Cinta Tak Kan Usai by Shanty Adhy Yudhistira

Cinta tak kan usai…
Cinta yang tak pernah padam…

Hari ini aku mencoba menelaah tentang perasaan cinta yang tak pernah padam… Yang mana aku berpikir sepertinya tak masuk logika. Meskipun sering aku dengar lagu milik vina panduwinata yang judulnya ‘Logika’

Dimana… logika… hatiku… jatuh cinta kepadanya…
Tetapi… ternyata… asmara… tak kenal dengan logika…

Ketika teman aku mengalami cinta yang tak pernah usang, cinta pertamanya. Yang dialaminya ketika saat kuliah. Tadinya aku berpikir, apa sih yang dia tunggu? sedangkan dia tahu kemunkinan untuk bersatu prosentasenya amatlah kecil. Mengingat si cinta pertamanya tak lagi sendiri. Tapi begitu setianya dia kepada si lelaki itu. Kebetulan teman aku ini perempuan. Tapi ternyata ketidak-logikaan cinta menunjukkan kebesaran dan keangkuhannya. Cinta begitu berkuasanya bertengger dengan sombongnya disana. Dengan segala perasaan dan harapan. Yang selalu berharap pada akhirnya terwujud nyata.

Ada lagi yang membuat aku heran dengan teman perempuanku ini. Ketika sang arjuna menikah, justru terjadi ketika jalinan cinta mereka masih tertata rapi (info ini aku dapat dari sumber yang aku percaya). Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, justru teman perempuanku inilah yang mempersiapkan segala persiapan pernikahan sang arjunanya untuk menikah dengan orang lain. Sampai aku berpikir, kenapa bukan menikah dengannya saja? Kenapa harus menikah dengan perempuan lain? Ada apakah ini?

Akhirnya aku temukan jawabnya, Bahwa tidak adanya restu dari orangtualah yang menyebabkan tidak terjadinya pernikahan diantara mereka. Yang dimaksud adalah ketidaksetujuan orangtua temen perempuanku.

Begitu tersanjungnya sang lelaki itu. Tapi ada hal yang menggangu pikiranku, adakah dia masih bisa dianggap lelaki? kenapa dia tak coba memperjuangkan cintanya? apakah dia tak punya nyali? masih pantaskah dia mendapatkan cinta yang begitu tulus dari teman perempuanku itu?

Menurut aku sepertinya kok laki-laki cemen… Ini menurut aku lho ya… Ibarat kata, “Tunjukkan! Mana yang kau bilang cinta?” Tapi ya udahlah, mungkin aku yang berpikir terlalu idealis, terlalu normalis, berdasarkan seharusnya. Toh kenyataan di depan mata tak menunjukkan seperti itu.

Peristiwa yang makin mengherankan lagi, ketika istri si mantan lelaki itu hendak melahirkan anak pertama mereka (bisa dibilang belum mantan sih, karena pada kenyataana mereka tetap melanjutkan jalinan cinta mereka diatas onak duri), teman perempuanku ini juga yang mengupayakan kekurangan biaya melahirkan di rumah sakit bahkan segala persiapan baju-baju sang calon buah hati yang hendak lahir ke dunia. Menghirup wanginya napas dunia. Wah, begitu mulianya hati teman perempuanku ini. Salut…

Sampai suatu saat, cinta membuktikan keangkuhannya. Atau mungkin juga kemuliaannya. Terjadi suatu peristiwa yang tak bisa aku jabarkan disini karena terlalu pribadi. Tapi sekilas aku sampaikan bukan karena istri si lelaki itu selingkuh atau gimana, tapi ketidakperhatian si istri terhadap anaknyalah yang akhirnya menjadikan bom waktu pernikahan mereka berakhir.

Tapi tetaplah tak semudah itu jalan yang harus dilalui dalam mewujudkan bersatunya cinta mereka. Rintangan tetap menhadang seperti yang sudah-sudah. Teman perempuanku tetaplah terhalang restu ibunda. Tapi ketulusan dan keikhlasan cinta mereka lah yang menguatkannya. Sampai suatu saat sang ibu mulai luluh dan merestui pernikahan mereka disaat usia mereka tak lagi belia, usia 40 tahun. So sweet…

Kini mereka telah dikaruniai seorang anak perempuan yang imut berusia 1 tahun. Mereka hidup bahagia di bumi Kalimantan.

Kadang aku bertanya dalam hati apabila mengingat story, history cinta mereka. Tak ada dlm logika. Tapi itulah cinta. Cinta tak pernah salah, ataupun salah meletakkan cinta bukan pada altarnya. Tapi itulah keajaiban cinta. Begitulah cinta…

Leave a Reply