“Perilaku Suami Saya” by Winda

Perilaku Suami (Image from: www.detik.com)

Perilaku Suami (Image from: www.detik.com)

Suami saya seorang pengusaha tampan. Tak ayal banyak wanita yang mencoba mengejarnya walaupun mereka tahu kalau suami saya sudah punya istri.

Tiap kali saya tanya apa ada wanita lain jawabannya “Aku kalau satu ya satu”. Alasan saya menanyakan hal itu karena hampir setiap hari saya lihat ada sms masuk dari perempuan lain (lebih dari 3 orang) yang menawarkan diri untuk melayani suami saya dengan harapan mendapatkan uang. Jawaban suami saya saat saya tanyakan perihal sms tersebut ”Nggak pernah saya balas dan ladeni”. Tapi kecurigaan di hati saya tak kunjung hilang.

Suatu hari suami saya pamit pada saya kalau dia akan ke rumah sakit. Saya sedikit tidak percaya. Makanya saya ikuti dia untuk mengobati rasa penasaran saya.  Dan ternyata kecurigaan saya benar, saya lihat dengan mata kepala saya sendiri suami saya masuk di sebuah hotel bersama seorang wanita dan mereka melakukan hubungan suami istri.
Hati saya benar-benar hancur saat mengetahuinya. Saya ingin mengakhiri pernikahan saya detik itu juga. Tapi suami saya meminta maaf dan janji tidak akan melakukan itu lagi. Saya yang masih cinta dan ingin mempertahankan pernikahan kami, sulit sekali untuk tidak memaafkannya.

Saat ini saya jadi selalu menaruh curiga pada suami saya. Apakah dia benar bisa berubah? karena suami saya termasuk orang yang suka sekali melakukan hubungan suami istri. Hampir setiap hari dia memintanya pada saya dan saya selalu melayaninya dengan setulus hati. Tapi pada kenyataannya dia masih merasa kurang.

Apa yang harus saya lakukan?
Mohon solusi dari pembaca…

“Tentang Suami Saya” by Olivia

Saya wanita, sudah menikah tanpa dikaruniai seorang anak pun. Saya ingin menceritakan tentang suami saya.

Suami saya kalau lagi emosi sering bilang cerai atau tidak butuh kamu lagi. Itu memang sifatnya krn sy tau dia juga sering begitu kalau sedang marah dengan keluarganya (kakaknya/bapaknya). Dia sering bilang “kamu bukan siapa-siapaku lagi, aku gak butuh kamu lagi.”

Setelah baikan biasanya dia bilang itu hanya dimulut saja karena emosi. Selalu begitu kejadiannya dan setelah itu dia pasti baik lagi, begitu juga yang terjadi dengan keluarganya.

Namun, selain “ringan kata”, suami saya orangnya juga susah diajak bicara dari hati ke hati, jadi saya sulit menyampaikan bahwa saya tidak bisa diperlakukan sama seperti keluarganya. Menurut saya, keluarga kan selamanya akan tetap menjadi keluarga walaupun salah satu emosi bilang sudah bukan siapa-siapa lagi, sedangkan saya tidak bisa diperlakukan seperti itu terus… Seringkali kata-kata tersebut masuk ke perasaan (hati) dengan sendirinya…

Tabiat suami saya yang lain yang tidak saya suka adalah, suami saya termasuk orang yang mau menang sendiri dan tidak mau disalahkan walaupun seringkali dia yang salah. Jadi selalu saya yang minta maaf untuk menyelamatkan hubungan.

Semua hal tersebut lambat laun berpengaruh pada perasaan saya. Lama2 saya merasa dia bukan suami ideal. Dan itu berlanjut kepada ketidakbisaan saya menikmati hubungan badan dg dia, saya selalu merasa melayani orang lain bukan suami. Lama-lama suami saya tahu kalau saya terpaksa melakukannya.

Oh iya, satu hal lagi, saya muslim dan suami saya ternyata hanya islam KTP. Dia percaya pada Kepercayaan Terhadap Tuhan YME tapi juga punya sandaran orang pintar yang selalu dijadikan andalan kalau ada masalah pekerjaan dan sebagainya, dan hal ini saya sangat tidak suka dan tidak cocok.

Sekarang kami sedang pisah rumah. Saya bimbang apakah harus menyelamatkan pernikahan atau secepatnya mengakhiri dan memulai hidup baru. Karena sejujurnya saya masih menyayangi dia sebagai bagian dari keluarga dan kasihan kalau dia harus hidup sendirian, apalagi dengan sifatnya itu mungkin akan akan sulit menemukan orang yang bisa menerima dia.

Ada satu hal lagi, dia juga punya penyakit serius yang kemungkinan tidak ada yang akan mau mendampingi dia. Itu membuat saya kasihan dan ingin menemani dia tapi merasa dilema dengan perasaan yang saya miliki sekarang terhadap dia.

