Memilih untuk Jadi Ayahku

Ramona and Beezus (image from: en.wikipedia.org)

Ada 1 kalimat yang saya suka dari film Ramona and Beezus, “ayahku bisa jadi pelukis yang handal, tapi ia memilih untuk jadi ayahku”. Dalem banget…

Kalimat itu juga bisa diperuntukkan bagi para ibu. “Ibuku bisa jadi pelukis yang handal (atau pekerjaan lain sesuai karirnya), tapi ia memilih untuk jadi ibuku”.

 

Ikhlas

Ikhlas (image from: blog.ub.ac.id)

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa mengeluh

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa ngomel-ngomel

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa menyalahkan orang lain

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa mengkritik orang lain

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa menyakiti hati orang lain

Ikhlas itu melayani

Ikhlas itu tanpa pamrih

Ikhlas itu dari hati, bukan dari kepala

Housewife = Priceless Job

Housewife / Ibu Rumah Tangga (image from: http://2.bp.blogspot.com)

Housewife atau Ibu Rumah Tangga (IRT), sebagian besar orang masih memandang rendah jabatan ini dan tidak mengakui kalau IRT adalah satu profesi. Hal ini disebabkan karena IRT tidak menghasilkan pendapatan berupa uang. Akan tetapi pernahkan terpikirkan oleh anda kalau saja semua pekerjaan IRT dalam 24 jam harus dikerjakan oleh orang lain, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan?

Yang pasti, nggak mungkin hanya satu orang yang akan melakukan semua pekerjaan dalam 24 jam itu karena maksimal jam bekerja hanya 8 jam. Berarti harus ada 3 shift. Artinya, butuh 3 orang dalam 24 jam. Masih belum lagi kalau punya anak, lebih dari satu pula! Artinya lagi, harus menggaji nanny sejumlah anak. Ya, tinggal dikalikan saja berapa banyak orang yang harus dipekerjakan untuk melakukan semua pekerjaan IRT tersebut…

Memang profesi ibu rumah tangga tidak mendatangkan penghasilan, tapi profesi tsb melakukan penghematan atas pengeluaran rumah tangga yang sangat luar biasa. Dan yang tidak akan pernah bisa terbayar oleh apapun adalah 24 jam dalam sehari seorang IRT dengan penuh cinta berada disisi putra putrinya dan dengan sabar merawat dan mendidik mereka.

Housewife is a priceless job, isn’t it?

So, jangan pernah remehkan istri anda yang hanya seorang ibu rumah tangga.

Murah atau Murahan?

Saya dan suami memiliki usaha trip organizer. Sebagai salah satu wirausaha yang menjual jasa, tentunya customer satisfaction adalah fokus utama kami berdua. Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi tamu kami.

Dari sekian banyak tamu, baik itu perorangan, pasangan honeymoon, family ataupun grup yang pernah kami tangani, kesimpulan kami hanya 1, harga merupakan kriteria utama bagi sebagian besar tamu kami untuk memilih kami sebagai trip organizer mereka. Ya, yang diinginkan para tamu itu (dan mungkin semua orang) adalah apa-apa yang penting murah.

Karena kami menginginkan yang terbaik untuk tamu kami. Tentunya cost yang dibutuhkan untuk hal itu nggak sedikit dong. Makanya sebagian besar “calon tamu” kami bilang kalau harga kami lumayan mahal. Fiuuhhh…

Tapi tahukah anda kalau sebenarnya harga yang (menurut sebagian orang) mahal itu karena service yang didapatkan juga baik? Jujur, saya dan suami nggak ambil untung terlalu besar untuk bisnis ini. Kami selalu berpikir, untung sedikit nggak papa lah asal customer kami puas dan dengan sendirinya akan menggunakan “word of mouth communication” atau merekomendasikan trip organizer kami pada orang lain. Untung tipis asal kuantitasnya banyak kan juga lumayan…

Lowest Price (image from: www.pontins.com)

Tapi ternyata trik yang kami gunakan itu nggak berlaku bagi pasar. Pasar kami, yang sebagian besar masih pasar domestik, lebih mengutamakan apa-apa yang penting murah. Padahal yang murah itu seringkali murahan dan bisa jadi harga murah diawal adalah “jebakan” yang ujung-ujungnya akan lebih mahal jika dibandingkan dengan trip organizer kami. Tentunya hal ini akan sangat merugikan konsumen kan?

