Balada Ibu Galau

Galau. Satu kata yang mendadak nge-hits banget  dua tahun belakangan ini. Siapapun bisa terjangkit virus galau, nggak terkecuali ibu rumah tangga beranak satu seperti saya.

Apa sih yang bisa bikin ibu rumah tangga seperti saya ini galau?

Sembako yang semakin hari semakin melambung? TIDAK

Anak yang semakin hari, kelakuannya semakin “kreatif”? TIDAK

Kerjaan rumah yang numpuk? TIDAK Juga

Trus apaan dong?

Kasih tau nggak yaaaaa…. Hehehe…

Yang bikin saya selalu galau adalah…. SUAMI!!!

Gimana nggak bete coba kalau suami tetep aja lirak-lirik sana-sini saat kita sudah berusaha melakukan semua yang terbaik?

Gimana nggak bete saat kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk nggak belanja sesuatu yang kita inginkan supaya keuangan tetap stabil, tapi dia malah mengagumi perempuan lain yang dandanan, baju plus “printilannya” luar biasa untuk menunjang penampilannya.

Gimana nggak bete saat melihat teman-teman saya pada sekolah ke luar negeri lah, diajak suaminya jalan-jalan ke luar negeri lah, dan begini begitu lainnya, sementara kita stuck ngurus anak dan pekerjaan rumah tangga di rumah aja.

Gimana nggak bete saat saya merasa sudah sepenuh jiwa melakukan dan berusaha untuk jadi ibu dan istri yang baik, tapi tetap aja ada yang kurang di mata suami?

Semua perasaan bete itu PASTI akan berujung sama yang namanya GALAU. Galau ala ibu rumah tangga.

Galau (Image from: sulfianisty.blogspot.com)
Galau (Image from: sulfianisty.blogspot.com)

Biasanya kalau pas lagi galau gitu pengen banget nangis sejadi-jadinya atau teriak sekencang-kencangnya atau curhat di ruang publik biar seluruh dunia tau. Tapi saya tidak pernah melakukannya. Paling banter saya uring-uringan atau bersikap dingin atau nangis sendiri di tengah malam yang gelap saat suami dan anak sudah terlelap.

Galau itu bikin dada nyesek banget. Galau karena kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Saya nggak menginginkan ini-itu yang aneh-aneh. Saya tidak butuh pengakuan dari orang lain. Saya cuma butuh diakui oleh suami saya kalau sayalah pusat dunianya berputar saat ini. Sayalah orang ter- dimatanya (tercantik, terpintar, terbaik, terseksi dan ter-lainnya yang baik-baik).

Saya cuma ingin suami saya bersyukur memiliki saya dengan apa adanya saat ini. Karena saya akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi keluarga kami. Ya, cuma itu. Saya cuma ingin merasa selalu menjadi spesial bagi suami saya. Saya hanya ingin selalu merasa dibutuhkan dan jadi orang penting bagi suami saya. Tanpa dibanding-bandingkan dengan orang lain. Walaupun hal itu dilakukan secara implisit, saya yakin tidak seorangpun suka dibandingkan dengan individu lainnya.

Semoga suami saya dan juga suami-suami lain sadar untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat istrinya galau lagi seperti ini. Amiiinnn…

Sifat Buruk Suamiku by Een

Tegarkan aku…

Aku Eni 30 tahun. Usia pernikahan baru jalan 4 tahun.

Kisahku: Bukan aku menolak takdir Ilahi, tapi aku hanya manusia biasa yang punya keterbatasan. Dari awal pernikahan aku sudah melihat sifat buruk pasanganku. Komunikasi yang buruk dan tutur kata yang tidak beretika. Sering kurasa, aku tak tahan dengan mulutnya. Aku sakit hati. Aku stres dan depresi berat hingga saat ini.

Aku bingung aku harus bagaimana?

