Alangkah Lucunya Pemerintah Ini…

Ketika memutuskan untuk menikah, saya dan suami juga “menikahkan” usaha kami. Ya, kami mengelola usaha yang bergerak di bidang pariwisata. Orang awam menyebutnya travel agent, tapi saya dan suami lebih suka menggunakan kata trip organizer untuk usaha kami ini. Dan suami saya pun lebih senang menyebut dirinya internet marketer daripada owner travel agent.

Well, saya akui kami memang belum mengurus ijin usaha pariwisata karena berbagai pertimbangan. Sebenarnya pertimbangan utamanya sih karena biaya ijin usaha pariwisata yang cukup besar dan harus diperpanjang setiap tahunnya. Hal itu tentu memberatkan kami yang hanya mempunyai usaha kecil-kecilan. Belum lagi kalau memikirkan larinya uang ijin usaha yang tidak jelas dikelola oleh pemerintah. Makin malas lah kami mengurus ijin usaha pariwisata.

Hampir keseluruhan penjualan dari usaha kami (voucher hotel, tiket pesawat, paket wisata, dll) berasal dari internet. Oleh sebab itu suami saya fokus pada SEO (Search Engine Optimization) dari beberapa web yang kami miliki. Beberapa tamu (customer) kami mengaku “menemukan” web kami karena memasukkan kata kunci tertentu di web search engine. Begitu juga dengan program jalan-jalan yang ada di salah satu stasiun TV “menemukan” web kami. Mereka mengaku saat memasukkan beberapa kata kunci, web kami berada di halaman pertama google. Singkat kata, stasiun TV itu bekerja sama dengan kami untuk beberapa episode di program jalan-jalannya. Web dan usaha kami muncul di televisi, otomatis beberapa pihak mengetahui “keberadaan” kami termasuk salah satu kompetitor yang dekat dengan Dinas Pariwisata dan dinas-dinas lainnya di Bali.

Entah kompetitor itu merasa tersaingi karena kami memiliki nama yang hampir sama dengan usahanya atau bete karena usahanya sampai sekarang nggak bisa masuk TV, yang pasti kompetitor itu melaporkan “usaha gelap” kami ke Dinas Pariwisata Bali. Dua hari setelah saya melahirkan, kantor kami “diserbu” oleh Dinas Pariwisata. Mereka menginginkan kami menghentikan kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata Bali karena kami tidak memiliki ijin Pariwisata. Oke, itu memang salah kami karena tidak memiliki ijin usaha. Tapi saat kami ingin mengurus ijin usaha Pariwisata, mereka malah bilang kalau pengurusan ijin usaha pariwisata saat ini ditutup sampai waktu yang tidak dapat dipastikan karena mereka sedang melakukan pendataan travel agent di Bali. Nah lo??

Aneh banget nggak sih? orang nggak punya ijin usaha dikejar-kejar, tapi saat mau mengurus ijin usaha malah nggak bisa dilayani. Alangkah Lucunya Pemerintah Ini…

Yang menjadi perhatian utama kami bukan masalah ijin usaha. Tapi masalah berapa banyak mulut yang bergantung dari usaha kami. Memang, karyawan kami tidak terlalu banyak, hanya 5 orang yang mengurus administrasi kantor dan 2 driver. Tapi bisa dibayangkan kalau usaha kami harus berhenti sementara berarti keluarga dari 7 orang itu juga harus berhenti makan kan???

Seringkali saya bingung dengan pemerintah, saat ada warganya yang mencoba mandiri dan bahkan bisa menolong warga yang lain malah dijegal dengan peraturan ini itu. Tapi pengusaha kelas kakap yang mangkir dari pajak yang bernilai milyaran rupiah malah nggak diusik sama sekali…

Bukankah perekonomian suatu negara dapat lebih cepat meningkat jika semakin banyak wirausaha yang mandiri dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga yang lainnya? Tapi kalau belum-belum sudah dijegal ini itu bagaimana ekonomi Indonesia bisa menjadi lebih baik??? Alangkah Lucunya Pemerintah Ini…

Denpasar, 18 Agustus 2011 15:05 WITA

~celoteh istri

This entry was posted in Curhat.

So, This Is It…

Satu tahun belakangan ini banyak sekali yang terjadi dalam hidup saya. Dari sesuatu yang ibaratnya ada di puncak tertinggi (mungkin), sampai terjerembab ke lembah yang paling dalam. Semua itu saya alami dalam waktu satu tahun. Bagi saya, tidak mudah untuk menerima dan menghadapi semua itu. Berbulan-bulan saya hanya diam, “mengurung diri”, menjauh dari semuanya. Semua itu saya lakukan agar saya bisa menjadi lebih tenang dalam menghadapi segala hal yang terjadi dalam hidup saya…

Pasti pada bingung kan apa yang saya bicarakan itu? So, this is it…

Agustus 2010. Saat itu saya merasa berada “di puncak”. Semua yang saya bangun selama hidup saya sudah mulai kelihatan hasilnya. Saya memiliki usaha pribadi, saya menjadi salah satu calon dosen yang direkomendasikan langsung oleh dekan fakultas saya, dan saya juga mendapat tawaran untuk melanjutkan studi S2 di luar negeri. Semua itu terjadi bukan tiba-tiba. Tapi melalui suatu proses. Proses yang saya bangun sepanjang hidup saya, terutama saat di bangku kuliah. Saya membangun koneksi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan impian saya. Dan ternyata saya berhasil. Saat itu saya merasa “sangat hidup”.