Sebagai contoh, pernah suatu ketika ada satu grup (nggak terlalu banyak, sekitar 20an orang) minta penawaran dari trip organizer kami. Kami memberikan penawaran Rp.750.000/orang dengan kondisi hotel baru lokasi di seminyak (benar-benar di jantung Seminyak), 1 kamar hanya diisi 2 orang, makan selalu di restoran bagus (pastinya prasmanan) plus ada candle light dinner di Jimbaran. Oh iya, trip organizer kami juga nggak akan minta biaya tambahan pada tamu jika mereka sudah sampai di Bali (guide, tiket masuk tempat wisata, dll sudah termasuk di harga itu). Tapi harga Rp.750.000 itu dirasa mahal oleh calon customer kami. Ada travel lain yang memberikan penawaran Rp.600.000/orang dengan iming-iming lokasi hotel juga di Seminyak. Karena terlihat jelas bedanya Rp.150.000, maka calon customer kami itu memilih travel lain tersebut.

Tapi tahukah anda apa yang terjadi saat mereka sudah sampai di Bali? yang pertama, hotel yang dibilang lokasinya di Seminyak ternyata lokasinya di Seminyak “coret” yang jauh dari mana-mana. Makan nggak di restoran, tapi cukup nasi kotak saja (tentunya nggak ada acara candle light dinner di Jimbaran). Dan saat tiba di Bali mereka dimintai tambahan biaya Rp.120.000/orang untuk guide, katanya. Berarti uang yang harus mereka bayarkan ke travel itu nggak Rp.600.000 dong? Tapi Rp.720.000! Hanya beda Rp.30.000 saja dengan penawaran saya, tapi dengan fasilitas dan service yang jauh bedanya. Ketahuan kan mana yang murah atau murahan???

Ada cerita lain. Banyak travel yang mengiming-imingi customer dengan biaya yang sangat murah bisa liburan ke Bali (Anyhow, saya nggak bilang kalo liburan ke Bali itu mahal lho ya…). Misalnya Rp.350.000 saja bisa liburan 3 hari 2 malam di Bali. Eits, jangan terburu nafsu langsung booking kalau ada travel dengan penawaran seperti itu. Tanya dengan teliti dan juga detail apa saja yang akan kita dapatkan dengan paket super duper murah seperti itu. Sepengetahuan saya sih, kalau yang murah banget seperti itu biasanya jebakan buat tamu. Kenapa saya bilang jebakan, ya karena selalu ada embel-embel di belakangnya plus fasilitas dan service yang diberikan pasti juga seadanya aja, misalnya penginapan sekamar berempat dengan lokasi nun jauh  di tempat antah berantah, makannya nasi kotak/nasi bungkus, belum termasuk tiket masuk tempat wisata, belum termasuk guide dan lain-lainnya. Yang pasti bisa jadi malah bikin tambah mahal, ya kan?

Hmmm, pesan saya untuk Anda yang mau berlibur kemanapun itu, jangan serta merta langsung tergiur dengan embel-embel murah. Telitilah sebelum membeli. Cobalah untuk menjadi konsumen yang bijak. Karena pastinya Anda nggak mau tertipu yang berujung pada kerugian plus kecewa luar biasa di akhirnya kan? So, selektiflah untuk memilih trip organizer mana yang memang murah atau murahan…

Suka-Dukanya jadi Istri

Amazing Wife (Image from: www.everydaypeoplecartoons.com)

Siapa bilang jadi istri itu mudah? Kalo menurut saya sih susah-susah gampang. Banyak enaknya dan banyak juga nggak enaknya. Gimana nggak begitu, dua orang manusia harus bersatu, hidup serumah, tinggal bareng setiap hari. Bangun tidur yang kita lihat orang itu dan mau tidur juga orang itu lagi… Fiuuuhhh, kadang rasa bosan nggak bisa ditepis.

