Klik disini untuk membaca bagian sebelumnya
Ruang Pemulihan
Setelah proses operasi selesai, saya keluar dari ruang operasi dan dipindahkan ke ruang pemulihan. Sekeluarnya dari ruang operasi saya langsung bertemu dengan suami saya. Suami saya menemani saat saya didorong dari ruang operasi ke ruang pemulihan. Dalam perjalanan menuju ruang pemulihan sampai beberapa menit di ruang pemulihan saya nggak bisa berhenti “ngoceh-ngoceh” menceritakan yang saya alami pada saat operasi ke suami saya. Saya merasa saya sangat normal dengan bercerita seperti itu pada suami, tapi menurut suami saya, saya seperti orang mabok yang curhat-curhat gitu… Pasti ini gara-gara pengaruh obat bius…
Saya harus “mendekam” di ruang pemulihan selama 2 jam untuk memastikan tidak ada trouble dalam tubuh saya pasca operasi. Suster tiap setengah jam sekali mengecek tekanan darah saya. Saya juga disuruh tidur sama suster yang menjaga saya saat itu, tapi nggak tahu kenapa saya nggak bisa tidur, padahal badan kerasa capek banget…
Di ruang pemulihan ini pengaruh obat bius berangsur-angsur habis. Kaki saya sudah bisa digerakkan lagi.
Saat pengaruh obat bius hilang sedikit demi sedikit, muka saya terasa gatal. Hal ini terjadi karena saya mungkin saja alergi terhadap obat bius. Padahal waktu uji coba obat bius saat di ruang persiapan, saya tidak merasakan gatal setelah obat bius sedikit disuntikkan di tangan saya. Ga tau lah… Yang pasti muka saya terasa gatal. Saya belum merasakan sakit apapun di bagian perut karena saya masih pakai infus pengurang rasa sakit.
Kamar…
Setelah dua jam di ruang pemulihan dan suster memastikan kalau nggak ada trouble pada diri saya pasca operasi, saya akhirnya dipindahkan juga ke kamar. Wew, capek juga harus pindah-pindah kasur sebanyak 3 kali, dari kasur (meja) operasi ke kasur ruang pemulihan lalu ke kasur di kamar pasien. Masih belum lagi mindahin badan saya dari kasur-kasur itu ke kasur roda. Capek juga badan saya digeser-geser dari satu kasur ke kasur yang lainnya menggunakan kain. Fiuuhhh…
Saya berpikir kalau sesampainya di kamar, saya bisa langsung melihat anak saya. Tapi ternyata saya salah. Saya masih harus menunggu sekitar 2 jam sampai anak saya diantar ke kamar. Bosan juga menunggu selama itu, apalagi saya juga nggak bisa tidur. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena efek ingin segera bertemu dengan si kecil kali ya…
Saat yang paling saya tunggu datang juga. Salah satu suster dari ruang bayi membawa seorang malaikat kecil dalam kereta bayi. Ya, itu anak saya, Marvina Annora Sitorus.
Anak saya lalu diletakkan ke dalam pelukan saya. Itu pertama kalinya saya memeluk anak saya. Rasanya… susah banget kalau harus dilukiskan dengan kata-kata…Campuran antara haru, bahagia dan senang.
Sore hari beberapa kenalan saya dan suami mulai berdatangan untuk menengok keadaan saya dan bayi saya. Senang sih ditengokin orang, cerita-cerita, ngobrol, ketawa-ketawa. Tapi ada nggak enaknya juga, karenaย saya baru saja menjalani operasi caesar, otomatis luka di perut bagian bawah masih belum sembuh kan. Dan hal ini menyebabkan perut saya terasa teramat sakit kalau lagi ketawa. Nggak hanya ketawa, kalau perut saya kegoncang juga kerasa sakit. Jadinya hari itu saya masih belum boleh turun dari ranjang, so badan saya dibersihkan hanya dengan dilap saja oleh suster dan saluran kencing saya dipasangi selang yang otomatis akan menampung air seni yang saya keluarkan.
Selain masih belum boleh turun dari ranjang, saya juga masih belum boleh duduk sempurna di hari pertama pasca operasi caesar. Jadi makanpun juga sambil tiduran. Makanan saya hari itu adalah…bubur… Tapi untungnya buburnya enak. Nggak seperti bubur-bubur di rumah sakit pada umumnya.
Sehari setelah Operasi Caesar
Pagi-pagi (sekitar pukul 6.30 Wita), dua orang suster datang ke kamar saya. Mereka membersihkan badan saya. Mereka juga menyarankan saya untuk mulai belajar duduk. Mengikuti saran dari suster-suster itu sayapun mulai membiasakan diri lagi untuk duduk, dimulai dengan sarapan pagi dengan posisi duduk. Agak terasa sakit sih di bagian perut, tapi saya usahakan untuk tidak mengeluh.