Jangan Sampai Menyesal

Masih seputar ibu rumah tangga dan full time mother, profesi yang saya geluti saat ini. Kadang saya ngerasa iri pada teman-teman saya yang bekerja disini, lanjut kuliah disana, dan pencapaian-pencapaian lain yang mereka dapatkan. Ingin sekali rasanya bisa mengaktualisasikan diri lagi seperti mereka. Tapi saya tidak bisa. Saya stuck di rumah. Saya harus jadi ibu rumah tangga. Saya harus mengurus anak saya.

Jujur, saya kadang benci sama keadaan saya saat ini yang HANYA menjadi ibu rumah tangga biasa. Mungkin perasaan yang sama juga seringkali dirasakan wanita lain yang berprofesi sama seperti saya. Menurut saya sih hal itu wajar. Apalagi untuk wanita yang dulunya sibuk berkarier, lalu tiba-tiba harus berhenti bekerja di luar rumah karena sudah berkeluarga dan memiliki momongan. Perasaan tersebut sangat manusiawi. Tapi kita jangan sampai terbelenggu terus-terusan dengan hal itu. Ingat, ada banyak hal yang membutuhkan perhatian kita. Itulah pentingnya ada ibu rumah tangga.

Saya dan anak saya (Avi)
Saya dan anak saya (Avi)

Perasaan kesal yang saya rasakan saat menyadari saya hanya seorang ibu rumah tangga berubah saat saya sadar anak saya saat ini sangat membutuhkan perhatian saya. Anak saya, Avi, yang sekarang berusia 27 bulan menjadikan saya sebagai pusat kehidupannya. Ada perasaan lain saat anak saya memanggil “ibu, ibu” untuk setiap hal yang Avi lakukan dan ia ingin menunjukkan pada saya. Memang capek, tapi lumayan bikin girang kalau anak saya ngajakin saya joged-joged atau dansa ala princess. Dan yang pasti, saya tau kalau ada satu orang yang selalu menemani saya saat ini.

Saya jadi menikmati profesi saya sebagai ibu rumah tangga, menikmati setiap detik yang saya lalui bersama Avi. Mensyukuri bahwa saya bisa 24 jam selama tujuh hari saya menjadi full time mother, selalu bersama-sama Avi. Saya juga bisa memantau setiap perkembangan Avi. Semua itu sesuatu yang tidak bisa tergantikan dengan hanya sekedar aktualisasi diri, sesuatu yang tidak bisa kita ulang kembali di kemudian hari.

Saat anak kita baru lahir sampai sekitar umur 7 tahun adalah waktu yang sangat berharga bagi kita untuk mendapatkan perhatian penuh dari anak. Karena setelah usia tersebut anak akan mulai sibuk dengan dunianya sendiri. Saat itulah kita yang nantinya malah minta perhatian dari anak. Apalagi saat anak memasuki masa puber. Habislah waktu anak untuk kita. Maka dari itu, saat kita masih jadi pusat kehidupan anak, jangan sia-siakan waktu yang ada supaya kita jangan sampai menyesal nantinya.

Apakah Aku Harus Rujuk by Fia

Masalahku ini sebenarnya sudah lama sekitar 2 tahun yang lalu saat aku hamil anak ke-2. Suamiku selingkuh dengan tetangga rumah kami hingga mereka menikah. Setelah aku melahirkan anak ke-2, aku sudah tidak tahan dengan keadaan saat itu dan aku memilih pergi dari rumah dengan membawa ke-2 anakku.

Akan tetapi aku mengalami masalah keuangan. Setelah anakku yang kecil berusia 1 tahun mertuaku meminta cucunya ikut mereka. Dengan banyak pertimbangan akhirnya aku serahkan ke-2 anakku kepada mertuaku.

Yang jadi masalah sekarang, suamiku minta kembali setelah dia merasakan ketidaknyamanan dengan istri ke-2nya. Di dalam hatiku masih ada rasa cinta yang besar sama mantan suamiku. Terlebih anak pertamaku selalu bilang kangen mamah dan papah seperti dulu.

