Cerita Ibu Hamil

Saya rasa semua wanita (normal) tidak ada yang tidak ingin hamil dan memiliki buah hati. Begitu juga dengan saya. Saat tahu kalau saya hamil, saya langsung memeriksakan diri ke dokter kandungan. Alhamdulillah tidak ada masalah sedikitpun dengan kandungan saya dan rahim saya juga kuat, jadi saya tidak perlu mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk mempertahankan kandungan saya.

Anyway, di bulan pertama kehamilan saya belum ada perubahan secara fisik maupun psikis. Semuanya berjalan sebagaimana biasanya. Saya juga belum merasakan yang namanya morning sickness.

Memasuki bulan kedua kehamilan, morning sickness mulai terasa. Sebenarnya bukan morning sickness sih, tapi all day long sickness. Kenapa begitu? Karena saya muntahnya nggak hanya waktu pagi hari saja, tapi sepanjang hari (suka-suka perut saya mau muntah apa nggak). Saya selalu “huek-huek” saat mencium aroma-aroma terntentu (bau bumbu gado-gado, bau nasi yang baru matang, bau chinese food, termasuk bau badan suami sendiri! Hihihi… ). Nah, karena saya selalu mau muntah kalau mencium bau makanan, otomatis nafsu makan saya jadi ngedrop gak karu-karuan, saya nggak mau makan. Alhasil, berat badan saya turun. Saya sempat khawatir akan hal ini. Takutnya perkembangan janin saya akan bermasalah karena saya yang nggak mau makan. Tapi setelah saya konsultasikan pada dokter kandungan saya, ternyata hal ini normal dialami wanita yang sedang hamil muda.

Pada bulan ini saya merasakan yang namanya ngidam dan doyan banget sama rujak buah. Yang belum pernah hamil pasti ingin tahu kan gimana rasanya ngidam? Oke saya coba deskripsikan ya… Rasanya itu seperti tiba-tiba mencium bau makanan yang kita inginkan, terus bawaannya pengen banget makan makanan itu. Beruntung suami saya, soalnya saya ngidamnya nggak aneh-aneh. Saya cuma ngidam jajanan pasar, nasi jinggo, semangka, apel. Nggak susah kan nyarinya… Tapi semua makanan itu harus saya konsumsi tiap hari. Jadinya suami saya tiap hari belanja jajanan pasar, semangka dan apel. Terus malemnya selalu nganterin saya makan nasi jinggo di dekat Pepito Tuban.

Selain ngidam, di bulan kedua emosi saya nggak karu-karuan. Bawaannya sensitif abis, emosi gampang banget meledak dan pengennya disayang-sayang terus… Sabar-sabarnya suami saya deh waktu itu ngadepin saya yang tak terkendali. Makasih ya sayang… 🙂

Bulan ketiga, all day long sickness saya sudah berhenti. It means, saya hanya ngidam selama satu bulan saja. Beruntungnya suami saya… Walaupun demikian, nafsu makan saya masih tidak ada peningkatan dan emosi juga masih tak terkendali.

Hamil 5 Bulan

Bulan keempat-keenam, secara psikis emosi saya sudah kembali normal bahkan saya menjadi lebih sabar dan pengertian dari sebelumnya. Manja dan ingin selalu disayang suami? pastinya masih…

Nafsu makan saya di bulan-bulan tersebut menjadi tak terkendali. Bisa dibilang saya mendadak jadi rakus luar biasa. Sehari bisa empat sampai lima kali saya makan. Terus, porsinya juga jadi kayak porsi tukang becak! 😀

Mulai bulan keempat saya juga sudah bisa merasakan gerakan janin saya. Rasanya itu seperti ada yang ngegaruk (tapi lembut) di dalam perut. Awal-awal saya merasakan janin saya bergerak, saya senaaaaannggg sekali. Tapi lama-kelamaan rasanya agak sakit karena janin saya semakin kuat nendangnya, apalagi kalau malam hari. Bikin saya begadang dan baru bisa tidur diatas jam dua dini hari.

