Well, saat ini saya sudah menjadi seorang ibu. Tepatnya tanggal 9 Juli 2011 jam 08.07 WITA saya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda Denpasar-Bali. Saya melahirkan dengan proses persalinan sectio caesaria.
Mengapa saya memilih untuk operasi caesar dan tidak melahirkan normal saja? salah satu alasannya yaitu untuk mempercepat kelahiran bayi saya, selain itu saya parno karena tiga bulan sebelumnya adik ipar saya melahirkan secara normal (waterbirht), tapi karena dia kurang bisa mengatur nafas+si bayi terbelit ari-ari, jadinya bayinya 8 kali keluar-masuk jalan lahir yang menyebabkan si bayi masih harus dirawat di rumah sakit selama 9 hari… Takut mengalami hal yang sama, maka saya memutuskan untuk caesar saja.
Persiapan
Tanggal 9 Juli 2011 jam 05.00 WITA saya dan suami berangkat ke rumah sakit. Setelah mengurus beberapa administrasi, sekitar pukul 05.30 WITA saya akhirnya dibawa ke ruang persiapan. Di ruangan itu, yang pertama kali dilakukan adalah mengganti pakaian yang saya kenakan dengan pakaian steril yang telah disiapkan oleh pihak rumah sakit. Lalu salah seorang suster memeriksa tekanan darah saya dan detak jantung bayi di dalam perut. Saya kaget sekali, detak jantung bayi saya sangat cepat. Dua kali lebih cepat dari detak jantung orang dewasa. Saya langsung bertanya pada suster mengapa detak jantung bayi saya sangat cepat seperti orang yang sedang berlari? Jawaban suster “memang seperti itu, bayi dalam kandungan sampai dengan satu bulan setelah lahir detak jantungnya dua kali orang dewasa. Setelah satu bulan detak jantungnya baru bisa normal”.
Seusai memeriksa tekanan darah dan detak jantung bayi, yang dilakukan selanjutnya adalah tes darah. Tes darah dilakukan 2 kali. Yang pertama darah saya diambil sebanyak satu tabung suntik untuk mengetahui kandungan hemoglobin dalam darah. Yang kedua, darah saya diambil dengan alat seperti staples untuk mengetahui lama waktu pembekuan darah. Jujur saya salah satu orang yang ngerian dengan yang namanya jarum suntik dan darah. Jadi saat darah saya mengalir memenuhi satu tabung suntik, badan saya langsung lemas nggak karu-karuan. Walaupun demikian, ternyata rasa lemas yang saya rasakan itu lebih bersumber dari pikiran saya sendiri. Sebenarnya saat jarum suntik menembus kulit dan darah saya diambil, rasanya tidak terlalu sakit seperti yang saya bayangkan.
Saya tahu, saya akan menjalani operasi caesar. Yang namanya operasi pasti akan sering disuntik sana-sini dan entah berapa jarum infus yang akan menancap di tangan saya nanti. Sungguh, saya ngeri sekali… Tapi saya lantas ingat kalau tidak lama lagi saya akan bertemu dengan putri tercinta saya, maka rasa ngeri itu lumayan berkurang. Setelah menjalani tes darah seharusnya saya langsung diinfus, namun saya minta penangguhan waktu pada suster untuk menjalankan Sholat Dhuha terlebih dahulu. Tujuannya supaya hati lebih tenang dan berdoa mohon kelancaran dalam proses operasi nanti. Secara ya, yang namanya mau melahirkan, walaupun dengan proses operasi caesar sekalipun (yang katanya nggak sakit saat prosesnya), tetap saja menimbulkan perasaan takut di hati saya. So, saya merasa saya harus berdoa untuk menenangkan hati saya. Seusai Sholat Dhuha, suster langsung mendatangi saya lagi dan bersiap akan memasang infus di tangan sebelah kiri saya. Saya langsung menutup mata, satu jarum infus kini bersemayam di tangan kiri. Infus selesai dipasang, selanjutnya saya disuntik cairan (saya nggak tahu cairan apa) oleh suster. Beberapa saat kemudian suster bertanya pada saya, “kerasa gatal nggak bu di tempat yang tadi saya suntik?”. Saya jawab “nggak, cuma berasa dingin aja”. Saya nggak tahu cairan apa yang disuntikkan pada saya, mungkin untuk mengetahui saya alergi obat bius atau tidak. Anyway, proses di ruang persiapan sudah selesai. Suster datang lagi ke ruangan saya dengan membawa kursi roda. Lalu saya diantar ke ruang operasi menggunakan kursi roda. Kenapa harus pakai kursi roda? Supaya nggak ribet bawa-bawa infus kalau jalan kaki.
klik disini untuk membaca lanjutannya