Teman, aku binggung apa yang harus aku lakukan mengingat rasa sakit hati dan benci atas perlakuan dia dulu sama aku. Tetapi di sisi lain, masih ada rasa ingin seperti dulu. Terutama aku kasihan sama anak-anak…

Trauma dengan Masa Lalu Suami by Noname

Saya baru tahu masa lalu suami saya setelah saya married. Tepatnya pas setelah ia ML dengan wanita lain di luar negri saat ia ditugaskan kerja disana. Saya introgasi dia sampai ia jujur mengakui kalau sudah ML dengan wanita tersebut sebanyak 4-5x. Bahkan ia juga jujur kalau dulu pas sebelum kenal saya dia ML juga dengan pacar-pacarnya.

Mengetahui hal tersebut, saya langsung suruh dia berhenti kerja disana dengan cara saya menyusulnya. Saat ini pekerjaan suami saya sama seperti saya, hanya jualan online. Ya cukuplah untuk bayar asuransi – asuransi & tabungan masa depan.

Akan tetapi yang namanya online shop pasti ada surutnya juga. Ditambah lagi saya saat ini sedang hamil 3 bulan, otomatis tambah biaya ekstra kedepannya. Saya suruh suami saya bantu orangtua saya jaga toko bangunan. Tapi dia itu paling tidak betah kalau tidak ada teman sebayanya kalau lagi kerja.

Oh iya, semenjak ia berhenti kerja, kami tinggal di rumah orangtua saya. Sebelum online shop, kami berdua kerja di toko bangunan milik ayah saya & kami berdua dapat gaji. Lumayan lebih besar dari pendapatan online shop sekarang. Jadi saya suruh suami saya kerja di toko lagi karena online shop lagi sepi. Eh, tapi dia malah marah – marah. Dia malah pengen kerja di luar negri lagi yang gajinya 2x lipat daripada jaga toko.

Saya tentu tidak mengizinkannya karena dulu dia sempat bohongi saya sampai ML dengan perempuan lain setelah 4 bulan menikah.

Saya butuh suster / psikolog yang bisa bantu masalah saya. Karena kalau cerita disini bisa nggak selesai-selesai karena problem saya banyak…

Help me please..

Ibu vs Asisten Rumah Tangga

Marvina Annora Sitorus (Avi), anak pertama saya yang saat ini sudah berumur 2 tahun 3 bulan. Sejak hamil Avi saya memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Saya ingin serius dalam mengurus dan mendidik Avi. Pasca melahirkan, saya mengurus semuanya sendiri tanpa bantuan dari orangtua, mertua, saudara, baby sitter apalagi asisten rumah tangga (pembantu). Kalaupun ada bantuan, hanya dari suami saya, mengingat kami merantau di pulau orang. Intinya saya ingin mendedikasikan diri saya untuk anak tercinta.

Saya dan suami memiliki usaha bersama, sejak saya melahirkan, saya tidak ikut menangani usaha tersebut karena harus mengurus Avi. Saat usia Avi genap satu tahun, kami melihat banyak ketidakberesan dalam usaha kami tersebut, jadilah saya harus ikut berkecimpung lagi mengurus usaha kami kalau tak ingin semuanya jadi berantakan. Sejak saat itu, waktu saya mulai terbagi-bagi antara mengurus anak, rumah dan urusan kerjaan. Saya mulai merasa kekurangan waktu untuk dapat menjalankan semua itu. Akhirnya pada November 2012 saya dan suami memutuskan untuk mempekerjakan seorang Asisten Rumah Tangga (ART) yang bisa membantu saya dalam mengurus rumah dan menemani Avi kalau saya sedang sibuk mengurus pekerjaan di kantor.