Bulan ketujuh-kedelapan, secara fisik perut sudah sangat gendut dan terasa sangat “begah”. Sering ngos-ngosan kalau jalan kaki atau naik tangga. Kepala janin seringkali “ngedusel” yang bikin vagina berasa ngilu. Akibatnya, saya nggak bisa jalan cepat-cepat dan bergerak tiba-tiba karena akan menyebabkan sakit yang teramat sangat di bagian bawah. Oh iya, saya juga susah bangun dari posisi tidur. Harus miring dulu baru bisa bangun. Kaki dan tangan bengkak nggak karu-karuan.

Emosi saya di bulan-bulan ini kembali labil. Hal ini dikarenakan ketakutan akan proses kelahiran nanti dan takut anak saya normal atau tidak. Saya bawaannya marah terus di bulan akhir masa kehamilan ini karena ya itu tadi, capek fisik dan juga psikis…

Nah, cerita hamilnya sampai disini aja ya… soalnya saya cuman hamil sampai delapan bulan aja.

Menjelang proses persalinan yang sudah direncanakan (karena saya operasi caesar), walaupun saya sangat takut luar biasa (lebay), saya menguatkan diri saya kalau semuanya akan baik-baik saja dan operasi berjalan lancar. Dan benar saja, semuanya tidak semenakutkan yang saya bayangkan. Kalau dipikir-pikir, ketakutan akan proses kelahiran di akhir masa kehamilan lebih dipengaruhi oleh pikiran kita daripada rasa sakit yang benar-benar dialami.

Denpasar, 10 Oktober 2011 00:01 Wita

~celoteh istri

Cerita Melahirkan secara Sectio Caesaria (Eksekusi)

Klik disini untuk membaca bagian sebelumnya

“Eksekusi”

Jarak ruang persiapan ke ruang operasi di tidak terlalu jauh. Walaupun demikian tetap saja saya harus pakai kursi roda menuju ruang operasi. Dari ruang persiapan ke ruang operasi ada belokan, setelah belokan itu baru kelihatan ruang operasi yang pintunya sudah terbuka lebar dan beberapa orang pakai baju hijau sudah nunggu di ambang pintu.

Saat itu yang saya rasakan seperti mau dieksekusi! Walaupun saya senyum-senyum membalas sapaan ramah orang-orang yang pakai baju hijau tadi, tapi tetap saja di hati ini dag dig dug duer. Takuutt sekali… Saya masuk ke ruangan operasi, pikiran saya sudah nggak karu-karuan. Yang dapat saya ingat dari ruangan itu hanyalah lampu-lampu besar di atas kasur/meja operasi. Selebihnya saya tidak ingat secara detail.

Suster mendorong kursi roda saya sampai di depan meja operasi. Setelah itu saya naik ke meja operasi dengan menapaki dulu dua anak tangga yang disediakan di depan meja operasi. Sebelum saya mengambil posisi tidur, rambut saya ditutup dengan penutup kepala dan baju khusus yang saya kenakan dari ruang persiapan harus dilepas terlebih dahulu. Tentu saja saya langsung menggigil karena AC di ruangan itu dipasang sangat dingin. Melihat saya yang menggigil, salah seorang yang berseragam hijau menyelimuti saya dengan kain warna hijau juga. Saya bertanya, “kenapa ruangan ini dingin sekali?”. Salah seorang dari mereka menjawab “supaya dokternya nggak keringetan saat proses operasi berlangsung”. Benar juga sih, kalau dokter sampai keringatan saat operasi berlangsung dan keringatnya jatuh di bagian tubuh pasien yang dioperasi kan bisa berabe nantinya…

