Cinta Tak Kan Usai by Shanty Adhy Yudhistira

Cinta tak kan usai…
Cinta yang tak pernah padam…

Hari ini aku mencoba menelaah tentang perasaan cinta yang tak pernah padam… Yang mana aku berpikir sepertinya tak masuk logika. Meskipun sering aku dengar lagu milik vina panduwinata yang judulnya ‘Logika’

Dimana… logika… hatiku… jatuh cinta kepadanya…
Tetapi… ternyata… asmara… tak kenal dengan logika…

Ketika teman aku mengalami cinta yang tak pernah usang, cinta pertamanya. Yang dialaminya ketika saat kuliah. Tadinya aku berpikir, apa sih yang dia tunggu? sedangkan dia tahu kemunkinan untuk bersatu prosentasenya amatlah kecil. Mengingat si cinta pertamanya tak lagi sendiri. Tapi begitu setianya dia kepada si lelaki itu. Kebetulan teman aku ini perempuan. Tapi ternyata ketidak-logikaan cinta menunjukkan kebesaran dan keangkuhannya. Cinta begitu berkuasanya bertengger dengan sombongnya disana. Dengan segala perasaan dan harapan. Yang selalu berharap pada akhirnya terwujud nyata.

Ada lagi yang membuat aku heran dengan teman perempuanku ini. Ketika sang arjuna menikah, justru terjadi ketika jalinan cinta mereka masih tertata rapi (info ini aku dapat dari sumber yang aku percaya). Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, justru teman perempuanku inilah yang mempersiapkan segala persiapan pernikahan sang arjunanya untuk menikah dengan orang lain. Sampai aku berpikir, kenapa bukan menikah dengannya saja? Kenapa harus menikah dengan perempuan lain? Ada apakah ini? Continue reading →

Saya atau Dia yang Salah? by Emmha Fitria

Saya seorang istri usia 21 tahun, suami  saya 24 tahun. Kami menikah kurang lebih baru 2 tahun. Akan tetapi disetiap perjalanan bahtera rumah tangga kami selalu ditimpa masalah. Entah masalah yang sepele atau yang besar sekalipun.

Awal pernikahan kami memang tidak seindah pasangan-pasangan lainnya. Sebelum menikah, saat kami masih saling baru mengenal, disanalah kami masih sama-sama memiliki pasangan. Entah karena alasan apa, suami saya dulu memaksa untuk menjadi kekasih gelap saya. Karena pada saat itu saya juga merasa kesepian dan kurang perhatian ditinggal pacar yang super sibuk dengan kegiatan kampus, akhirnya saya terimalah permintaan suami saya. Hingga pada suatu waktu saya bingung untuk memutuskan lanjut hubungan dengan siapa. Karena tidak mungkin terus menerus saya jalan bergantian dengan laki-laki yang berbeda setiap hari.

Dengan pertimbangan ini-itu, saya pun memutuskan untuk serius dengan suami saya dan memutus hubungan dengan pacar lama saya. Ditengah hubungan kami yang mulai serius (menurut saya), ada hambatan lain. Saya coba untuk mengenalkan calon suami saya itu kepada mama saya terlebih dahulu. Finally, kesan mama selalu tidak setuju. Alasan mama adalah karena latar belakang keluarganya yang berantakan dan belum jelas (begitu kata mama). Mama takut jika saya terua berhubungan kedepannya dengan suami saya tidak akan langgeng. “Yaaah, paling nggak jauh-jauh kayak nasib rumah tangga orangtuanya. Karena sudah ada bibit tertanam di dirinya”, begitu kata-kata mama yang selalu akhirnya saya jadikan pertimbangan ulang. Continue reading →

Suami Selingkuh Setelah jadi PNS by Arie S.

Rumah tanggaku sudah terjalin 7 tahun. Untuk menuju ke pernikahanpun dulu aku penuh perjuangan karena orangtuaku nggak setuju dengan suamiku yang saat itu hanyalah seorang pria yang masih kuliah dan belum memiliki pekerjaan. Tapi cinta mengalahkan semua, sampai akhirnya kita menikah dan aku rela meninggalkan bangku sekolah.

