Masa Pacaran
Masa-masa pacaran adalah masa yang paling indah. Saat itu rasanya semua yang ada di dunia ini milik berdua. Yang terlihat hanyalah yang baik-baiknya saja dari pasangan kita. Satu hal lagi yang nggak bisa dipungkiri adalah, saat pacaran kita pasti merasa kalau pasangan kita itu adalah orang yang paling cocok untuk kita. Banyak persamaan antara diri kita dan si dia. Selain itu, pada saat pacaran, pastinya kita akan melakukan hal-hal yang bisa menyenangkan pasangan kita. Pokoknya, semua yang indah-indah aja deh waktu pacaran! Hehehe…
Saya jadi teringat masa pacaran saya dengan suami. Dia membawa saya ke tempat-tempat bagus (dan mahal) di Bali dengan view yang menakjubkan dan kesan romantis yang luar biasa. Gimana nggak kelepek-kelepek coba diajaknya ke tempat yang seperti itu terus… Hehehe… Yang pasti, seneng banget deh waktu pacaran dulu.
Untuk hal kecocokan satu sama lain, saya sudah menyadari dari awal bahwa banyak yang berbeda diantara kami berdua. Keyakinan kami berbeda, latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda, suku yang berbeda, umur yang terpaut jauh, lingkungan kami juga berbeda. Saya harus sudah siap mengantisipasi semua perbedaan dan ketidakcocokan yang nantinya pasti akan timbul.
After Wedding Party
Saya rasa semua orang pasti merasa bahagia setelah mereka menjalani prosesi yang namanya pernikahan. Apalagi kalau dilengkapi dengan adanya honeymoon ke suatu tempat yang romantis. Hhhmmm, benar-benar dunia serasa milik berdua deh!
Awal pernikahan, sekitar 3 bulan pertama, semuanya masih berjalan normal. Yang dirasakan masih semua yang indah-indah. Kita merasa hidup kita sempurna dengan adanya pasangan hidup. Tidak berlebihan rasanya jika saya mengklaim 3 bulan pertama pernikahan masih termasuk dalam masa bulan madu (walaupun bulan madunya di rumah aja).
After Honeymoon
Lewat dari 3 bulan setelah prosesi pernikahan, apa yang terjadi? Sifat-sifat pasangan yang (entah sengaja atau tidak) tersebunyi mulai terlihat. Tabiat asli dari pasangan satu per satu bermunculan. Kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri pasangan kita satu per satu timbul ke permukaan. Seringkali pertanyaan “lho kok?” menggantung di benak kita. Cek-cok tak bisa terelakkan. Ada saja hal kecil yang tidak kita suka dari pasangan kita. Dan ada juga “ini-itu” yang tidak cocok di hati kita.
Ternyata banyak sekali perbedaan antara diri kita dengan pasangan kita. Ternyata banyak hal yang tidak cocok antara kita dengan pasangan.
Babak baru proses kehidupan kita dimulai.
Saling Melengkapi (image from: http://news-accounts.com)
Saling Cocok atau Saling Melengkapi?
Pernikahan adalah bersatunya dua insan yang berbeda dalam satu ikatan sakral. Dalam pernikahan dua orang manusia memutuskan untuk hidup bersama, satu rumah, satu atap, satu kamar, satu tempat tidur. Yang namanya dua orang yang berbeda jenis, berbeda isi otak dan berbeda juga isi hatinya, pasti ada banyak hal yang berbeda diantara mereka berdua. Perbedaan-perbedaan tersebut yang harus diatasi supaya hubungan pernikahan bisa langgeng sampai maut yang memisahkan.
Kalau saat masa pacaran kita merasa pasangan kita adalah orang yang paling banyak persamaannya dengan kita, paling cocok dengan kita, namun tidak demikian yang terjadi setelah masa bulan madu. Perbedaan kita dengan pasangan satu per satu bermunculan. Mungkin seringkali kita merasa bahwa kita sudah tidak cocok lagi dengannya. Lalu, selanjutnya apa? Ya sudah, kita akhiri saja hubungan pernikahan ini dengan perceraian.
Fiuuuhh… Amit-amit, jangan sampai perceraian terjadi pada kita. Kalau bisa, menikah hanya sekali seumur hidup.
Pasti akan selalu ada perbedaan atau ketidakcocokan kita dengan pasangan. Hal ini bukan untuk dihindari, tapi untuk diatasi, dicari jalan keluarnya. Saya pun demikian. Dengan semua perbedaan antara saya dan suami, kami selalu berusaha untuk mencari solusinya. Dan kesimpulan saya, solusi terbaik untuk mengatasi semua perbedaan dan ketidakcocokan itu adalah dengan saling melengkapi.
Dengan adanya semua perbedaan yang baru terlihat setelah masa after honeymoon, dengan terlihatnya semua sifat asli dan juga kekurangan pasangan kita, sebaiknya masing-masing dari pasangan suami istri adalah saling melengkapi. Saya akan beri beberapa contoh simple yang terjadi di kehidupan sehari-hari saya bagaimana saya dan suami saling melengkapi.
Suami saya hanya lulusan SMA, sedangkan saya S1. Artinya latar belakang pendidikan kami berbeda. Perbedaan tersebut membuat kami harus berbagi tugas untuk beberapa pekerjaan di kantor. Suami saya yang lulusan SMA tidak terlalu terdidik untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya administratif. Jadi untuk hal ini, saya yang handle. Tapi kalau untuk urusan keluar, negosiasi dengan customer ataupun mitra kerja kami, suami saya paling jago. Karena dia tidak malu-malu untuk “menjual diri” (bukan dalam konotasi negatif lho ya). Dalam hal ini kami saling melengkapi.
Contoh lainnya, saya anak bungsu dan saya juga belum pernah memiliki anak. Otomatis saya tidak punya pengalaman sedikitpun dalam mengurus anak. Walaupun saya belajar tentang ilmu keluarga dan anak, namun praktik di lapangan sangat sulit untuk menerapkan teori-teori yang saya dapat di bangku kuliah. Sedangkan suami saya, dia anak pertama dari 5 bersaudara dan sebelumnya ia juga pernah memiliki anak. Otomatis dia punya banyak pengalaman dalam mengurus anak bayi. Nah, saat saya dan suami memiliki bayi (Marvina Annora Sitorus), ada hal-hal tertentu yang tidak bisa, tidak berani dan tidak lihai saya lakukan, misalnya, untuk membujuk anak yang sedang nangis heboh, atau mengurus anak yang lagi sakit. Saat inilah, suami saya melengkapi kekurangan yang ada dalam diri saya. Dia pintar sekali membujuk anak yang sedang menangis meraung-raung dan juga mengurus anak yang lagi tidak enak badan. Saya jadi bersyukur sekali punya suami seperti dia.
**********************************
Masa after honeymoon adalah bumerang dalam hubungan pernikahan jika tidak disikapi dengan bijak. Perceraian bukan hal yang mustahil terjadi jika kedua belah pihak tidak bisa menanggapi setiap permasalahan dengan hati yang dingin.
Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bersyukurlah atas semua kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh pasangan kita. Karena walau bagaimanapun dia adalah manusia yang paling cocok yang telah dipersiapkan Tuhan untuk mendampingi hidup kita. Paling cocok bukan dari kacamata kita, namun dari kacamata Tuhan.
Tidak selamanya untuk mempertahankan bahtera rumah tangga yang diperlukan adalah kecocokan antara satu sama lain, namun bagaimana cara untuk me-manage ketidakcocokan yang ada. Jadi, bukan saling cocok yang diperlukan dalam membina pernikahan, tetapi saling melengkapi. 🙂