Teori Maslow
Sebagai mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), saya “dicekoki” teori hirearki kebutuhannya Maslow di beberapa mata kuliah. Tapi teori ini bisa menancap di otak saya saat saya memperoleh mata kuliah Manajemen Sumberdaya Keluarga. Saat itu dosen saya, ibu Alfiasari, menjelaskan bahwa menurutnya hirearki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow berpuluh-puluh tahun silam sudah tidak valid lagi untuk kehidupan sekarang ini dan cenderung terbalik hirearkinya. Lho, kok? Tenang… saya akan menjelaskan mengapa bisa terbalik hierarkinya.
Menurut teori hirearki kebutuhannya om Maslow, kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia adalah kebutuhan fisiologis/biologis seperti makan, minum, dan juga seks. Selanjutnya adalah kebutuhan akan rasa aman dan tenteram dan dilanjutkan dengan kebutuhan untuk dicintai dan disayangi. Pada level berikutnya, manusia memiliki kebutuhan untuk dihargai. Lalu pada level tertinggi setelah semua kebutuhan itu terpenuhi, maka manusia akan memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Itulah menurut om Maslow tahapan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia. Sayangnya teori ini mungkin hanya cocok untuk kondisi berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Lalu untuk kondisi sekarang bagaimana?
Menurut dosen saya dan juga berdasarkan hasil pengamatan saya sendiri, teori om Maslow ini terbalik. Saat ini sebagian orang berlomba-lomba untuk mengaktualisasikan dirinya. Satu sama lain saling berusaha untuk bisa “dianggap” oleh dunianya. Satu sama lain juga ingin dilihat kalau dia ada, semua ingin eksis. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang paling tinggi ini (berdasarkan teorinya om Maslow), tak jarang dari mereka yang melupakan atau mengenyampingkan kebutuhan-kebutuhan sebelumnya. Contohnya begini, tak jarang dari kita sampai lupa makan atau sengaja men-skip waktu makan kita demi melakukan sesuatu yg bisa membuat kita lebih eksis, ya kan? (saya juga sering melakukan hal ini soalnya…hihihi…pegakuan dosa! :p). Atau ada beberapa orang yang dengan terang-terangan menyebut dirinya nggak butuh seorang pendamping, setidaknya untuk saat ini mereka nggak memikirkan hal ini. Mereka tidak terlalu memusingkan tentang seseorang yang bisa diajak untuk berbagi, dicintai dan disayangi demi mencapai apa yang mereka inginkan, demi untuk mengaktualisasikan dirinya. Atau ada seseorang yang masa bodo dengan apa pendapat orang lain, masa bodo dengan apakah ia dihargai atau tidak oleh orang lain, yang penting bisa mengaktualisasikan diri, bisa eksis… Padahal menurut om Maslow, seseorang baru bisa mengaktualisasikan dirinya jika ia sudah bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebelumnya dengan layak. Namun yang terjadi saat ini justru kebalikannya.