Oktober-November 2010. Saya menjalin hubungan khusus dengan seorang laki-laki. Tidak ada yang salah dengan hubungan yang saya jalani itu kecuali perbedaan keyakinan antara kami berdua. Saya tahu bagaimana hukum dalam Islam tentang pernikahan antara wanita muslim dan laki-laki non-muslim. Hal inilah yang menjadi alasan sebagian besar orang-orang terdekat saya (termasuk keluarga) menentang hubungan kami. Tapi apa mau dikata, ketika hati sudah bertindak, semua rintangan itu tidak kami gubris. Karena tidak bisa menikah di Indonesia, akhirnya kami memilih menikah di Singapura.

Desember 2010. Setiap orang memiliki sisi lain dalam hidupnya. Kadangkala sisi lain itu merupakan sesuatu yang “gelap”, bahkan teramat sangat “gelap” dan (mungkin) tak dapat diterima oleh lingkungannya. Itulah yang saya alami. Pada bulan ini foto-foto pribadi saya beredar di dunia maya. Ada beberapa orang yang “mengecam” saya. Hal itu mereka tunjukkan dengan menulis komentar di web pribadi saya, email, message dan status facebook, telepon dan juga sms (sampai-sampai saya takut buka email, facebook, baca sms dan juga terima telepon dari siapapun).

Inilah satu titik dimana saya merasa benar-benar terjerembab dalam lembah yang paling dalam. Saya merasa seperti kehilangan muka. Saya merasa semua orang menunjuk ke muka saya dengan berbagai tuduhan dan juga kecaman. Saya tidak sanggup menghadapi semua itu. Saat itu saya begitu rapuh dan tidak setegar biasanya karena ada perubahan kondisi dalam tubuh saya. Ya, saat itu saya sedang hamil satu bulan. Rasanya seperti ratusan batu menimpa kepala saya dalam satu waktu. Saya tidak sanggup menghadapi semua itu…

Saya pergi, saya sembuyi, saya lari dari kenyataan hidup, saya takut menghadapi semua yang telah terjadi dalam hidup saya. Saya tahu, mungkin semua orang akan berkata kalau saya pengecut nomor satu di dunia. Tidak berani menghadapi akibat dari perbuatan sendiri. Tapi tahukah kau bagaimana rasanya dikecam, dicemooh dan semua yang sudah dibangun selama bertahun-tahun lenyap begitu saja??? Masih belum lagi harus menerima keadaan kalau kau sedang hamil? Awal kehamilan merupakan masa yang paling tidak enak. Emosi menjadi sangat labil, sensitif tingkat tinggi, tidak bisa menikmati semua makanan dan juga muntah-muntah. Semua itu saya alami dalam satu waktu… Dan ternyata saya tidak cukup kuat untuk menghadapinya…

Januari-Juni 2011. Saya masih lari dari kenyataan dan masih belum bisa menerima semua yang telah terjadi. Saat itu saya hanya memfokuskan diri pada kandungan saya. Saya bersyukur memiliki seorang suami yang sangat pengertian dan menemani saya melewati masa-masa terberat dalam hidup saya.

Juli 2011. Saya melahirkan dengan proses persalinan sectio caesaria. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kandungan saya sampai saya harus menjalani operasi caesar, saya dan suami hanya ingin mempercepat kelahiran anak kami. Saya dan suami memiliki beberapa alasan mengapa kelahiran anak kami harus dipercepat, salah satunya adalah pada akhir Juli-Agustus (perkiraan saya melahirkan normal), suami saya harus melakukan beberapa perjalanan ke luar negeri dan ke luar kota, jadi nggak bisa jadi suami siaga pada waktunya.

Saya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik tanggal 9 Juli 2011 jam 08.07 WITA di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda Denpasar-Bali. Saat saya melihat anak saya untuk pertama kalinya, saya sadar inilah yang menjadi alasan saya tetap bertahan hidup setelah semua hal menimpa saya. Jika bukan karena putri kecilku, mungkin saya sudah bunuh diri atau depresi akut atau mendekam di rumah sakit jiwa.

Setelah melahirkan, setelah kondisi tubuh dan psikis saya kembali normal, saya mulai bisa mencerna dengan lebih bijak semua hal yang terjadi dalam hidup saya selama setahun belakangan ini. Saya mulai berani menerima kenyataan dan saya ingin membuka diri saya kembali…

Saya sadar tidak semua orang bisa menerima keadaan saya yang tidak seperti dulu lagi. Ada beberapa hal yang berubah dalam diri saya, terutama penampilan saya. It’s okay karena saya paham tidak mungkin membuat semua orang menyukai atau menerima kita. Tapi yang pasti saya saat ini sudah berani menghadapi kenyataan hidup dan mencoba menata kembali semua puing-puing hidup saya yang berserakan. Terserah mereka mau berkata apa because no body’s perfect…

This entry was posted in Curhat.