Saya orang Jawa sedangkan suami saya campuran Batak-Ambon (beuuhhh, kombinasi yang sempurna kan? hehehe…). Tipikal orang Jawa yang kalem, lemah gemulai kayak putri Solo plus mudah sakit hati harus berhadapan dengan Tipikal orang Batak-Ambon yang kalau ngomong blak-blakan (yang sering bikin sakit hati) plus nada keras seperti orang yang lagi ngebentak. Ya, bisa dipastikan kalau sering terjadi “gonjang-ganjing” di rumah. Hahaha…

Oh iya, masih belum lagi kalau suami saya yang teramat sangat ramah (terutama sama yang namanya perempuan), berbuat hal-hal (yang menurutnya) “konyol”, tapi bikin saya cemburu setengah gila! Huaaa, bisa hancur rumah kami. Putri Solo bisa berubah menjadi monster ganas secara tiba-tiba! Wekekek…

Karena dua orang yang berbeda, otak yang berbeda dan hati yang juga berbeda harus menjadi satu maka bukan hal yang mustahil kalau terjadi kres diantara pasangan suami istri. Bigitupun juga dengan saya dan suami saya. Seringkali terjadi miskomunikasi diantara kami berdua. Saat suami saya bilang apa, saya nangkepnya kemana. Atau kalau suami saya ngomong apa saya menanggapinya dengan pemikiran yang telah “loncat dua-tiga kali” dari yang seharusnya. Tak ayal hal ini membuatnya uring-uringan karena tanggapan dari saya nggak sesuai dengan yang (mungkin) diharapkannya.

Kalau misalnya nggak ada salah satu pihak yang mau ngalah dan berjiwa besar, mungkin seumur jagung perkawinan saya telah kandas. Amit-amit deh!

Hhhmmm, jadi istri itu enak lho. Kita memiliki seseorang yang selalu ditunggu untuk pulang ke rumah. Kita punya seseorang yang pasti akan selalu menghabiskan makanan kita bagaimanapun rasa masakan itu. Kita punya seseorang yang pasti akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kita. Kita punya seseorang yang pasti akan mendengarkan keluh kesah kita. Kita punya seseorang yang bisa diajak mimpi bersama dan berusaha mewujudkan mimpi itu.

Saya sampai pada satu kesimpulan menjadi seorang istri dan memiliki seorang suami itu enaknya kita memiliki teman hidup, seorang sahabat sejati. Ya, memiliki sahabat sejati. Itulah enaknya menjadi seorang istri.

Cerita Melahirkan secara Sectio Caesaria (Pemulihan)

Klik disini untuk membaca bagian sebelumnya

Pasca Operasi Caesar (di Ruang Pemulihan)

Ruang Pemulihan

Setelah proses operasi selesai, saya keluar dari ruang operasi dan dipindahkan ke ruang pemulihan. Sekeluarnya dari ruang operasi saya langsung bertemu dengan suami saya. Suami saya menemani saat saya didorong dari ruang operasi ke ruang pemulihan. Dalam perjalanan menuju ruang pemulihan sampai beberapa menit di ruang pemulihan saya nggak bisa berhenti “ngoceh-ngoceh” menceritakan yang saya alami pada saat operasi ke suami saya. Saya merasa saya sangat normal dengan bercerita seperti itu pada suami, tapi menurut suami saya, saya seperti orang mabok yang curhat-curhat gitu… Pasti ini gara-gara pengaruh obat bius…

Saya harus “mendekam” di ruang pemulihan selama 2 jam untuk memastikan tidak ada trouble dalam tubuh saya pasca operasi. Suster tiap setengah jam sekali mengecek tekanan darah saya. Saya juga disuruh tidur sama suster yang menjaga saya saat itu, tapi nggak tahu kenapa saya nggak bisa tidur, padahal badan kerasa capek banget…

Di ruang pemulihan ini pengaruh obat bius berangsur-angsur habis. Kaki saya sudah bisa digerakkan lagi.