Anyway, setelah itu saya diajak ngobrol sama seorang asisten operasi yang kemudian memasang satu lagi infus tepat di dekat infus nutrisi. Infus yang baru dipasang itu gunanya sebagai pengurang rasa sakit. Lalu badan saya dimiringkan, dokter anestesi akan menyuntik saya dengan obat bius. Obat bius disuntikkan di tengah-tengah tulang belakang saya. Saat jarum suntuk menembus kulit di area tulang belakang, saya sontak kaget, obat bius gagal dimasukkan ke tubuh saya dan sebagiannya muncrat mengenai punggung bagian tengah. Orang yang ngajak saya ngobrol tadi langsung bilang “saya ajak ngobrol biar nggak berasa ternyata nggak ngaruh ya?”. Setelah mengucapkan kata itu, orang tersebut lantas mengelus-elus kepala saya untuk menenangkan saya. Dokter anestesi lalu mencoba menyuntikkan obat bius di tulang belakang saya untuk kedua kalinya. Dan kali ini berhasil. Tidak lama saya merasakan kesemutan yang teramat sangat mulai dari telapak kaki sampai perut saya, bagian itu mulai mati rasa.

Operasi siap dilakukan. Tapi sebelum operasi dimulai, alat pendeteksi jantung dipasang di dada saya bagian kiri, lalu kain pembatas warna hijau tua dipasang di bagian atas perut saya. Tentu saja saya tidak dapat melihat apa yang terjadi pada perut saya selama operasi berlangsung nanti. Orang yang tadi mengelus kepala saya dan juga memasang alat pendeteksi jantung di dada saya, mengelus kepala saya lagi untuk kedua kalinya. Kali ini dia menenangkan saya karena detak jantung saya berdetak sangat cepat karena saya sangat ketakutan.

ki-ka: my lovely husband, dr.I Gusti Ngurah Putu Gede Eka Wijaya, Sp.OG, Radbert Sitorus, Marianov Sitorus

Setelah semuanya siap, dokter kandungan saya dr.I Gusti Ngurah Putu Gede Eka Wijaya, Sp.OG muncul dari kain pembatas, dia menyapa saya “Hallo, sudah siap?”, tanyanya. “Iya dok”, jawab saya. Saya dibius lokal, saya tidak merasakan apa-apa saat operasi berlangsung namun saya masih sadar total. Yah, walaupun sadarnya kayak orang puyeng gitu. Kira-kira hanya lima menit dari saat dokter kandungan menyapa saya, saya sudah mendengar tangisan anak saya yang pertama kali. Saya bisa melihat dengan ekor mata saya saat anak saya dibawa keluar. Tak lama kemudian anak saya (yang tentu saja sudah dibersihkan) ditunjukkan pada saya oleh seorang suster. Si suster berkata pada saya “ini bu anaknya”. Tapi saya yang saat itu seperti orang setengah mabuk karena obat bius hanya bisa melihat anak saya sekilas dan samar-samar.

Proses operasi caesar saya berjalan lancar. Sebenarnya operasinya sendiri nggak membutuhkan waktu yang lama, hanya lima menit saja. Yang lumayan lama pasca operasi itu. Tim dokter harus mengurus sekaligus menjahit bekas robekan operasi caesar yang membutuhkan waktu kira-kira 20-25 menit. Saat selesai, dokter kandungan saya, dr.I Gusti Ngurah Putu Gede Eka Wijaya, Sp.OG kembali muncul dihadapan saya dan berkata “sudah selesai kok bu…”. Legaaa rasanya hati ini…

Lalu selanjutnya? Saya dipindahkan ke ruang pemulihan.

klik disini untuk membaca lanjutannya

Mengapa Baby Blues?

