Maaf…

Forgive Me (image by: http://brenditaworks.deviantart.com)

Maaf…

Maaf jika saya masih belum bisa menjadi istri yang baik

Maaf jika saya masih belum bisa menjadi ibu yang baik

Karena 2 hal itu ternyata (tidak) mudah untuk dilakukan

Memilih untuk Jadi Ayahku

Ramona and Beezus (image from: en.wikipedia.org)

Ada 1 kalimat yang saya suka dari film Ramona and Beezus, “ayahku bisa jadi pelukis yang handal, tapi ia memilih untuk jadi ayahku”. Dalem banget…

Kalimat itu juga bisa diperuntukkan bagi para ibu. “Ibuku bisa jadi pelukis yang handal (atau pekerjaan lain sesuai karirnya), tapi ia memilih untuk jadi ibuku”.

 

Review Mother bukan Monster

Mother bukan Monster by Gol A Gong & Tias Tatanka

Mother bukan Monster ditulis oleh Gol A Gong dan Tias Tatanka. Yup, mereka berdua adalah sepasang suami istri yang berprofesi sama-sama sebagai penulis. Buku ini berisi antologi atau kumpulan cerita dari beberapa penulis wanita (yang telah menikah) tentang anak, suami dan juga pembantu asisten rumah tangga mereka.

Curhat dikit boleh ya? Tapi curhatnya masih ada kaitannya kok sama buku Mother bukan Monster

Belum genap dua tahun saya membina rumah tangga dengan suami, usia pernikahan kami yang masih muda membuat saya seringkali dibuat “kejang-kejang” dengan perbedaan diantara kami berdua. Saya mengira kalau hanya saya yang mengalami hal itu. Tapi ternyata setelah membaca Mother bukan Monster (terutama yang bagian tentang suami), saya seperti sedang membaca diary saya sendiri. Beberapa cerita diantara para istri tersebut mirip dengan kejadian-kejadian yang pernah saya alami dengan suami saya.

Saya dulu kuliah di jurusan yang membahas tentang keluarga, anak dan konsumen. Berbekal ilmu tersebut, saya merasa kalau saya sudah siap hidup berumah tangga, terutama yang kaitannya dengan ngurus anak. Tapi setelah benar-benar punya anak, ternyata mengaplikasikan teori yang pernah saya terima bukan hal yang mudah. “Monster” dalam diri saya terkadang mucul kalau si kecil mendadak susah dikendalikan. Sedih sekali menyadari kalau saya hanyalah ibu amatiran… Pas baca Mother bukan Monster, saya jadi banyak belajar dari pengalaman para penulisnya bagaimana menghandle anak diri sendiri supaya “Monster” dalam diri kita nggak mudah keluar.

Anyway, setelah membaca Mother bukan Monster, saya jadi merasa ada “sahabat tak terlihat” yang sedang berbagi cerita akan lika-liku kehidupan berumah tangga. Saya jadi terkuatkan karena saya jadi tahu kalau ternyata banyak istri dan ibu lain yang juga mengalami hal yang mirip dengan yang saya alami.

Aduh, saya nggak berani ngebahas lebih jauh tentang buku ini. Takutnya nanti malah jadi spoiler… 😀

Yang pasti, Mother bukan Monster cocok banget dibaca oleh para istri. Buku ini bisa menguatkan istri-istri yang merasa kalau hanya mereka sendirilah yang sedang mengalami rasanya ngupas bawang (menyitir makna pernikahan menurut Ninit Yunita). Ternyata banyak istri-istri lain juga mengalami hal yang sama dan bahkan lebih dahsyat. Mother bukan Monster juga cocok dibaca oleh semua orang yang statusnya masih single. Mengapa? Biar nggak kaget dengan kehidupan berumah tangga nanti!

Okay, happy reading… 🙂

Ikhlas

Ikhlas (image from: blog.ub.ac.id)

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa mengeluh

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa ngomel-ngomel

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa menyalahkan orang lain

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa mengkritik orang lain

Ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa menyakiti hati orang lain

Ikhlas itu melayani

Ikhlas itu tanpa pamrih

Ikhlas itu dari hati, bukan dari kepala

Housewife = Priceless Job

Housewife / Ibu Rumah Tangga (image from: http://2.bp.blogspot.com)

Housewife atau Ibu Rumah Tangga (IRT), sebagian besar orang masih memandang rendah jabatan ini dan tidak mengakui kalau IRT adalah satu profesi. Hal ini disebabkan karena IRT tidak menghasilkan pendapatan berupa uang. Akan tetapi pernahkan terpikirkan oleh anda kalau saja semua pekerjaan IRT dalam 24 jam harus dikerjakan oleh orang lain, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan?

Yang pasti, nggak mungkin hanya satu orang yang akan melakukan semua pekerjaan dalam 24 jam itu karena maksimal jam bekerja hanya 8 jam. Berarti harus ada 3 shift. Artinya, butuh 3 orang dalam 24 jam. Masih belum lagi kalau punya anak, lebih dari satu pula! Artinya lagi, harus menggaji nanny sejumlah anak. Ya, tinggal dikalikan saja berapa banyak orang yang harus dipekerjakan untuk melakukan semua pekerjaan IRT tersebut…

Memang profesi ibu rumah tangga tidak mendatangkan penghasilan, tapi profesi tsb melakukan penghematan atas pengeluaran rumah tangga yang sangat luar biasa. Dan yang tidak akan pernah bisa terbayar oleh apapun adalah 24 jam dalam sehari seorang IRT dengan penuh cinta berada disisi putra putrinya dan dengan sabar merawat dan mendidik mereka.