Ketika ada ART, memang pekerjaan kantor dan rumah jadi cepat terselesaikan dan beres semua, tapi urusan Avi jadi agak keteteran. Karena merasa sudah ada ART yang menemani Avi, saya jadi kurang menyisihkan waktu bersama Avi. Sampai akhirnya saya tersadar kalau banyak perilaku Avi yang mencontoh dari ART saya. Dari situ saya sadar jika dibiarkan terlalu lama Avi lebih sering bersama ART ketimbang bersama saya, bisa kacau perilakunya. Menyadari akan hal itu, maka saya mulai memberikan banyak waktu lagi bersama Avi. Februari 2013, ART saya resmi berhenti kerja. Itu artinya Avi kembali di bawah didikan saya lagi 100%.

Setelah saya tidak memiliki ART lagi, bersama dengan suami, saya mendidik Avi dengan sepenuh hati. Kami bahu-membahu saling membantu dalam hal mengasuh Avi dan mengurus pekerjaan kantor. Disitulah mulai terlihat berbedaan perilaku dan perkembangan Avi ketika ada ART dan ketika hanya dibawah pengasuhan orangtuanya. Avi terlihat lebih ceria, cerdas, sehat dan perilakunya menjadi lebih baik.

Waktu masih ada ART, Avi selalu diam saja jika bermain ditemani ART saya dan Avi selalu kegirangan jika saya mengajaknya bermain lagi ketika sudah menyelesaikan urusan kantor. Ketika ART sudah tidak ada lagi, Avi menjadi sangat ceria karena selalu ditemani saya atau ayahnya. Keceriaan Avi terlihat saat bermain, Avi lompat-lompat, joged-joged, tertawa dan berani mencoba segala jenis permainan kalau Avi kami ajak ke tempat bermain anak-anak.

Dalam hal kecerdasan, jelas sekali perbedaannya. Setelah Avi kembali dalam pengasuhan saya 100%, Avi kembali mau mengeksplorasi semua mainannya, pintar bernyanyi, dan mulai mengenal beberapa kosa kata bahasa Inggris (no, sorry, elephant, horse, flower, wait, look, bye-bye, princess, one two three four five, butterfly, bird, star, head, nose). Avi juga menjadi sangat ramah dengan orang lain. Selain itu, kalau waktu masih ada ARTdulu, kadang Avi suka mukul, teriak-teriak, sekarang hal itu sudah jarang lagi dilakukannya.

Avi si Cameragirl
Avi si Cameragirl

Ada satu pengalaman yang sangat berkesan ketika Avi sudah 100% dalam asuhan saya lagi. Saat itu Avi berumur 21 bulan, ia ikut di acara syuting program Holiday di Bali. Saat di lokasi syuting dan ketika syuting sedang berlangsung, Avi hanya melihat sekeliling dan memperhatikan apa yang dilakukan oleh para crew, terutama cameraman. Setelah syuting berakhir, Avi mulai memberanikan diri untuk mendekati para crew dan berputar-putar di sekitar kamera yang sedang nganggur, lalu Avi menyuruh ayahnya untuk menurunkan kamera agar sejajar dengan tinggi badannya. Setelah itu saya takjub dengan apa yang dilakukan Avi selanjutnya. Ia berpura-pura layaknya seorang cameraman yang sedang ambil gambar. Persis seperti yang dilihatnya tadi saat sang cameraman sedang bekerja. Dari kejadian itu saya melihat banyak karakter pemimpin yang muncul dalam diri Avi misalnya: cepat beradaptasi dengan lingkungan baru, rasa percaya diri yang tinggi, berani tampil di depan umum, dan berani mencoba hal baru.

Pengalaman 3 bulan memiliki ART bagi saya sudah lebih dari cukup. Pekerjaan rumah tangga memang jadi terbantu, tapi tidak dengan perkembangan dan pertumbuhan Avi. Perkembangan Avi jauh lebih pesat jika dalam asuhan saya 100%. Hal ini merupakan modal awal untuk membentuk berbagai karakter pemimpin dalam diri Avi, anak saya. Dari cerita saya diatas sangat terlihat pentingnya peran seorang ibu untuk si pemimpin kecil.