Tahun pertama pernikahanku ekonomi rumah tangga sangat kurang karena suami belum bekerja dan dia masih banyak pengeluaran untuk kuliahnya. Tahun kedua pernikahan aku hamil dan memiliki jagoan kecil yang sangat lucu. Dengan kehadiran anakku biaya rumah tangga semakin banyak sehingga aku memutuskan bekerja di kantor kakakku.

Satu tahun aku bekerja aku diizinkan kuliah. Seluruh biaya kuliah di tanggung kakakku. Sampai rumah dan semua kebutuhanku juga diberi oleh kakakku. Suamiku dan anakku kuboyong ke tempatku. Aku juga meminta tolong pada kakakku untuk memasukkan suamiku menjadi PNS. Dan syukur Alhamdulilah suamiku masuk CPNS. Aku berharap ekonomi kami bisa teringankan kalau suamiku jadi PNS. Continue reading →

Balada Ibu Galau

Galau. Satu kata yang mendadak nge-hits banget  dua tahun belakangan ini. Siapapun bisa terjangkit virus galau, nggak terkecuali ibu rumah tangga beranak satu seperti saya.

Apa sih yang bisa bikin ibu rumah tangga seperti saya ini galau?

Sembako yang semakin hari semakin melambung? TIDAK

Anak yang semakin hari, kelakuannya semakin “kreatif”? TIDAK

Kerjaan rumah yang numpuk? TIDAK Juga

Trus apaan dong?

Kasih tau nggak yaaaaa…. Hehehe…

Yang bikin saya selalu galau adalah…. SUAMI!!!

Gimana nggak bete coba kalau suami tetep aja lirak-lirik sana-sini saat kita sudah berusaha melakukan semua yang terbaik?

Gimana nggak bete saat kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk nggak belanja sesuatu yang kita inginkan supaya keuangan tetap stabil, tapi dia malah mengagumi perempuan lain yang dandanan, baju plus “printilannya” luar biasa untuk menunjang penampilannya.

Gimana nggak bete saat melihat teman-teman saya pada sekolah ke luar negeri lah, diajak suaminya jalan-jalan ke luar negeri lah, dan begini begitu lainnya, sementara kita stuck ngurus anak dan pekerjaan rumah tangga di rumah aja.

Gimana nggak bete saat saya merasa sudah sepenuh jiwa melakukan dan berusaha untuk jadi ibu dan istri yang baik, tapi tetap aja ada yang kurang di mata suami?

Semua perasaan bete itu PASTI akan berujung sama yang namanya GALAU. Galau ala ibu rumah tangga.

Galau (Image from: sulfianisty.blogspot.com)
Galau (Image from: sulfianisty.blogspot.com)

Biasanya kalau pas lagi galau gitu pengen banget nangis sejadi-jadinya atau teriak sekencang-kencangnya atau curhat di ruang publik biar seluruh dunia tau. Tapi saya tidak pernah melakukannya. Paling banter saya uring-uringan atau bersikap dingin atau nangis sendiri di tengah malam yang gelap saat suami dan anak sudah terlelap.

Galau itu bikin dada nyesek banget. Galau karena kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Saya nggak menginginkan ini-itu yang aneh-aneh. Saya tidak butuh pengakuan dari orang lain. Saya cuma butuh diakui oleh suami saya kalau sayalah pusat dunianya berputar saat ini. Sayalah orang ter- dimatanya (tercantik, terpintar, terbaik, terseksi dan ter-lainnya yang baik-baik).

Saya cuma ingin suami saya bersyukur memiliki saya dengan apa adanya saat ini. Karena saya akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi keluarga kami. Ya, cuma itu. Saya cuma ingin merasa selalu menjadi spesial bagi suami saya. Saya hanya ingin selalu merasa dibutuhkan dan jadi orang penting bagi suami saya. Tanpa dibanding-bandingkan dengan orang lain. Walaupun hal itu dilakukan secara implisit, saya yakin tidak seorangpun suka dibandingkan dengan individu lainnya.