Housewife is a priceless job, isn’t it?

So, jangan pernah remehkan istri anda yang hanya seorang ibu rumah tangga.

Murah atau Murahan?

Saya dan suami memiliki usaha trip organizer. Sebagai salah satu wirausaha yang menjual jasa, tentunya customer satisfaction adalah fokus utama kami berdua. Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi tamu kami.

Dari sekian banyak tamu, baik itu perorangan, pasangan honeymoon, family ataupun grup yang pernah kami tangani, kesimpulan kami hanya 1, harga merupakan kriteria utama bagi sebagian besar tamu kami untuk memilih kami sebagai trip organizer mereka. Ya, yang diinginkan para tamu itu (dan mungkin semua orang) adalah apa-apa yang penting murah.

Karena kami menginginkan yang terbaik untuk tamu kami. Tentunya cost yang dibutuhkan untuk hal itu nggak sedikit dong. Makanya sebagian besar “calon tamu” kami bilang kalau harga kami lumayan mahal. Fiuuhhh…

Tapi tahukah anda kalau sebenarnya harga yang (menurut sebagian orang) mahal itu karena service yang didapatkan juga baik? Jujur, saya dan suami nggak ambil untung terlalu besar untuk bisnis ini. Kami selalu berpikir, untung sedikit nggak papa lah asal customer kami puas dan dengan sendirinya akan menggunakan “word of mouth communication” atau merekomendasikan trip organizer kami pada orang lain. Untung tipis asal kuantitasnya banyak kan juga lumayan…

Lowest Price (image from: www.pontins.com)

Tapi ternyata trik yang kami gunakan itu nggak berlaku bagi pasar. Pasar kami, yang sebagian besar masih pasar domestik, lebih mengutamakan apa-apa yang penting murah. Padahal yang murah itu seringkali murahan dan bisa jadi harga murah diawal adalah “jebakan” yang ujung-ujungnya akan lebih mahal jika dibandingkan dengan trip organizer kami. Tentunya hal ini akan sangat merugikan konsumen kan?

Sebagai contoh, pernah suatu ketika ada satu grup (nggak terlalu banyak, sekitar 20an orang) minta penawaran dari trip organizer kami. Kami memberikan penawaran Rp.750.000/orang dengan kondisi hotel baru lokasi di seminyak (benar-benar di jantung Seminyak), 1 kamar hanya diisi 2 orang, makan selalu di restoran bagus (pastinya prasmanan) plus ada candle light dinner di Jimbaran. Oh iya, trip organizer kami juga nggak akan minta biaya tambahan pada tamu jika mereka sudah sampai di Bali (guide, tiket masuk tempat wisata, dll sudah termasuk di harga itu). Tapi harga Rp.750.000 itu dirasa mahal oleh calon customer kami. Ada travel lain yang memberikan penawaran Rp.600.000/orang dengan iming-iming lokasi hotel juga di Seminyak. Karena terlihat jelas bedanya Rp.150.000, maka calon customer kami itu memilih travel lain tersebut.

Tapi tahukah anda apa yang terjadi saat mereka sudah sampai di Bali? yang pertama, hotel yang dibilang lokasinya di Seminyak ternyata lokasinya di Seminyak “coret” yang jauh dari mana-mana. Makan nggak di restoran, tapi cukup nasi kotak saja (tentunya nggak ada acara candle light dinner di Jimbaran). Dan saat tiba di Bali mereka dimintai tambahan biaya Rp.120.000/orang untuk guide, katanya. Berarti uang yang harus mereka bayarkan ke travel itu nggak Rp.600.000 dong? Tapi Rp.720.000! Hanya beda Rp.30.000 saja dengan penawaran saya, tapi dengan fasilitas dan service yang jauh bedanya. Ketahuan kan mana yang murah atau murahan???

Ada cerita lain. Banyak travel yang mengiming-imingi customer dengan biaya yang sangat murah bisa liburan ke Bali (Anyhow, saya nggak bilang kalo liburan ke Bali itu mahal lho ya…). Misalnya Rp.350.000 saja bisa liburan 3 hari 2 malam di Bali. Eits, jangan terburu nafsu langsung booking kalau ada travel dengan penawaran seperti itu. Tanya dengan teliti dan juga detail apa saja yang akan kita dapatkan dengan paket super duper murah seperti itu. Sepengetahuan saya sih, kalau yang murah banget seperti itu biasanya jebakan buat tamu. Kenapa saya bilang jebakan, ya karena selalu ada embel-embel di belakangnya plus fasilitas dan service yang diberikan pasti juga seadanya aja, misalnya penginapan sekamar berempat dengan lokasi nun jauh  di tempat antah berantah, makannya nasi kotak/nasi bungkus, belum termasuk tiket masuk tempat wisata, belum termasuk guide dan lain-lainnya. Yang pasti bisa jadi malah bikin tambah mahal, ya kan?

Hmmm, pesan saya untuk Anda yang mau berlibur kemanapun itu, jangan serta merta langsung tergiur dengan embel-embel murah. Telitilah sebelum membeli. Cobalah untuk menjadi konsumen yang bijak. Karena pastinya Anda nggak mau tertipu yang berujung pada kerugian plus kecewa luar biasa di akhirnya kan? So, selektiflah untuk memilih trip organizer mana yang memang murah atau murahan…