Saya mohon saran dari pembaca apa yg harus saya lakukan.

“Stress dengan Perilaku Suami” by Lia

Berawal dari kegalauan saya yang diserang masalah bertubi-tubi masalah dan bingung mau curhat ke siapa. Tidak sengaja saya menemukan web ini. Senang sekali deh…

Saya harap pembaca bisa membantu memberi solusi buat masalah saya yang super berat ini. Amin…

Panggil saja saya Lia, usia 23 tahun. Saya termasuk menikah di usia muda, kurang lebih 1 tahun yang lalu. Suami juga seusia dengan saya, cuma terpaut 4 bulan. Saat ini kami belum dikaruniai anak. Bisa dibilang saya memang sengaja untuk menunda punya anak. Kenapa? Disini akan saya ceritakan masalahnya 🙂

Sebut saja nama suami saya Tama. Dulu kami kuliah di kampus yang sama. Setelah berpacaran kurang lebih 3,5 tahun, akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Alasan menikah karena saat itu kami menjalin hubungan jarak jauh karena masing-masing kami berprofesi sebagai PNS di provinsi yang berbeda. Kami harus resmi sebagai suami istri agar saya bisa mendapat ijin mutasi ikut suami.

Dari sejak pacaran saya sudah tahu watak Tama. Orangnya keras, tempramen, over protektif dan posesif. Tapi sisi baiknya, dia setia dan perhatian. Tama adalah pacar kedua saya. Karena saya punya trauma dengan pacar pertama yang mengkhianati saya dengan perempuan lain, Tama punya plus tersendiri di mata saya karena dia begitu setia. Tapi tidak jarang sifat pemarah Tama membuat saya ingin mengakhiri hubungan kami. Ketika sedang marah, Tama sering memukul tembok, banting barang, atau gebrak meja. Padahal marahnya cuma karena hal sepele, misalnya saya tidak bisa datang waktu band dia manggung di acara kampus. Sering saya menangis. Namun saya selalu bersabar, karena saya pikir sifat seperti itu suatu saat bisa saja berubah. Akhirnya selama kami pacaran, saya lebih banyak mengalah. Oh iya, selain itu, Tama juga sangat-sangat pencemburu. Pergaulan saya agak dibatasi kalau dengan laki-laki. Misalnya saya tidak boleh tersenyum atau menyapa duluan ketika bertemu teman laki-laki.

Singkat cerita, 6 bulan sebelum kami menikah, saat itu seluruh persiapan pernikahan telah rampung, saya bertemu dengan laki-laki yang usianya lebih muda 2 tahun dari saya. Sebut saja namanya Rico. Awalnya Rico cuma saya anggap sebagi sahabat dan partner curhat yang baik. Walaupun usianya di bawah saya, tapi Rico sungguh bijaksana. Tidak jarang saya cerita tentang perilaku-perilaku kasar Tama ke saya dan dia bisa memberi solusi yang baik.

Berawal dari rasa kagum dengan cara berfikir Rico yang lebih dewasa dari umurnya, sifatnya yang begitu santun, dan ketaatannya pada agama, lama-lama benih cinta muncul di hati saya. Tapi saya sadar diri dengan status saya yang sebentar lagi akan menikah, apalagi yang saya tahu Rico sudah punya pacar di kota lain. Saya tidak mau merusak hubungan orang. Akhirnya perasaan ini cukup saya pendam dalam hati. Hingga 2 minggu sebelum hari H pernikahan, saya sudah tak sanggup lagi menahan. Saya katakan yang sejujurnya pada Rico bahwa sudah lama saya menginginkannya. Ternyata saya begitu kaget dengan reaksi Rico. Dia juga selama ini punya perasaan yang sama dengan saya, namun dia begitu takut berkata jujur karena dia tidak mau merusak rencana pernikahan saya apalagi usianya 2 tahun di bawah saya membuat dia merasa minder untuk menyatakan cinta.

Dengan perasaan menyesal bercampur ragu, saya terpaksa terus melanjutkan pernikahan. Saat itu yang ada di fikiran saya hanya orangtua dan keluarga besar. Saya terlalu takut untuk membuat malu mereka, karena semua persiapan sudah selesai dan undangan sudah disebar. Rico begitu sedih melepas saya. Dia depresi, begitu juga dengan saya. Tapi apa mau dikata, bagi saya nama baik orangtua tetap yang utama. Saya terpaksa merahasiakan dari Tama, apa yang pernah terjadi antara saya dan Rico. Beberapa bulan setelah menikah, saya akhirnya mutasi ke kota suami.