Semoga suami saya dan juga suami-suami lain sadar untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat istrinya galau lagi seperti ini. Amiiinnn…

Ngeblog = Meminimalisir Pertengkaran

Awal Nge-blog

Saya mulai mengenal blog sejak tahun 2006. Waktu itu ada seorang teman, ups lebih tepatnya mantan yang ngajarin saya bikin blog. Akhirnya jadilah satu akun blog di worpress.com dengan judul www.okvina.wordpress.com.

Di blog pertama saya itu awalnya content-nya lebih banyak curhatan nggak penting daripada tulisan-tulisan bermutu. Hingga pada suatu saat ada salah seorang teman yang ngomentarin blog saya. Dia bilang begini “Vina, isinya kok diary aja sih? tulisan-tulisan, makalah-makalah, tugas-tugas kuliah yang berbentuk karya tulis bagus juga lho kalo dimasukin dalam blogmu… hanya saran”. Sejak saat itu saya jadi terpikir, oh iya ya, kenapa nggak saya masukin tulisan-tulisan yang sedikit bermutu di blog saya?

Blogging

Blogging

Perjalanan Blog Saya

Seiring dengan bergulirnya waktu, tulisan yang ada di blog saya nggak hanya berisi tentang curhatan nggak penting tentang diri sendiri. Saya juga memasukkan beberapa tulisan yang lumayan berbobot. Sebenarnya sih banyak dari tugas kuliah dan beberapa ringkasan karya tulis yang saya buat.

Pembaca blog saya mulai beragam. Saya mulai membuat tulisan yang ber-content “nyerempet” ke psikologi populer. Tulisan saya seringkali saya kaitkan dengan beberapa teori yang saya peroleh di bangku kuliah. Selain itu, saya juga mulai menulis cerita-cerita traveling saya. Hingga pada bulan April 2010 saya membeli satu domain (www.ladiestraveler.com) yang khusus untuk cerita-cerita traveling saya.

After Married

Setelah menikah saya tinggal di Bali. Di kantor dan juga di rumah ada koneksi internet. Setiap hari saya harus berhadapan dengan internet karena pekerjaan suami saya tidak bisa lepas dari koneksi internet. Jadilah saya bosan dengan hal itu. Akhirnya saya ingin punya satu blog yang isinya khusus berisi curhatan para istri (terutama saya, hehehe). Jadilah suami saya membelikan saya domain www.celotehistri.com.

Di weblog celoteh istri ini saya menulis banyak hal. Dan terutama curhatan saya yang sering dibikin spot jantung dengan kondisi “newly wed”, “newly mom” dan “post power sindrome”.

Perbedaan Kami

Anyway, saya dan suami berasal dari dua dunia yang berbeda (halah!). Maksudnya bukan yang satu dunia gaib dan yang satu lagi dunia nyata, tapi latar belakang kami sangat berbeda. Saya orang Jawa, suami orang Batak-Ambon. Saya anak terakhir, suami saya anak pertama. Otak saya berkembang di dunia akademisi, otak suami saya berkembang di jalanan (yang tentunya jadi lebih realistis dalam segala hal). Yang pasti, saya dan suami sangat bersebrangan. Semua hal tersebut seringkali menyulut emosi tingkat tinggi antara kami berdua.

Contohnya konkret dari masalah yang terjadi di rumah tangga saya misalnya, saya yang orang Jawa sedangkan suami saya campuran Batak-Ambon (beuuhhh, kombinasi yang sempurna kan? hehehe…). Tipikal orang Jawa yang kalem, lemah gemulai kayak putri Solo plus mudah sakit hati harus berhadapan dengan tipikal orang Batak-Ambon yang kalau ngomong blak-blakan (yang sering bikin sakit hati) plus nada keras seperti orang yang lagi ngebentak. Bisa dibayangkan kan kalau sering terjadi “gonjang-ganjing” di rumah kami. Hahaha…

