain hal itu sangat saya rasakan. Saya tidak hanya menikahi satu orang saja, tetapi juga seluruh keluarganya. Menikahi keluarga artinya segala sesuatu tentang keluarganya harus kita terima, baik atau buruk. Kita nggak bisa “skip” beberapa hal buruk dari keluarga pasangan kita. Kita harus terima semuanya. Yah, bisa dibilang saat hari pernikahan kita, bukan hanya dua orang yang menikah, tapi dua keluarga yang sedang menikah. Pernikahan keluarga.

Royal Wedding >Pernikahan Prince William - Kate Middleton < Pernikahan Keluarga

Oleh sebab itu, saat kita memutuskan untuk menikahi seseorang, kita juga harus mempertimbangkan tentang keluarganya juga. Apakah nanti setelah kita menikah kita bisa menerima semua keadaan keluarganya, baik dan buruk keluarganya harus kita terima, dan di saat senang ataupun sedih kita juga harus menerima keadaan keluarganya. So, berpikirlah berulang-ulang saat kita akan memutuskan untuk menikahi seseorang. 🙂

Partner Kerja Suami

Menjadi entrepreneur memang merupakan salah satu keinginan saya. Keinginan ini kemudian manjadi semakin menggebu-gebu saat saya duduk di bangku kuliah. Saya pun lalu merancang hidup saya setelah kuliah nanti bagaimana. Dan tentu saja, menjadi wirausaha saya masukkan di daftar rencana hidup tersebut.

Setelah menuntaskan studi S1, saya kemudian membuka salah satu usaha yang bergerak di bidang travel. Saat itu semuanya saya handle sendiri. Bisa dibilang pekerjaan dari office girl, marketing, customer service, accounting, public relation sampai owner saya lakukan semuanya sendiri. Capek memang, tapi saya menjalaninya dengan suka cita karena inilah salah satu hal yang saya inginkan dalam hidup saya.

Tak selang beberapa saat saya menemukan belahan jiwa saya. Mau tak mau saya harus ikut bersamanya menjalani hidup di kota lain. Suami saya seorang entrepreneur di bidang yang sama dengan saya. Hanya bedanya, dia telah menjalani usahanya ini sejak 3 tahun yang lalu. Jadi bisa dibilang usahanya jauh lebih settle dari saya.

Partner Kerja Suami

Saat ini, sebagai seorang istri, tentunya saya harus mendukung usaha suami saya. Yang bisa saya lakukan adalah berusaha untuk menjadi partner kerja yang baik bagi suami. Saya akui, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara kami berdua. Hanya saja, saat suami saya harus mengurusi beberapa hal di luar kantor, saya yang harus stay di kantor untuk mengurusi urusan internal. Selain itu, saya juga bertanggungjawab akan administrasi kantor kami. Saya mencoba untuk menikmati salah satu peran saya ini. Saya berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi suami, calon anak kami dan juga usaha kami… 🙂

Vanilla Lemon Pretzel Cookies

Vanilla Lemon Pretzel Cookies

Resep Kue Vanilla Lemon Pretzel Cookies

Bahan:
500 g mentega tawar
500 g icing sugar/gula bubuk
1 sdt vanilla extract
1 sdt kulit jeruk lemon parut
5 butir telur ayam
900 g tepung terigu
Lemon Glaze:
250 g icing sugar/gula bubuk
1 butir putih telur ayam
20 g air jeruk lemon

Cara membuat:

  Kocok mentega dan gula hingga lembut.

  Tambahkan vanili dan kulit jeruk lemon, kocok rata.

  Masukkan telur satu per satu sambil kocok hingga rata.

  Tambahkan tepung terigu, aduk hingga rata.

  Taruh adonan dalam kantong semprotan kue.

  Semprotkan ke atas loyang datar dengan bentuk pretzel.

  Panggang dalam oven panas bersuhu 170 C hingga matang.

  Celupkan kue (selagi panas) dalam Adonan Lemon Glaze, khusus di permukaannya saja.

  Biarkan hingga mengeras.
Untuk 100 cookies @ 20 gram

Triple Chocolate Cookies

Triple Chocolate Cookies

Resep Kue Triple Chocolate Cookies

Bahan:
90 g milk chocolate
90 g white chocolate
300 g dark chocolate
90 g unsalted butter
1 sdt vanilla extract
150 g brown sugar
150 g self raising flour
100 g kacang macadamia, cincang

Cara membuat:

  Cincang 90 gr cokelat dark, milk dan yang putih dan taruh dalam mangkuk.

  Lelehkan sebagian lagi sisa dark chocolate, campur dengan mentega, vanilla extract, dan brown sugar.

  Masukkan tepung, cokelat cincang dan kacang macadamia, aduk sampai bergumpal.

  Siapkan loyang datar, cetak adonan tersebut dengan sendok makan, bulatkan dan tambahkan dark chocolate sebagai hiasan.

  Panggang selama 15 menit pada oven dengan panas 180 derajat C.

  Angkat dan dinginkan.
Untuk 20 buah