Stress (Image by: www.azumio.com)

Stress (Image by: www.azumio.com)

Tak disangka Tama akhirnya mengetahui tentang “keakraban” saya dengan Rico di masa-masa menjelang pernikahan kami dahulu. Tama marah besar. Dia meninju tembok berkali-kali. Saya berusaha menenangkan dan meminta maaf. Saya jelaskan bahwa itu hanyalah masa lalu yang tak perlu dibawa dan diungkit-ungkit lagi karena hanya akan menganggu pernikahan kami jika diungkit terus. Tapi nampaknya sejak itu Tama jadi dendam dengan saya. Dia juga semakin over posesif dan sangat curigaan. Tidak jarang saya dituduh selingkuh dengan berbagai alasan. Padahal semua tidak ada buktinya sama sekali.

Sejak menikah juga perangai Tama menjadi semakin pemarah. Lebih parah dibanding masa-masa pacaran dulu. Tama juga sangat boros. Hobinya bermusik sering menjadi sumber keributan kami. Dia menghabiskan uang berpuluh-puluh juta hanya untuk membeli alat musik dan nonton konser musik. Sama sekali dia tidak menggubris nasehat saya agar ia mulai memikirkan untuk menabung, demi masa depan kami, dan kelak kalo punya anak. Sekarang saya hampir sudah tidak pernah dinafkahi lagi. Saya hidup dengan penghasilan saya sendiri. Saya bilang ke Tama, “jatah makan” saya lebih baik dia simpan untuk tabungan bersama. Bukannya merasa tertampar dengan perkataan saya, Tama malah seolah-olah senang karena tidak perlu membiayai hidup saya lagi. Berapa penghasilannya per bulan pun saya tidak tahu persis, karena Tama tidak transparan soal keuangan.

Satu lagi hal yang membuat saya sedih. Tama membeda-bedakan orangtua saya dan orangtuanya, keluarga saya dengan keluarganya. Misalnya jika dia membelikan makanan atau barang dan memberi uang ke sepupu atau keponakan-keponakannya. Jelas sekali dia membeda-bedakan.

Terus terang saat ini saya benar2 tertekan dengan sifat Tama. Saya sudah berusaha menasehatinya dengan cara pelan ataupun kasar, tapi semua tidak berhasil. Tama terlalu keras kepala dan egois. Saat ini berat badan saya sudah turun drastis, hampir 8 kilo. Memang Tama belum pernah menyakiti saya secara fisik, tapi sungguh psikis saya sangat tersiksa.

Apa saya harus menggugat cerai? Mengingat kami belum dikaruniai anak, karena saya pikir kalo sudah punya anak akan lebih banyak lagi pertimbangan.

Terimakasih untuk pembaca yang sudah membaca cerita saya.
Akan sangat berterimakasih jika pembaca mau membantu memberi solusi atau nasehat-nasehat bermanfaat buat saya.

Aku dan Mertuaku

Mertua-Menantu

Written by: Meymey Karinasari

Hari ini saya ingin sedikit berbagi hal yang cukup berat dan menyesakkan hati saya…

Saat ini saya ada sedikit masalah dengan mertua saya. Saya sudah menikah satu stengah tahun yg lalu. Akan tetapi, sampai saat ini Tuhan belum memberi saya buah hati. Ingin rasanya saya segera menimang buah hati, benih cinta saya dan suami, tapi apa daya Tuhan belum berkenan memberinya… Jadi apa lagi yang harus saya lakukan selain sabar menunggu…?

Tapi rupanya tidak demikian dengan mertua saya, beliau kurang sabar. Sampai satu ketika adik ipar saya yang menikah dua bulan setelah saya ternyata sudah hamil. Sedangkan saya masih belum hamil juga. Awalnya mertua saya menyuruh suami saya memeriksakan saya ke dokter. Tapi sudah berjalan enam bulan belum ada hasil juga… Mertua saya mulai geram sama saya. Akhirnya beliau menyuruh suami saya berhenti memeriksakan saya pada dokter…

Saya tahu beliau menginginkan cucu dari suami saya, dan sampai saat ini saya belum hamil juga. Tapi please jangan salahkan saya terus… Saya dan suami sudah berusaha, tapi apa mau dikata kalau Tuhan belum berkenan memberi…

Hal itulah yang membuat hubungan saya dan mertua agak kurang harmonis hingga saya enggan untuk bertemu dengan beliau. Salahkah bila saya nggak ingin terlalu sering bertemu dengan beliau?

Dilema Ibu Muda ^_^

Dilema (image: http://i2.squidoocdn.com)

Written by: Muthee Musyafaila

Rasa was-was ketika saya menerima pinangan seseorang yang belum lama saya kenal. Pernikahan? sebelumnya saya pernah berpikir, rasanya akan sangat indah apabila suatu hari kita dipinang oleh seorang pemuda tampan dengan khayalan khas anak muda (*seorang pangeran berkuda putih melamar cinderella) ^_^. Ketika kita masih ABG labil ^^, pernikahan adalah akhir bahagia dari segalanya..happy ending..gitu kan yang terpikir?? ternyata setelah aku merasakan pernikahan….justru pernikahan itu adalah awal dari segalanya, awal kita mengaplikasikan mimpi-mimpi masa muda kita.