Baby blues, baby blues, baby blues

Sejak kuliah saya sudah tahu istilah ini, tapi belum pernah ngerasain yang namanya baby blues. Nah, pas setelah melahirkan baru deh tahu yang namanya baby blues itu seperti apa…

Saya mengalami baby blues mulai sehari setelah pulang dari rumah sakit sampai sekitar satu minggu setelahnya. Baby blues itu bawaannya sediiihhh terus (sedih tanpa sebab)… Pengen nangiiiissss terus (nangis yang kebanyakan tanpa sebab juga)…Ga ada angin, ga ada badai, ga ada tsunami, cuman ngelihat si kecil yang lagi tidur, tiba-tiba nangiiisss aja…

Baby blues yang saya alami paling kerasa kalo pas si kecil lagi rewel dan saya nggak bisa bergerak cepat untuk menenangkan bayi saya. Pernah suatu malam si kecil nangis menjerit-jerit karena lapar. Asi saya belum keluar banyak saat itu. Dan karena bekas luka operasi caesar masih terasa sangat sakit, saya tidak bisa bergerak cepat untuk membuatkan susu si kecil. Alhasil si kecil nangis sejadi-jadinya. Ketika selesai membuatkan susu, saya menggendong dan menimang-nimang si kecil sambil menangis. Saya merasa sangat tidak berdaya saat itu. Rasanya seperti semua orang menunjuk muka saya sambil berkata “Kamu itu ibu yang tida becus ngurus anak!!!”. Sediiihhh banget rasanya…

Baby Blues

Dua bulan berselang, saya mulai bisa mencerna mengapa saya mengalami yang namanya baby blues. Selain karena perubahan hormon (dari hormon kehamilan dikembalikan lagi ke hormon normal aka tidak hamil), menurut saya salah satu faktor yang menjadi penyebab baby blues adalah tidak ada orangtua (atau orang lain yang dapat bertindak seperti orangtua) yang menemani kita saat dan pasca melahirkan. Hal ini menyebabkan si ibu merasa sendiri, tidak ada yang membantu mengurus bayi dan si ibu, tidak ada yang memberi tahu harus bagaimana, tidak berdaya, terlebih lagi harus menahan sakit setelah proses persalinan. Itulah yang saya alami.

Saya melahirkan tanpa ditunggui orangtua saya ataupun orangtua suami saya, kami mengurus semuanya berdua saja. Setelah pulang dari rumah sakit pun saya langsung mengurus semuanya sendiri, mulai dari mengurus si kecil, perlengkapan si kecil dan juga mengurus diri saya yang baru melahirkan. Nah, disaat hormon sedang berproses ke kondisi semula (tidak hamil) dan tubuh sedang beradaptasi dengan kondisi yang baru (ada si kecil), ibu membutuhkan pertolongan dan dukungan dari orang yang menyayanginya, seperti orangtua. Terutama untuk memberi tahu harus bagaimana setelah melahirkan karena orangtua (terutama ibu) pastinya punya pengalaman mengurus anak dan diri sendiri setelah melahirkan. Inilah yang saya tidak dapatkan ketika melahirkan. Menurut saya ini hal utama penyebab baby blues.

Jadi intinya, menurut saya baby blues adalah perasaan sedih yang muncul setelah melahirkan yang dapat mengakibatkan si ibu menjadi sangat sensitif dan bisa tiba-tiba menangis tanpa sebab. Penyebab baby blues selain faktor hormonal dan tubuh yang sedang melakukan proses adaptasi plus penyembuhan luka melahirkan, juga dapat berasal dari kurangnya dukungan dari orang lain (si ibu merasa sendiri).

Untuk mengatasi baby blues (ini pengalaman saya lho ya…), ada beberapa cara:

  1. Mintalah suami untuk memeluk anda dan menangislah sejadi-jadinya
  2. Mintalah “me-time” pada suami dan biarkan dia yang mengurus anda sejenak.
  3. Istirahat yang cukup.

Oke, itu yang dapat saya bagi tentang baby blues. Dan perlu diingat, tulisan ini hanya berdasarkan pengalaman saya. Tidak ada unsur ilmiah yang mengacu pada riset yang dapat dipertanggungjawabkan di kalangan kaum intelektual (halah, ngomong apa sih gw???)

