Menjadi Ibu vs. Aktualisasi Diri

Semalam anak saya, Avi, rewel sekitar jam 2 malam dan dia baru bisa tidur jam 3-an. Setelah Avi tertidur saya mencoba untuk tidur lagi juga. Tapi nggak bisa-bisa walaupun mata sudah dimerem-meremin. Alhasil saya jadi stalking akun twitter dan FB beberapa teman saya pas jaman kuliah dan SMA dulu.

Waw, ternyata teman saya hebat-hebat. Banyak yang lanjut S2 ke luar negeri, kerja di perusahaan besar yang mapan. Dan beberapa diantaranya ada yang dapat penghargaan ini-itu.

Hhhmmm… Jujur, terbersit rasa iri di hati saya. Saya juga ingin kembali ke dunia akademisi, lanjut S2 di luar negeri dan berusaha untuk bisa ngajar (lagi). Tapi keinginan-keinginan tersebut selalu luntur karena harus bertanggung jawab atas amanah yang telah dititipkan Allah untuk saya. Masih ada orang lain yang saat ini masih sangat membutuhkan kehadiran saya setia harinya.

Ya, orang lain tersebut adalah anak saya, darah daging saya.

Menikmati Menjadi Ibu

Menikmati Menjadi Ibu

Tiap kali menatap mata Avi rasanya saya nggak mau melewatkan satu haripun tanpa bersamanya. Saya takut nanti saya akan menyesal kalau sampai melewatkan pertumbuhan dan perkembangan anak saya yang sangat pesat akhir-akhir ini.

Ternyata begini ya rasanya jadi seorang ibu…

Anyway, sejak November 2012 lalu, di rumah ada asisten rumah tangga. Tugasnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, ngepel, beres-beres rumah, dll dan menjaga Avi kalau saya lagi riweuh dengan urusan kantor. Emang sih kantor dengan kamar saya hanya berjarak 5 langkah saja. Tapi Avi selalu takut kalau ditinggal main sendirian. Dan saya khawatir aja kalau misalnya saya lagi hectic dengan urusan pekerjaan, trus saya agak kurang perhatian sama apa yang dilakukan Avi, nanti terjadi hal-hal yang nggak diinginkan. Makanya butuh orang yang menjaga Avi kalau saya lagi sibuk urus kerjaan.

Walaupun sudah jalan 3 bulan si mbok ada di rumah, Avi selalu menolak kalau diajak main sama dia. Avi juga jadi sangat kegirangan kalau saya beres ngurus kerjaan dan mengajaknya bermain lagi.

Aaahhh, siapa coba yang tega ninggalin anak seperti Avi demi kepuasan ego pribadi.

Hidup itu pilihan. Kawan-kawan saya boleh mencapai ini-itu dalam hidupnya dan saya stuck di posisi sekarang ini. Tapi saya memilih untuk memberikan yang terbaik bagi anak saya, menjadi full time mother. Melihat senyum Avi, mendengar tawanya, memperhatikan perkembangannya, bahkan tersiksa dengan tangisnya yang luar biasa kencang, tak bisa tergantikan dengan hanya sekedar kepuasan mengaktualisasikan diri.

Saya yakin banyak wanita yang juga merasakan hal yang sama seperti saya. Terutama yang dulunya aktif bekerja dan aktif di beragam kegiatan. Tapi yakinlah, membesarkan anak dengan tanganmu sendiri itu jauh lebih mulia daripada kepuasan aktualisasi diri.