Saat pengaruh obat bius hilang sedikit demi sedikit, muka saya terasa gatal. Hal ini terjadi karena saya mungkin saja alergi terhadap obat bius. Padahal waktu uji coba obat bius saat di ruang persiapan, saya tidak merasakan gatal setelah obat bius sedikit disuntikkan di tangan saya. Ga tau lah… Yang pasti muka saya terasa gatal. Saya belum merasakan sakit apapun di bagian perut karena saya masih pakai infus pengurang rasa sakit.

Kamar…

Setelah dua jam di ruang pemulihan dan suster memastikan kalau nggak ada trouble pada diri saya pasca operasi, saya akhirnya dipindahkan juga ke kamar. Wew, capek juga harus pindah-pindah kasur sebanyak 3 kali, dari kasur (meja) operasi ke kasur ruang pemulihan lalu ke kasur di kamar pasien. Masih belum lagi mindahin badan saya dari kasur-kasur itu ke kasur roda. Capek juga badan saya digeser-geser dari satu kasur ke kasur yang lainnya menggunakan kain. Fiuuhhh…

Saya berpikir kalau sesampainya di kamar, saya bisa langsung melihat anak saya. Tapi ternyata saya salah. Saya masih harus menunggu sekitar 2 jam sampai anak saya diantar ke kamar. Bosan juga menunggu selama itu, apalagi saya juga nggak bisa tidur. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena efek ingin segera bertemu dengan si kecil kali ya…

Saya dan Anak Saya (Marvina Annora Sitorus)

Saat yang paling saya tunggu datang juga. Salah satu suster dari ruang bayi membawa seorang malaikat kecil dalam kereta bayi. Ya, itu anak saya, Marvina Annora Sitorus.

Anak saya lalu diletakkan ke dalam pelukan saya. Itu pertama kalinya saya memeluk anak saya. Rasanya… susah banget kalau harus dilukiskan dengan kata-kata…Campuran antara haru, bahagia dan senang.

Sore hari beberapa kenalan saya dan suami mulai berdatangan untuk menengok keadaan saya dan bayi saya. Senang sih ditengokin orang, cerita-cerita, ngobrol, ketawa-ketawa. Tapi ada nggak enaknya juga, karena  saya baru saja menjalani operasi caesar, otomatis luka di perut bagian bawah masih belum sembuh kan. Dan hal ini menyebabkan perut saya terasa teramat sakit kalau lagi ketawa. Nggak hanya ketawa, kalau perut saya kegoncang juga kerasa sakit. Jadinya hari itu saya masih belum boleh turun dari ranjang, so badan saya dibersihkan hanya dengan dilap saja oleh suster dan saluran kencing saya dipasangi selang yang otomatis akan menampung air seni yang saya keluarkan.

Selain masih belum boleh turun dari ranjang, saya juga masih belum boleh duduk sempurna di hari pertama pasca operasi caesar. Jadi makanpun juga sambil tiduran. Makanan saya hari itu adalah…bubur… Tapi untungnya buburnya enak. Nggak seperti bubur-bubur di rumah sakit pada umumnya.

Sehari setelah Operasi Caesar

Pagi-pagi (sekitar pukul 6.30 Wita), dua orang suster datang ke kamar saya. Mereka membersihkan badan saya. Mereka juga menyarankan saya untuk mulai belajar duduk. Mengikuti saran dari suster-suster itu sayapun mulai membiasakan diri lagi untuk duduk, dimulai dengan sarapan pagi dengan posisi duduk. Agak terasa sakit sih di bagian perut, tapi saya usahakan untuk tidak mengeluh.

Siang harinya, ada visit dokter. Dokter kandungan saya, dr. Ngurah Eka Wijaya, Sp.OG, memeriksa kondisi saya. Alhamdulillah kata beliau kondisi saya bagus, jadinya perban luka bekas operasi bisa diganti dengan perban yang anti air supaya saya bisa mandi dan melakukan aktifitas pribadi lainnya sendiri. Dokter juga menyarankan saya untuk mulai berjalan lagi. Karena kondisi saya sudah membaik dan cukup normal, maka infus nutrisi dan infus pengurang rasa sakit bisa dilepas dari tangan saya. Obat-obatan pun juga diganti dengan obat oral.