Oh iya, masih belum lagi kalau suami saya yang teramat sangat ramah (terutama sama yang namanya perempuan), berbuat hal-hal (yang menurutnya) “konyol”, tapi bikin saya cemburu setengah gila! Huaaa, bisa hancur rumah kami. Putri Solo bisa berubah menjadi monster ganas secara tiba-tiba! Wekekek…

Karena dua orang yang berbeda, otak yang berbeda dan hati yang juga berbeda harus menjadi satu maka bukan hal yang mustahil kalau terjadi kres diantara pasangan suami istri. Begitupun juga dengan saya dan suami saya. Seringkali terjadi miskomunikasi diantara kami berdua. Saat suami saya bilang apa, saya nangkepnya kemana. Atau kalau suami saya ngomong apa saya menanggapinya dengan pemikiran yang telah “loncat dua-tiga kali” dari yang seharusnya. Tak ayal hal ini membuatnya uring-uringan karena tanggapan dari saya nggak sesuai dengan yang (mungkin) diharapkannya.

Contoh diatas merupakan penyulut emosi antara kami berdua. Awalnya saya juga berang kalau suami sudah pakai nada yang satu oktaf lebih tinggi dari biasanya. Tapi lama kelamaan saya jadi capek dan bosan sendiri. Kalau suami saya lagi emosi atau kalau saya yang sedang  dibakar amarah karena beberapa sikapnya yang tidak saya suka, saya biasanya diam (walopun di hati sudah seperti ada kawah yang mau memuntahkan semua laharnya). Karena di benak saya selalu tertanam, kalau misalnya nggak ada salah satu pihak yang mau ngalah dan berjiwa besar, hanya seumur jagung usia perkawinan saya. Amit-amit deh!

Lalu, apa yang saya lakukan kalau setelahnya? Melakukan hobi saya, ngeblog!

Saat suami dan anak saya terlelap, biasanya saya facebook-an, twitter-an dan juga browsing sana-sini yang ujung-ujungnya adalah blog walking. Melalui blog walking saya membaca tulisan orang lain, terutama yang penulisnya perempuan yang telah berkeluarga. Dari blog walking ini saya terkadang seperti membaca cerita saya sendiri tentang permasalahan keluarga, dan saya juga banyak belajar dari pengalaman orang lain bagaimana cara mengatasi masalah rumah tangga.

Disaat saya melakukan semua aktifitas tersebut merupakan saat terpenting bagi saya untuk menurunkan emosi dalam diri. Yang awalnya pengen banget update blog yang isinya tulisan tentang semua kejelekan suami, jadi berbalik arah menjadi mengingat semua kebaikan yang ada dalam diri suami dan menuliskannya dalam blog. Hal ini sangat membantu sekali mengurangi tekanan darah dan detak jantung saya serta memperpendek waktu “perang dingin” antara saya dan suami.

Ngeblog = Meminimalisir Pertengkaran

Saya sudah nge-blog sejak tahun 2006. Banyak sekali manfaat yang saya peroleh dari menulis di blog. Dengan menulis di blog, saya telah berbagi dengan orang lain. Berbagi pengalaman, berbagi informasi, berbagi cerita, berbagi hikmah hidup, berbagi perasaan dan berbagi pemikiran.

Setelah menikah, saya jadi menemukan manfaat lain dari hobi saya ini. Ngeblog ternyata bisa juga meminimalisir volume pertengkaran dan lama waktu “perang dingin” saya dengan suami.

Judul ini sudah dipublish pada 27 Oktober 2012. Walaupun judulnya sama, tapi yang ini adalah versi lengkapnya. Sebenarnya tulisan ini saya kirim ke email Emak-Emak Blogger untuk bisa masuk buku antologi yang pertama. Tapi sepertinya tidak lolos seleksi. Daripada tulisannya nganggur, jadilah saya posting disini. Semoga bermanfaat. 🙂

Ngeblog = Meminimalisir Pertengkaran

Awal Nge-blog

Saya mulai mengenal blog sejak tahun 2006. Waktu itu ada seorang teman, ups lebih tepatnya mantan yang ngajarin saya bikin blog. Akhirnya jadilah satu akun blog di worpress.com dengan judul www.okvina.wordpress.com.