Siang harinya, ada visit dokter. Dokter kandungan saya, dr. Ngurah Eka Wijaya, Sp.OG, memeriksa kondisi saya. Alhamdulillah kata beliau kondisi saya bagus, jadinya perban luka bekas operasi bisa diganti dengan perban yang anti air supaya saya bisa mandi dan melakukan aktifitas pribadi lainnya sendiri. Dokter juga menyarankan saya untuk mulai berjalan lagi. Karena kondisi saya sudah membaik dan cukup normal, maka infus nutrisi dan infus pengurang rasa sakit bisa dilepas dari tangan saya. Obat-obatan pun juga diganti dengan obat oral.
Sesaat setelah infus saya dilepas saya nggak merasakan reaksi apapun pada perut saya (terutama bekas operasi). Saya bebas bergerak dan belajar jalan serta mengurus anak saya sendiri. Namun sekitar tiga jam kemudian saat sisa-sisa infus pengurang rasa sakit sudah mulai hilang dari tubuh saya, saya mulai merasakan sakit yang teramat sangat di perut. Rasanya seperti diiris-iris dan ditarik-tarik. Sakit banget deh pokoknya! Saya jadi nggak bisa jalan cepat dan bergerak pun juga jadi lambat. Kalau saya sedang mengurus bayi saya, kadang pinggang saya juga terasa sakit, campuran antara kram dan encok.
Ternyata dokter sudah mengantisipasi hal ini. Pukul empat sore seorang suster datang ke kamar saya dan saya dikasih empat macam obat: amoksilin (anti biotik), milmor (pelancar asi), acetram (pengurang rasa sakit) dan paracetamol (penurun panas). Semua obat itu memang penting untuk saya, terutama acetram untuk mengurangi nyeri bekas operasi dan paracetamol untuk turun panas (karena setelah infus dilepas badan saya terasa agak demam). Tapi ternyata semua obat itu bekerja hanya selama delapan jam saja. Lewat dari delapan jam, terutama perut akan terasa sangat sakit.
Hari ke-2 setelah Operasi Caesar
Hari kedua setelah operasi saya mulai membiasakan diri dengan nyeri di perut. Saya mulai tidak menghiraukan lagi sakit yang terasa. Hanya saja saya masih belum bisa bergerak cepat.
Seperti biasa, ada visit dokter di siang hari. Setelah memeriksa keadaan saya, si dokter mengatakan kalau saya sudah boleh pulang hari itu. Senangnya bisa kembali ke rumah dan mengurus anak sendiri… ๐
Setelah 1 Minggu
Sampai di rumah, saya langsung mengurus segala sesuatunya sendiri mulai dari urusan rumah, anak dan juga suami. Walaupun sakit-sakit, nggak saya rasakan. Saya jadi rajin banget minum obat (terutama acetram). Nggak lain dan nggak bukan ya biar perut saya nggak terlalu terasa sakit supaya saya bisa melakukan semua aktifitas tanpa hambatan. ๐
Pernah satu hari (saya lupa, enam hari setelah melahirkan kalo nggak salah), saya merasakan sakit yang teramat sangat di perut saya. Perut rasanya perih banget, serasa diiris-iris dan ditarik-tarik dari dalam. Sakit banget deh pokoknya sampai saya nggak bisa ngapa-ngapain. Hanya tiduran sambil menikmati sakit di dalam perut.
Oh iya, selama seminggu setelah melahirkan saya nggak bisa bungkuk. Perut akan terasa sakit kalo misalnya saya paksakan untuk bungkuk.
Hari kesembilan pasca operasi caesar waktunya kontrol ke dokter. Dokter memeriksa saya dan mengatakan kalau keadaan saya baik. Luka bekas operasi pun membaik dan rahim saya juga sudah mulai mengecil. Karena semuanya membaik maka dokter memutuskan perban anti air yang menutup luka bekas operasi caesar sudah bisa dibuka.
Alhamdulillah semuanya normal. ๐
Pasca Operasi Caesar
Saya membutuhkan waktu tiga minggu untuk merasa “benar-benar baik” setelah operasi caesar (maksudnya, perut udah jarang banget kerasa seperti diiris-iris/ditarik-tarik lagi) dan saya juga sudah “bebas” bergerak kesana-kemari.
Kalau ditanya efek operasi caesar? perut agak lama kembali ke bentuk semula. Sampai saat ini (usia anak saya lima setengah bulan), perut saya masih seperti orang yang lagi hamil empat bulan.
Efek lain dari operasi caesar yang saya rasakan adalah ketika saya sedang menstruasi. Kalau pas lagi banyak-banyaknya perut saya terasa lebih sakit (kalau dibandingkan dari sebelum melahirkan). Selain itu, rasa nyeri seperti ada beberapa jarum yang menusuk juga terkadang saya rasakan di area sekitar bekas operasi.
The end.