Untuk ibu-ibu yang akan atau baru melahirkan, selamat mengalami yang namanya baby blues… (lho?)

Denpasar, 12 September 2011 22:23 WITA

~celoteh istri

Cerita Melahirkan secara Sectio Caesaria (Persiapan)

Well, saat ini saya sudah menjadi seorang ibu. Tepatnya tanggal 9 Juli 2011 jam 08.07 WITA saya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda Denpasar-Bali. Saya melahirkan dengan proses persalinan sectio caesaria.

Mengapa saya memilih untuk operasi caesar dan tidak melahirkan normal saja? salah satu alasannya yaitu untuk mempercepat kelahiran bayi saya, selain itu saya parno karena tiga bulan sebelumnya adik ipar saya melahirkan secara normal (waterbirht), tapi karena dia kurang bisa mengatur nafas+si bayi terbelit ari-ari, jadinya bayinya 8 kali keluar-masuk jalan lahir yang menyebabkan si bayi masih harus dirawat di rumah sakit selama 9 hari… Takut mengalami hal yang sama, maka saya memutuskan untuk caesar saja.

Persiapan

Tanggal 9 Juli 2011 jam 05.00 WITA saya dan suami berangkat ke rumah sakit. Setelah mengurus beberapa administrasi, sekitar pukul 05.30 WITA saya akhirnya dibawa ke ruang persiapan. Di ruangan itu, yang pertama kali dilakukan adalah mengganti pakaian yang saya kenakan dengan pakaian steril yang telah disiapkan oleh pihak rumah sakit. Lalu salah seorang suster memeriksa tekanan darah saya dan detak jantung bayi di dalam perut. Saya kaget sekali, detak jantung bayi saya sangat cepat. Dua kali lebih cepat dari detak jantung orang dewasa. Saya langsung bertanya pada suster mengapa detak jantung bayi saya sangat cepat seperti orang yang sedang berlari? Jawaban suster “memang seperti itu, bayi dalam kandungan sampai dengan satu bulan setelah lahir detak jantungnya dua kali orang dewasa. Setelah satu bulan detak jantungnya baru bisa normal”.

Proses Pengambilan Darah

Seusai memeriksa tekanan darah dan detak jantung bayi, yang dilakukan selanjutnya adalah tes darah. Tes darah dilakukan 2 kali. Yang pertama darah saya diambil sebanyak satu tabung suntik untuk mengetahui kandungan hemoglobin dalam darah. Yang kedua, darah saya diambil dengan alat seperti staples untuk mengetahui lama waktu pembekuan darah. Jujur saya salah satu orang yang ngerian dengan yang namanya jarum suntik dan darah. Jadi saat darah saya mengalir memenuhi satu tabung suntik, badan saya langsung lemas nggak karu-karuan. Walaupun demikian, ternyata rasa lemas yang saya rasakan itu lebih bersumber dari pikiran saya sendiri. Sebenarnya saat jarum suntik menembus kulit dan darah saya diambil, rasanya tidak terlalu sakit seperti yang saya bayangkan.

Di Ruang Persiapan Sebelum "Eksekusi" (masih sempet2nya narsis)