Mungkin sebagian orang juga menganggap bahwa pernikahan itu akan menghancurkan segalanya (gak bisa berkarir, gak bisa kumpul-kumpul lagi sama temen-temen, gak bisa gila-gilaan de el el lah pokoknya), begitupun dengan saya, ketika itu perasaan bercampur aduk antara mimpi dan kenyataan…apakah saya siap atau tidak, apakah setelah ini kehidupan akan 180 derajat berubah menjadi asing atau tidak…de el el pokonya.

Well, akhirnya sekarang saya telah menikah ^^. benar saja…kehidupan berubah 180 derajat. Benar saja, segala sesuatunya berubah sekarang. pertama, kita harus satukan mimpi-mimpi indah dengan suami kita…harus se visi dan setujuan. kedua, kita harus senantiasa menjaga diri baik-baik dengan lingkungan sekitar entah itu teman lama ataupun teman baru..gak bisa seenaknya mejeng sana sini seperti kita masih singgle ^^. hmmm kemudian yang ketiga, belajar menyesuaikan diri bersama keluarga pasangan…justru mungkin inilah yang agak sulit…sebenernya pasti akan selalu ada kesalahpahaman karena perbedaan dua keluarga. misal ibu mertu kl masak begini, begini..begini..sedangkan kita begini..hmmm hati-hati,,itu bisa jadi boomerang buat rumah tangga kita. Sangat beruntung deh jika punya mertua pengertian ^^ (aku termasuk yg beruntung atau tidak yah*_*) hehe

setelah menikah…inilah yang aku rasakan : hidup sendirian, pisah dari orang tua dan mertua sedangkan suami kerja dalam waktu yang sangat lama. hmmm ga kebayang kan gimana bete nya dirumah???

kadang terpikir juga, pengen kerja dan nyari komunitas, sedangkan saya baru menginjak kota jakarta beberapa bulan ini, saya masih menyesuaikan diri,,,kehidupan disini sangat glamour 🙁 takut tidak bisa menyesuaikan diri bersama komunitas yang baru…

suamiku memang tidak melarangku untuk kerja dan berkomunitas, hanya saja,,aku was-was disini. hidup disebuah apartemen yang masyarakatnya super duper tidak pernah bersosialisasi…hmmmm dilema juga kan? terbersit ingin ikut pengajian,,,tapi sampai saat ini belum menemukan aja…saya ingin punya teman… ;\'(

yang ingin berteman dengan ibu muda seperti saya …yuuu ajak saya berkomunitas positif ^^. add aja fb ku \”mutiara safarah\” thanks ya ^^

SABAR

Written by: Ninda Fitrinia

Sekali lagi…SABAR…
Untuk semua pasangan yang sedang berusaha memiliki buah hati….

Sabar

Sabar, sabar dan sabar, itulah kata yang sering saya ucapkan pada diri saya sendiri ketika melihat seorang wanita sedang menimang-nimang bayinya, saat melihat ibu hamil sedang dipapah oleh suaminya untuk menuruni tangga, saat tidak sengaja melihat seorang ibu sedang menyusui anak yang baru saja dilahirkannya di sebuah rumah bersalin, saat melihat foto-foto keluarga muda lengkap dengan si buah hati di profil picture beberapa teman.
Hmmmm…. Sekali lagi, SABAR…..

Saya diberikan waktu untuk menikmati indah dan pahitnya tahun-tahun awal pernikahan kami, dan mempunyai waktu lebih banyak untuk mempersiapkan segalanya yang terbaik untuk buah hati kelak.JAwalnya saya cukup cuek, belum dikaruniai keturunan sampai usia pernikahan saya menginjak 2 tahun. Bahkan saya bisa dengan enteng menanggapi guruan beberapa teman mengenai infertilitas pernikahan saya, dengan menyampaikan sisi positif yang saya dapatkan dari keadaan ini. Dalam hal ini saya menanamkan dalam otak saya bahwa memang belum waktunya saya untuk menjadi seorang ibu, saat ini saya masih muda, saya masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk ber”pacaran” dengan suami saya

Tapi, setelah pernikahan saya melewati usia 2 tahun, saya mulai terusik dengan kesepian saya. Mungkin karena sejak pertengahan bulan Januari 2011 saya tidak lagi bekerja dan belum mempunyai kesibukan apapun sampai saat ini. Apalagi setelah mendengar kabar gembira dari adik saya dan beberapa teman yang baru menikah kalau mereka sudah hamil. Mulai deh muncul pertanyaan aneh di kepala saya, “giliran saya kapan Ya Rabb????”

Sekali lagi, SABAR….