Baru saja membaca beberapa blog orang lain. Ada yang punya teman saya pribadi dan ada yang punya orang lain (saya nggak kenal secara pribadi). Yang pasti owner blog itu (semuanya) sudah menikah, punya suami dan punya anak.
Entah yang mereka publish di blog itu yang baik-baik saja dalam dunia rumah tangga mereka, saya pun tak tahu. Pastinya saya merasa mereka memiliki kehidupan yang dulu selalu saya idamkan. Suami yang sangat sayang dan pengertian, selalu mendukung istri, serta tahu bagaimana memperlakukan istri dengan baik.
Ah, gara-gara malam begini saya jadi semakin galau…
Saya tidak mengatakan kalau suami saya nggak sayang saya, kalau suami saya nggak pengertian, kalau suami saya nggak mendukung saya dan kalau suami saya nggak memperlakukan saya dengan baik lho ya. Tapi mungkin kadarnya aja yang (menurut saya) lebih sedikit dibanding suami orang-orang itu… Ah, mungkin lebih tepatnya, suami saya kurang bisa mengungkapkan rasa sayangnya sesuai yang saya inginkan kali ya…
Entah kenapa saya selalu merasa jadi yang kedua. Fine, saya memang istri kedua suami saya. Saya menikahi duda (cerai) dengan satu orang anak. Saya selalu merasa dibawah bayang-bayang istrinya yang dulu dan saya juga merasa kalau suami saya selalu membandingkan saya dengan mantan istrinya itu. Hhhmmm, saya selalu merasa kalau suami saya nggak sepenuhnya menyayangi saya dan melakukan semuanya hanya untuk keluarga kecil kami.
Terkadang saya ingin sekali disayang-sayang, dibuat merasa kalau sayalah penyebab dunianya tetap berputar dan sayalah satu-satunya wanita ter- dalam hidupnya. Saya terharu sekali saat membaca postingan teman saya ini. Kapan ya suami saya bisa memperlakukan saya seperti itu…?
Ahh, memang tak ada gunanya kalau kita mengharapkan sesuatu dari mahluk Allah. Karena yang akan kita dapatkan hanyalah kekecewaan. Yang bisa saya lakukan sekarang hanyalah menerima semuanya apa adanya.
Dari dulu saya selalu yakin kalau Allah selalu memberi yang terbaik untuk saya. Apapun itu. Yang perlu diingat adalah, yang terbaik tersebut bukan terbaik menurut kacamata kita, tapi terbaik menurut kacamata Allah. Saya yakin inilah yang terbaik untuk saya. Suami yang terbaik untuk saya.
Alhamdulillah saya memiliki suami yang mau bangun malam-malam saat si kecil merengek minta minum susu di kala sang ibu tertidur pulas.
Alhamdulillah saya memiliki suami yang ngerti kalau ngurus anak dan jadi ibu rumah tangga itu capek, jadi paling nggak sebulan sekali saya dipanggilin mbak-mbak untuk mijit saya dan kadang saya dibawa ke spa & salon buat “me-time”
Alhamdulillah saya memiliki suami yang ngerti kalau istrinya nggak kuat nyuci baju terlalu banyak. Jadi baju kotor saya dan suami dilaundry-in dan saya hanya nyuci baju si kecil aja.
Alhamdulillah saya memiliki suami yang selalu makan apapun yang saya masak walaupun rasanya nggak karu-karuan.
Alhamdulillah saya memiliki suami yang mendukung semua kegiatan positif saya dan nggak melarang saya untuk begini-begitu.
Alhamdulillah saya memiliki suami yang selalu berusaha memenuhi permintaan saya.
Alhamdulillah saya memiliki suami yang selalu mengajak saya ke tempat-tempat indah yang dia tau, esp.di Bali.
Alhamdulillah saya memiliki suami seperti dia.
Ya, suami saya memiliki caranya sendiri dalam menyayangi saya, mendukung saya dan memperlakukan saya.
Sebenarnya semua itu berpusat pada diri kita sendiri. Cobalah untuk selalu melihat kelebihan pasangan kita. Karena jika kita hanya melihat kekurangannya, nggak bakalan ada habisnya dan hanya kecewa yang kita dapat.
Denpasar, 12/12/2011 03:20
~celoteh istri