Saya tahu, saya akan menjalani operasi caesar. Yang namanya operasi pasti akan sering disuntik sana-sini dan entah berapa jarum infus yang akan menancap di tangan saya nanti. Sungguh, saya ngeri sekali… Tapi saya lantas ingat kalau tidak lama lagi saya akan bertemu dengan putri tercinta saya, maka rasa ngeri itu lumayan berkurang. Setelah menjalani tes darah seharusnya saya langsung diinfus, namun saya minta penangguhan waktu pada suster untuk menjalankan Sholat Dhuha terlebih dahulu. Tujuannya supaya hati lebih tenang dan berdoa mohon kelancaran dalam proses operasi nanti. Secara ya, yang namanya mau melahirkan, walaupun dengan proses operasi caesar sekalipun (yang katanya nggak sakit saat prosesnya), tetap saja menimbulkan perasaan takut di hati saya. So, saya merasa saya harus berdoa untuk menenangkan hati saya. Seusai Sholat Dhuha, suster langsung mendatangi saya lagi dan bersiap akan memasang infus di tangan sebelah kiri saya. Saya langsung menutup mata, satu jarum infus kini bersemayam di tangan kiri. Infus selesai dipasang, selanjutnya saya disuntik cairan (saya nggak tahu cairan apa) oleh suster. Beberapa saat kemudian suster bertanya pada saya, “kerasa gatal nggak bu di tempat yang tadi saya suntik?”. Saya jawab “nggak, cuma berasa dingin aja”. Saya nggak tahu cairan apa yang disuntikkan pada saya, mungkin untuk mengetahui saya alergi obat bius atau tidak. Anyway, proses di ruang persiapan sudah selesai. Suster datang lagi ke ruangan saya dengan membawa kursi roda. Lalu saya diantar ke ruang operasi menggunakan kursi roda. Kenapa harus pakai kursi roda? Supaya nggak ribet bawa-bawa infus kalau jalan kaki.

klik disini untuk membaca lanjutannya

Alangkah Lucunya Pemerintah Ini…

Ketika memutuskan untuk menikah, saya dan suami juga “menikahkan” usaha kami. Ya, kami mengelola usaha yang bergerak di bidang pariwisata. Orang awam menyebutnya travel agent, tapi saya dan suami lebih suka menggunakan kata trip organizer untuk usaha kami ini. Dan suami saya pun lebih senang menyebut dirinya internet marketer daripada owner travel agent.

Well, saya akui kami memang belum mengurus ijin usaha pariwisata karena berbagai pertimbangan. Sebenarnya pertimbangan utamanya sih karena biaya ijin usaha pariwisata yang cukup besar dan harus diperpanjang setiap tahunnya. Hal itu tentu memberatkan kami yang hanya mempunyai usaha kecil-kecilan. Belum lagi kalau memikirkan larinya uang ijin usaha yang tidak jelas dikelola oleh pemerintah. Makin malas lah kami mengurus ijin usaha pariwisata.

Hampir keseluruhan penjualan dari usaha kami (voucher hotel, tiket pesawat, paket wisata, dll) berasal dari internet. Oleh sebab itu suami saya fokus pada SEO (Search Engine Optimization) dari beberapa web yang kami miliki. Beberapa tamu (customer) kami mengaku “menemukan” web kami karena memasukkan kata kunci tertentu di web search engine. Begitu juga dengan program jalan-jalan yang ada di salah satu stasiun TV “menemukan” web kami. Mereka mengaku saat memasukkan beberapa kata kunci, web kami berada di halaman pertama google. Singkat kata, stasiun TV itu bekerja sama dengan kami untuk beberapa episode di program jalan-jalannya. Web dan usaha kami muncul di televisi, otomatis beberapa pihak mengetahui “keberadaan” kami termasuk salah satu kompetitor yang dekat dengan Dinas Pariwisata dan dinas-dinas lainnya di Bali.

Entah kompetitor itu merasa tersaingi karena kami memiliki nama yang hampir sama dengan usahanya atau bete karena usahanya sampai sekarang nggak bisa masuk TV, yang pasti kompetitor itu melaporkan “usaha gelap” kami ke Dinas Pariwisata Bali. Dua hari setelah saya melahirkan, kantor kami “diserbu” oleh Dinas Pariwisata. Mereka menginginkan kami menghentikan kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata Bali karena kami tidak memiliki ijin Pariwisata. Oke, itu memang salah kami karena tidak memiliki ijin usaha. Tapi saat kami ingin mengurus ijin usaha Pariwisata, mereka malah bilang kalau pengurusan ijin usaha pariwisata saat ini ditutup sampai waktu yang tidak dapat dipastikan karena mereka sedang melakukan pendataan travel agent di Bali. Nah lo??

