Cerita Melahirkan secara Sectio Caesaria (Eksekusi)

Klik disini untuk membaca bagian sebelumnya

“Eksekusi”

Jarak ruang persiapan ke ruang operasi di tidak terlalu jauh. Walaupun demikian tetap saja saya harus pakai kursi roda menuju ruang operasi. Dari ruang persiapan ke ruang operasi ada belokan, setelah belokan itu baru kelihatan ruang operasi yang pintunya sudah terbuka lebar dan beberapa orang pakai baju hijau sudah nunggu di ambang pintu.

Saat itu yang saya rasakan seperti mau dieksekusi! Walaupun saya senyum-senyum membalas sapaan ramah orang-orang yang pakai baju hijau tadi, tapi tetap saja di hati ini dag dig dug duer. Takuutt sekali… Saya masuk ke ruangan operasi, pikiran saya sudah nggak karu-karuan. Yang dapat saya ingat dari ruangan itu hanyalah lampu-lampu besar di atas kasur/meja operasi. Selebihnya saya tidak ingat secara detail.

Suster mendorong kursi roda saya sampai di depan meja operasi. Setelah itu saya naik ke meja operasi dengan menapaki dulu dua anak tangga yang disediakan di depan meja operasi. Sebelum saya mengambil posisi tidur, rambut saya ditutup dengan penutup kepala dan baju khusus yang saya kenakan dari ruang persiapan harus dilepas terlebih dahulu. Tentu saja saya langsung menggigil karena AC di ruangan itu dipasang sangat dingin. Melihat saya yang menggigil, salah seorang yang berseragam hijau menyelimuti saya dengan kain warna hijau juga. Saya bertanya, “kenapa ruangan ini dingin sekali?”. Salah seorang dari mereka menjawab “supaya dokternya nggak keringetan saat proses operasi berlangsung”. Benar juga sih, kalau dokter sampai keringatan saat operasi berlangsung dan keringatnya jatuh di bagian tubuh pasien yang dioperasi kan bisa berabe nantinya…

Anyway, setelah itu saya diajak ngobrol sama seorang asisten operasi yang kemudian memasang satu lagi infus tepat di dekat infus nutrisi. Infus yang baru dipasang itu gunanya sebagai pengurang rasa sakit. Lalu badan saya dimiringkan, dokter anestesi akan menyuntik saya dengan obat bius. Obat bius disuntikkan di tengah-tengah tulang belakang saya. Saat jarum suntuk menembus kulit di area tulang belakang, saya sontak kaget, obat bius gagal dimasukkan ke tubuh saya dan sebagiannya muncrat mengenai punggung bagian tengah. Orang yang ngajak saya ngobrol tadi langsung bilang “saya ajak ngobrol biar nggak berasa ternyata nggak ngaruh ya?”. Setelah mengucapkan kata itu, orang tersebut lantas mengelus-elus kepala saya untuk menenangkan saya. Dokter anestesi lalu mencoba menyuntikkan obat bius di tulang belakang saya untuk kedua kalinya. Dan kali ini berhasil. Tidak lama saya merasakan kesemutan yang teramat sangat mulai dari telapak kaki sampai perut saya, bagian itu mulai mati rasa.

Operasi siap dilakukan. Tapi sebelum operasi dimulai, alat pendeteksi jantung dipasang di dada saya bagian kiri, lalu kain pembatas warna hijau tua dipasang di bagian atas perut saya. Tentu saja saya tidak dapat melihat apa yang terjadi pada perut saya selama operasi berlangsung nanti. Orang yang tadi mengelus kepala saya dan juga memasang alat pendeteksi jantung di dada saya, mengelus kepala saya lagi untuk kedua kalinya. Kali ini dia menenangkan saya karena detak jantung saya berdetak sangat cepat karena saya sangat ketakutan.

ki-ka: my lovely husband, dr.I Gusti Ngurah Putu Gede Eka Wijaya, Sp.OG, Radbert Sitorus, Marianov Sitorus

Setelah semuanya siap, dokter kandungan saya dr.I Gusti Ngurah Putu Gede Eka Wijaya, Sp.OG muncul dari kain pembatas, dia menyapa saya “Hallo, sudah siap?”, tanyanya. “Iya dok”, jawab saya. Saya dibius lokal, saya tidak merasakan apa-apa saat operasi berlangsung namun saya masih sadar total. Yah, walaupun sadarnya kayak orang puyeng gitu. Kira-kira hanya lima menit dari saat dokter kandungan menyapa saya, saya sudah mendengar tangisan anak saya yang pertama kali. Saya bisa melihat dengan ekor mata saya saat anak saya dibawa keluar. Tak lama kemudian anak saya (yang tentu saja sudah dibersihkan) ditunjukkan pada saya oleh seorang suster. Si suster berkata pada saya “ini bu anaknya”. Tapi saya yang saat itu seperti orang setengah mabuk karena obat bius hanya bisa melihat anak saya sekilas dan samar-samar.

Proses operasi caesar saya berjalan lancar. Sebenarnya operasinya sendiri nggak membutuhkan waktu yang lama, hanya lima menit saja. Yang lumayan lama pasca operasi itu. Tim dokter harus mengurus sekaligus menjahit bekas robekan operasi caesar yang membutuhkan waktu kira-kira 20-25 menit. Saat selesai, dokter kandungan saya, dr.I Gusti Ngurah Putu Gede Eka Wijaya, Sp.OG kembali muncul dihadapan saya dan berkata “sudah selesai kok bu…”. Legaaa rasanya hati ini…

Lalu selanjutnya? Saya dipindahkan ke ruang pemulihan.

klik disini untuk membaca lanjutannya

Leave a Reply