Di blog pertama saya itu awalnya content-nya lebih banyak curhatan nggak penting daripada tulisan-tulisan bermutu. Hingga pada suatu saat ada salah seorang teman yang ngomentarin blog saya. Dia bilang begini “Vina, isinya koq diary aja seh? tulisan-tulisan, makalah-makalah, tugas-tugas kuliah yang berbentuk karya tulis bagus juga lho kalo dimasukin dalam blogmu… hanya saran”. Sejak saat itu saya jadi terpikir, oh iya ya, kenapa nggak saya masukin tulisan-tulisan yang sedikit bermutu di blog saya? 🙂

Perjalanan Blog Saya

Seiring dengan bergulirnya waktu, tulisan yang ada di blog saya nggak hanya berisi tentang curhatan nggak penting tentang diri sendiri. Saya juga memasukkan beberapa tulisan yang lumayan berbobot. Sebenernya sih banyak dari tugas kuliah dan beberapa ringkasan karya tulis yang saya buat.

Pembaca blog saya mulai beragam. Saya mulai membuat tulisan yang ber-content “nyerempet” ke psikologi populer. Tulisan saya seringkali saya kaitkan dengan beberapa teori yang saya peroleh di bangku kuliah. Selain itu, saya juga mulai menulis cerita-cerita traveling saya. Hingga pada bulan April 2010 saya membeli satu domain (www.ladiestraveler.com) yang khusus untuk cerita-cerita traveling saya.

Blogging

After Married

Setelah menikah saya tinggal di Bali. Di kantor dan juga di rumah ada koneksi internet. Setiap hari saya harus berhadapan dengan internet karena pekerjaan suami saya tidak bisa lepas dari koneksi internet. Jadilah saya bosan dengan hal itu. Akhirnya saya ingin punya satu blog yang isinya khusus berisi curhatan para istri (terutama saya, hehehe). Jadilah suami saya membelikan saya domain www.celotehistri.com.

Di weblog celoteh istri ini saya menulis banyak hal. Dan terutama curhatan saya yang sering dibikin spot jantung dengan kondisi “newly wed”, “newly mom” dan “post power sindrome”.

Ngeblog = Meminimalisir Pertengkaran

Anyway, saya dan suami berasal dari dua dunia yang berbeda (halah!). Maksudnya bukan yang satu dunia gaib dan yang satu lagi dunia nyata, tapi latar belakang kami sangat berbeda. Saya orang Jawa, suami orang Batak-Ambon. Saya anak terakhir, suami saya anak pertama. Otak saya berkembang di dunia akademisi, otak suami saya berkembang di jalanan (yang tentunya jadi lebih realistis dalam segala hal). Yang pasti, saya dan suami sangat bersebrangan lah.

Semua hal tersebut seringkali menyulut emosi tingkat tinggi antara kami berdua. Awalnya saya juga berang kalau suami sudah pakai nada yang satu oktaf lebih tinggi dari biasanya. Tapi lama kelamaan saya jadi capek dan bosan sendiri. Kalau suami saya lagi emosi atau kalau saya yang sedang  dibakar amarah karena beberapa sikapnya yang tidak saya suka, saya biasanya diam (walopun di hati sudah seperti ada kawah yang mau memuntahkan semua laharnya). Setelah suami dan anak saya terlelap, biasanya saya browsing dan update blog. Disaat itulah merupakan saat terpenting bagi saya untuk menurunkan emosi dalam diri. Yang awalnya pengen banget nulis semua kejelekan suami, jadi berbalik arah menjadi mengingat semua kebaikan yang ada dalam diri suami dan menuliskannya dalam blog. Hal ini sangat membantu sekali mengurangi “perang dingin” antara kami berdua.

Ya, saya sudah nge-blog sejak tahun 2006. Banyak sekali manfaat yang saya peroleh dari blog saya. Salah satunya yang terpenting adalah, dengan ngeblog bisa meminimalisir volume pertengkaran dan lama waktu “perang dingin” saya dengan suami.