Aneh banget nggak sih? orang nggak punya ijin usaha dikejar-kejar, tapi saat mau mengurus ijin usaha malah nggak bisa dilayani. Alangkah Lucunya Pemerintah Ini…

Yang menjadi perhatian utama kami bukan masalah ijin usaha. Tapi masalah berapa banyak mulut yang bergantung dari usaha kami. Memang, karyawan kami tidak terlalu banyak, hanya 5 orang yang mengurus administrasi kantor dan 2 driver. Tapi bisa dibayangkan kalau usaha kami harus berhenti sementara berarti keluarga dari 7 orang itu juga harus berhenti makan kan???

Seringkali saya bingung dengan pemerintah, saat ada warganya yang mencoba mandiri dan bahkan bisa menolong warga yang lain malah dijegal dengan peraturan ini itu. Tapi pengusaha kelas kakap yang mangkir dari pajak yang bernilai milyaran rupiah malah nggak diusik sama sekali…

Bukankah perekonomian suatu negara dapat lebih cepat meningkat jika semakin banyak wirausaha yang mandiri dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga yang lainnya? Tapi kalau belum-belum sudah dijegal ini itu bagaimana ekonomi Indonesia bisa menjadi lebih baik??? Alangkah Lucunya Pemerintah Ini…

Denpasar, 18 Agustus 2011 15:05 WITA

~celoteh istri

This entry was posted in Curhat.

So, This Is It…

Satu tahun belakangan ini banyak sekali yang terjadi dalam hidup saya. Dari sesuatu yang ibaratnya ada di puncak tertinggi (mungkin), sampai terjerembab ke lembah yang paling dalam. Semua itu saya alami dalam waktu satu tahun. Bagi saya, tidak mudah untuk menerima dan menghadapi semua itu. Berbulan-bulan saya hanya diam, “mengurung diri”, menjauh dari semuanya. Semua itu saya lakukan agar saya bisa menjadi lebih tenang dalam menghadapi segala hal yang terjadi dalam hidup saya…

Pasti pada bingung kan apa yang saya bicarakan itu? So, this is it…

Agustus 2010. Saat itu saya merasa berada “di puncak”. Semua yang saya bangun selama hidup saya sudah mulai kelihatan hasilnya. Saya memiliki usaha pribadi, saya menjadi salah satu calon dosen yang direkomendasikan langsung oleh dekan fakultas saya, dan saya juga mendapat tawaran untuk melanjutkan studi S2 di luar negeri. Semua itu terjadi bukan tiba-tiba. Tapi melalui suatu proses. Proses yang saya bangun sepanjang hidup saya, terutama saat di bangku kuliah. Saya membangun koneksi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan impian saya. Dan ternyata saya berhasil. Saat itu saya merasa “sangat hidup”.

Oktober-November 2010. Saya menjalin hubungan khusus dengan seorang laki-laki. Tidak ada yang salah dengan hubungan yang saya jalani itu kecuali perbedaan keyakinan antara kami berdua. Saya tahu bagaimana hukum dalam Islam tentang pernikahan antara wanita muslim dan laki-laki non-muslim. Hal inilah yang menjadi alasan sebagian besar orang-orang terdekat saya (termasuk keluarga) menentang hubungan kami. Tapi apa mau dikata, ketika hati sudah bertindak, semua rintangan itu tidak kami gubris. Karena tidak bisa menikah di Indonesia, akhirnya kami memilih menikah di Singapura.

Desember 2010. Setiap orang memiliki sisi lain dalam hidupnya. Kadangkala sisi lain itu merupakan sesuatu yang “gelap”, bahkan teramat sangat “gelap” dan (mungkin) tak dapat diterima oleh lingkungannya. Itulah yang saya alami. Pada bulan ini foto-foto pribadi saya beredar di dunia maya. Ada beberapa orang yang “mengecam” saya. Hal itu mereka tunjukkan dengan menulis komentar di web pribadi saya, email, message dan status facebook, telepon dan juga sms (sampai-sampai saya takut buka email, facebook, baca sms dan juga terima telepon dari siapapun).