Sesaat setelah infus saya dilepas saya nggak merasakan reaksi apapun pada perut saya (terutama bekas operasi). Saya bebas bergerak dan belajar jalan serta mengurus anak saya sendiri. Namun sekitar tiga jam kemudian saat sisa-sisa infus pengurang rasa sakit sudah mulai hilang dari tubuh saya, saya mulai merasakan sakit yang teramat sangat di perut. Rasanya seperti diiris-iris dan ditarik-tarik. Sakit banget deh pokoknya! Saya jadi nggak bisa jalan cepat dan bergerak pun juga jadi lambat. Kalau saya sedang mengurus bayi saya, kadang pinggang saya juga terasa sakit, campuran antara kram dan encok.

Ternyata dokter sudah mengantisipasi hal ini. Pukul empat sore seorang suster datang ke kamar saya dan saya dikasih empat macam obat: amoksilin (anti biotik), milmor (pelancar asi), acetram (pengurang rasa sakit) dan paracetamol (penurun panas). Semua obat itu memang penting untuk saya, terutama acetram untuk mengurangi nyeri bekas operasi dan paracetamol untuk turun panas (karena setelah infus dilepas badan saya terasa agak demam). Tapi ternyata semua obat itu bekerja hanya selama delapan jam saja. Lewat dari delapan jam, terutama perut akan terasa sangat sakit.

Hari ke-2 setelah Operasi Caesar

Hari kedua setelah operasi saya mulai membiasakan diri dengan nyeri di perut. Saya mulai tidak menghiraukan lagi sakit yang terasa. Hanya saja saya masih belum bisa bergerak cepat.

Seperti biasa, ada visit dokter di siang hari. Setelah memeriksa keadaan saya, si dokter mengatakan kalau saya sudah boleh pulang hari itu. Senangnya bisa kembali ke rumah dan mengurus anak sendiri… 🙂

Saya, Suami dan Anak Kami

Setelah 1 Minggu

Sampai di rumah, saya langsung mengurus segala sesuatunya sendiri mulai dari urusan rumah, anak dan juga suami. Walaupun sakit-sakit, nggak saya rasakan. Saya jadi rajin banget minum obat (terutama acetram). Nggak lain dan nggak bukan ya biar perut saya nggak terlalu terasa sakit supaya saya bisa melakukan semua aktifitas tanpa hambatan. 😀

Pernah satu hari (saya lupa, enam hari setelah melahirkan kalo nggak salah), saya merasakan sakit yang teramat sangat di perut saya. Perut rasanya perih banget, serasa diiris-iris dan ditarik-tarik dari dalam. Sakit banget deh pokoknya sampai saya nggak bisa ngapa-ngapain. Hanya tiduran sambil menikmati sakit di dalam perut.

Oh iya, selama seminggu setelah melahirkan saya nggak bisa bungkuk. Perut akan terasa sakit kalo misalnya saya paksakan untuk bungkuk.

Hari kesembilan pasca operasi caesar waktunya kontrol ke dokter. Dokter memeriksa saya dan mengatakan kalau keadaan saya baik. Luka bekas operasi pun membaik dan rahim saya juga sudah mulai mengecil. Karena semuanya membaik maka dokter memutuskan perban anti air yang menutup luka bekas operasi caesar sudah bisa dibuka.

Alhamdulillah semuanya normal. 🙂

Pasca Operasi Caesar

Saya membutuhkan waktu tiga minggu untuk merasa “benar-benar baik” setelah operasi caesar (maksudnya, perut udah jarang banget kerasa seperti diiris-iris/ditarik-tarik lagi) dan saya juga sudah “bebas” bergerak kesana-kemari.

Kalau ditanya efek operasi caesar? perut agak lama kembali ke bentuk semula. Sampai saat ini (usia anak saya lima setengah bulan), perut saya masih seperti orang yang lagi hamil empat bulan.

Efek lain dari operasi caesar yang saya rasakan adalah ketika saya sedang menstruasi. Kalau pas lagi banyak-banyaknya perut saya terasa lebih sakit (kalau dibandingkan dari sebelum melahirkan). Selain itu, rasa nyeri seperti ada beberapa jarum yang menusuk juga terkadang saya rasakan di area sekitar bekas operasi.

The end.