Inilah satu titik dimana saya merasa benar-benar terjerembab dalam lembah yang paling dalam. Saya merasa seperti kehilangan muka. Saya merasa semua orang menunjuk ke muka saya dengan berbagai tuduhan dan juga kecaman. Saya tidak sanggup menghadapi semua itu. Saat itu saya begitu rapuh dan tidak setegar biasanya karena ada perubahan kondisi dalam tubuh saya. Ya, saat itu saya sedang hamil satu bulan. Rasanya seperti ratusan batu menimpa kepala saya dalam satu waktu. Saya tidak sanggup menghadapi semua itu…

Saya pergi, saya sembuyi, saya lari dari kenyataan hidup, saya takut menghadapi semua yang telah terjadi dalam hidup saya. Saya tahu, mungkin semua orang akan berkata kalau saya pengecut nomor satu di dunia. Tidak berani menghadapi akibat dari perbuatan sendiri. Tapi tahukah kau bagaimana rasanya dikecam, dicemooh dan semua yang sudah dibangun selama bertahun-tahun lenyap begitu saja??? Masih belum lagi harus menerima keadaan kalau kau sedang hamil? Awal kehamilan merupakan masa yang paling tidak enak. Emosi menjadi sangat labil, sensitif tingkat tinggi, tidak bisa menikmati semua makanan dan juga muntah-muntah. Semua itu saya alami dalam satu waktu… Dan ternyata saya tidak cukup kuat untuk menghadapinya…

Januari-Juni 2011. Saya masih lari dari kenyataan dan masih belum bisa menerima semua yang telah terjadi. Saat itu saya hanya memfokuskan diri pada kandungan saya. Saya bersyukur memiliki seorang suami yang sangat pengertian dan menemani saya melewati masa-masa terberat dalam hidup saya.

Juli 2011. Saya melahirkan dengan proses persalinan sectio caesaria. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kandungan saya sampai saya harus menjalani operasi caesar, saya dan suami hanya ingin mempercepat kelahiran anak kami. Saya dan suami memiliki beberapa alasan mengapa kelahiran anak kami harus dipercepat, salah satunya adalah pada akhir Juli-Agustus (perkiraan saya melahirkan normal), suami saya harus melakukan beberapa perjalanan ke luar negeri dan ke luar kota, jadi nggak bisa jadi suami siaga pada waktunya.

Saya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik tanggal 9 Juli 2011 jam 08.07 WITA di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda Denpasar-Bali. Saat saya melihat anak saya untuk pertama kalinya, saya sadar inilah yang menjadi alasan saya tetap bertahan hidup setelah semua hal menimpa saya. Jika bukan karena putri kecilku, mungkin saya sudah bunuh diri atau depresi akut atau mendekam di rumah sakit jiwa.

Setelah melahirkan, setelah kondisi tubuh dan psikis saya kembali normal, saya mulai bisa mencerna dengan lebih bijak semua hal yang terjadi dalam hidup saya selama setahun belakangan ini. Saya mulai berani menerima kenyataan dan saya ingin membuka diri saya kembali…

Saya sadar tidak semua orang bisa menerima keadaan saya yang tidak seperti dulu lagi. Ada beberapa hal yang berubah dalam diri saya, terutama penampilan saya. It’s okay karena saya paham tidak mungkin membuat semua orang menyukai atau menerima kita. Tapi yang pasti saya saat ini sudah berani menghadapi kenyataan hidup dan mencoba menata kembali semua puing-puing hidup saya yang berserakan. Terserah mereka mau berkata apa because no body’s perfect…

This entry was posted in Curhat.